Bab #2

219 8 0
                                    

Pagi ini semua orang tua murid berdatangan ke sekolah untuk mengambil rapot anak-anak nya. Padat nya tempat parkir menggambarkan betapa banyak nya siswa siswi di sekolah ini.

Dari banyak nya orang tua di sekolah satu yg menjadi sorotan mata semuanya yaitu Oma Ranti. Wali dari Naira Azzahra. Yg dulunya terpandang sebagai anak pengusaha sukses yg mulai karir nya dari nol sekarang berubah menjadi anak pembunuh di mata semua orang.

Orang tua murid yg lainnya terus saja berbisik pelan, jelas saja mereka membicarakan Omanya dan dirinya. Naira yg berjalan di samping oma nya mengepal tangannya geram penuh dengan amarah. Wajahnya saja berubah merah menahan amarah.

Menyadari akan hal itu Oma Ranti mengelus punggung nya Naira.

" Nai, abaikan saja mereka heum!" titah Oma nya berbisik sambil mengelus punggung nya menenangkan.

Naira hanya mampu menarik nafasnya, setelah itu menghembuskannya secara perlahan. Lalu menatap Oma nya, ia tersenyum. Ia harus bisa mengontrol emosi nya apalagi di depan Oma nya.

" Ini kelas Nai Oma" ucap Naira saat sudah berada di depan kelasnya.

" Ouh ini toh, ayo masuk" ajak Oma nya.

Naira tersenyum dan mengikuti Oma nya dari belakang. Bisa di tebak apa yg terjadi saat mereka masuk? Semua nya jadi rame berbisik-bisik.

Sampai Bu Meri masuk ke kelas, keadaan masih gaduh. Keadaan mulai hening ketika Bu Meri mulai menginterupsi. Pembagian rapot dimulai dari absensi. Orang tua yg anak nya di panggil maju kedepan dan Bu Meri membahas masalah anak-anak baik dalam segi pembelajaran maupun sikap. Hal itu dilakukan agar para orang tua tahu kelakuan anaknya disekolah dan bisa mengawasi anaknya ketika di rumah.

Kini giliran Oma Ranti yg maju ke depan untuk membawa rapot milik Naira. Bu Meri menjelaskan hasil nilai yg Naira peroleh dan absensi nya selama ini. Oma Ranti sempat tidak mempercayai bahwa Naira sering bolos, padahal Naira selalu pamit untuk pergi ke sekolah. Terus kemana Naira pergi kalau dia tidak masuk sekolah?

Ketika Oma Ranti berada di depan, di belakang sangat berisik membicarakan keluarganya. Tapi Oma Ranti mengabaikan hal itu, ia masih memperhatikan Bu Meri.

" Anak nya Oma Ranti katanya membunuh istrinya"

" Iya saya juga udah denger di berita waktu itu, katanya istrinya selingkuh"

" Masa sih?! Padahal istrinya kayak orang baik gitu"

" Jangan percaya sama tampang polos nya, tampang polos bisa aja menghanyutkan"

" Iya ya, ih saya gak mau anak saya bergaul sama cucunya"

" Naira tolong ya kamu jangan deket-deket lagi sama Jennie anak saya"  ucap salah satu orang tua murid sambil menoleh kearah Naira yg duduk tepat di belakangnya.

Naira yg sedari tadi mendengarkan mereka hanya bisa mengepalkan tangannya. Ingin rasanya ia membalas ucapan mereka.

" Dasar gak becus mendidik anak!!"

Naira menggebrak mejanya, mendengar hal yg mungkin tak seharusnya ia dengar.

" SUDAH CUKUPP!!! KALIAN BOLEH MENGHINA SAYA, KALIAN BOLEH MEMANGGIL SAYA ANAK PEMBUNUH TAPI SAYA MOHON JAGA UCAPAN KALIAN DI DEPAN OMA SAYA. JANGAN PERNAH MENYEBUT OMA SAYA GK BECUS MENDIDIK ANAK NYA!! OMA SAYA ORANG TUA YG BAIK BAGI SAYA!! JIKA OMA SAYA GAK BECUS MENDIDIK ANAKNYA MANA MUNGKIN AYAH SAYA BISA SUKSES BERKARIR DARI NOL TANPA BANTUAN DARI NYA!"

" SAYA YAKIN KALIAN SEMUA YG ADA DISINI HANYA TAMPANG WARISAN DARI KELUARGA,,KALIAN TIDAK MERASAKAN PENGORBANANNYA!"

Sekilas Naira melihat kearah Jennie yg duduk tepat di samping ibu itu, yg tak lain adalah ibunya Jennie" DAN UNTUK TANTE WINDA,  TENANG AJA TAN SAYA GK AKAN MAU BERTEMAN LAGI DENGAN JENNIE!"

Cukup sudah ia menahan emosi selama ini, dan akhirnya ia meluapkan semua yg ada di hatinya. Pantas kah ia berbicara seperti itu?

