***
Waktu berlalu dan hari sudah semakin sore. Jam di dinding bahkan sudah menunjukkan pukul empat lebih lima belas menit. Beberapa menit lagi, sudah masuk setengah lima sore, dan Rei masih berada di rumah Elvina.
Elvina menghampiri sepupunya itu. Ia menaruh gelas kaca berisi jus dalam genggamannya ke hadapan Rei yang tengah duduk dan melamun di ruang tengah.
"Minumlah, dan berhenti untuk memikirkan mereka," ujarnya yang dalam sekejap membuat Rei tersadar dari lamunannya.
Rei menoleh pada Elvina yang mengambil duduk di sampingnya. Wanita itu sudah mengganti pakaiannya dengan baju santai. Kaos dengan celana pendek.
Elvina menyandarkan tubuhnya. Duduk terhenyak di sofa yang sama dengannya. Dalam genggamannya, Elvina menggenggam gelas berisi jus yang sama dengan yang ia berikan pada Rei.
"Tapi aku benar-benar merasa penasaran dengan mereka. Ucapan mereka terus membuatku bertanya-tanya apakah aku kenal dengan mereka atau tidak, dan setiap kali aku memikirkannya… setiap kali itu juga, hatiku bereaksi, begitu juga dengan emosiku." Rei meraih gelasnya dan meneguk perlahan jus yang diberikan Elvina. Jus alpukat.
Sementara Elvina dan Rei terduduk di ruang tengah, beda halnya dengan William yang kini berada di kamar mandi. Lelaki itu sibuk untuk membersihkan tubuhnya.
"Maka dari itu aku memintamu untuk menghiraukan ucapan mereka. Aku tidak ingin kau jadi kepikiran, itu tidak baik untukmu. Biarkan saja mereka, dan lebih kau fokus pada hal lain. Hal yang lebih positif," tutur Elvina.
Rei telah menceritakan semua yang terjadi padanya ketika ia masuk sekolah untuk pertama kalinya. Ia juga menceritakan mengenai sekelompok lelaki yang ia temui saat di kafetaria sekolah.
Sekelompok lelaki aneh yang kalimatnya sama sekali tak bisa ia cerna.
"Aku tidak mengerti dengan ucapan mereka mungkin karena aku tidak ingat apa-apa. Tapi, bagaimana kalau mereka memiliki hubungan dengan masa laluku?"
Elvina menaruh gelas dalam genggamannya ke atas meja. Ia menepuk pundak sepupunya itu pelan, memutar tubuhnya hingga berhadapan dengannya.
Elvina menggenggam kedua pundak sepupunya itu dan menatapnya lekat. Menyelam lebih dalam pada iris mata kecokelatan yang dilihatnya.
"Rei, dengar! Untuk saat ini, jangan pikirkan ucapan mereka. Lebih baik kau fokus pada masalah lain yang sedang kau hadapi. Contohnya saja, masalah dengan orangtuamu. Seperti yang telah kau jelaskan, bukankah mereka tidak percaya denganmu dan menganggapmu pembohong, 'kan?"
Rei terdiam membenarkan ucapan Elvina. Ia baru ingat bahwa dirinya juga memiliki masalah lain di samping itu.
"Kau benar…" gumamnya. Rei menundukkan kepalanya, diingatkan kembali mengenai masalahnya dengan orangtuanya membuat Rei merasa sedih. Perasaan kecewanya kembali menghampiri.
"Biarpun orangtuamu, atau orang lain tidak percaya denganmu, menganggapmu sebagai pembohong, atau mereka tidak percaya bahwa kau adalah Rei yang kami kenal. Tapi, aku dan Will akan selalu percaya padamu. Aku percaya kalau kau memang tidak ingat apa-apa, dan aku juga tahu kalau kau adalah Rei yang kami kenal. Bahkan saat kita pertama kali bertemu, aku sudah tahu bahwa itu adalah dirimu. Aku bisa merasakannya, aku bisa merasakan kalau kau adalah Rei yang asli. Dan aku juga bisa tahu saat kau berbicara bohong atau jujur, aku bisa membedakan semuanya. Karena benar-benar mengenal dirimu, lebih dari siapapun." Elvina tersenyum menatap Rei.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Adventure In The Dark
Fantasy[SERIES 1 - Part A] "Adventure In The Dark" "Apa yang tampak dari luar terkadang berbeda jauh dengan apa yang ada di dalam." *** Rei Adhitama Arion, mengembara selama satu tahun lamanya guna mencari jati diri dan ingatannya yang hilang. Pencariannya...