Naira keluar meninggalkan kelas. Tubuhnya berguncang hebat, dadanya naik turun SAKIT sekali rasanya. Keluarga nya hancur berantakan.

ANAK PEMBUNUH?!! Sekarang perkataan itulah yg sering ia dengar. Setiap kali ia melangkahkan kaki keluar dari rumahnya, semua orang seolah hanya bisa melihat dirinya saja. Semua mata tertuju padanya, yah jika dia seorang idol mungkin dia akan melambai-lambaikan tangannya dan memberikan finger love kepada mereka tapi sayang seribu sayang ia hanya terkenal sebagai anak pembunuh.

***

Setelah berjalan cukup jauh, dengan mata sembab Naira menatap sebuah gerbang yg dulu menjadi rumahnya. Ouh ya tak lupa ada hiasan melintang bertuliskan'Dilarang melintasi area ini, sedang dalam infestigasi' yg tak lain adalah garis polisi di gerbang rumahnya. Pantaskah ia sebut itu sebagai hiasan?

Naira membuka gembok nya dan masuk melintasi garis polisi itu, ia dapat melihat rumah nya. Rumahnya yg dulu terawat dengan sangat baik sekarang rumah itu sudah sedikit berlumut dan halaman rumahnya yg ditumbuhi oleh rumput liar. Bahkan sekarang suasana rumahnya terasa mencekam seperti berada di rumah yg berhantu.

Naira sering datang ke sini, ketika ia sudah tidak sanggup lagi dengan kepahitan yg harus ia telan. Tempat inilah yg jadi tempatnya untuk menenangkan diri sekaligus tempat yg membuat nafasnya sesak. Ini pertama kalinya ia masuk ke rumah ini lewat depan, biasanya ia sering datang lewat pintu belakang karena dari pintu belakang ada sebuah pintu untuk bisa sampai ke kamarnya tanpa melewati ruang utama.

Ia membuka pintu utama rumahnya, yg pertama kali ia cium adalah bau anyir darah yg masih begitu pekat di indara penciuman nya. Inilah alasan kenapa ia tidak pernah masuk lewat pintu utama.

Dalam ingatannya masih sangat jelas, tak jauh dari posisinya berdiri sekarang ada seorang wanita terkapar berlumuran darah dan tepat di sebelah wanita itu ada seorang laki-laki dengan pisau yg berlapiskan darah, tangan laki-laki itu bergetar dan tatapannya kosong.

" Eomma!! " Naira berlari menghampiri ibunya dengan air mata yg sudah tidak terbendung lagi.

Naira nangis sejadi-jadinya. Ia membawa ibunya kedalam lahunan nya.

" Eomma!! "

" Na..ira...kam..u jan..gan..per..rnah..mem..be..nci ayah k..amu" dengan terbata wanita itu menyampaikan ucapan terakhirnya sebelum ia benar-benar meninggalkan dunia ini.

" Eomma!! "

" Plis Naira mohon jangan tinggalin Naira"

Ia merasakan sesak yg begitu hebat di dadanya, ia merasa tak mampu lagi untuk bernafas. Ia dengan cepat berjalan menaiki anak tangga menuju ke kamarnya.

Naira membantingkan tubuhnya di atas kasur. Sebelum itu ia mengambil sebuah pigura foto. Sebuah foto yg menggambarkan keharmonisan sebuah keluarga, tapi nyatanya sekarang keluarga itu hancur. Ibunya meninggal karena dibunuh oleh ayahnya sendiri,  sedangkan ayahnya bunuh diri saat di penjara dan positif mengonsumsi narkoba. Naira mengeluarkan cutter lipat dari saku bajunya, menatap nanar cutter itu. Apakah ia harus melakukannya sekarang?! Naira menggeleng, apa yg akan terjadi pada Oma nya jika ia melakukan hal itu? Yah, ia harus bisa bertahan untuk Oma nya. Ia membanting cutter itu ke sembarang arah. Setidaknya ia tidak boleh membuat keputusan yg akan membuat Omanya lebih menderita lagi.

Dalam ingatannya penuh berbagai hal, berputar seperti kaset rusak. Ia lelah.  Tolong bantu ia untuk bebas dari semua ini. Ia ingin hidup dengan damai. Perlahan Naira mulai menutup matanya, rasa kantuk menyerang dirinya. Kalau bisa ia ingin tidur untuk waktu yg lama. Jika tidak bisa ia ingin mengharapkan hal lain, ia berharap setelah dirinya bangun semuanya akan baik-baik saja.

****

Gimna nih bestie ceritanya?!

Menarik?🤩

Membosankan?🤪

Atau

Membingungkan?🤨

Pengen dong dapet respon dari reader, pliss komen ya. Gak di kasih bintang juga gk apa² deh🤗makasihh😘

ADNNAIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang