Bab #13

65 3 1
                                    

Naira mendengar suara Oma Ranti sedang menangis. Ia mencari keberadaan suara itu, Naira seperti berjalan di jalanan yg gelap tak ada pencahayaan apapun. Naira terus memanggil Oma nya tapi tak ada jawaban. Suara tangis Oma nya semakin mendekat, itu artinya ia hampir sampai dengan tujuannya. Ia meraba-raba sekitarnya, tangannya tiba-tiba menemukan sebuah knop pintu. Oh berati ia bukan berjalan di jalanan melainkan disebuah koridor? Tapi koridor apa ini? Pikirnya sejenak. Lalu ia membuka pintu tersebut. Gelap. Sama halnya seperti di koridor tadi, tidak ada apupun yg terlihat diruangan ini. Ia hanya dapat mendengar suara tangis Omanya.

" Oma kok disini gelap? Kenapa Oma gk nyalain lampu?"

Oma nya tidak menjawab. Omanya masih menangis.

" Oma kenapa Oma menangis? Apa yg sebenarnya Oma tangisi?"

Naira meraba-raba tembok untuk menemukan saklar lampunya. Tapi tidak ia temukan, ia meraba saku celananya mencarai benda pipih yg biasa ia bawa, untuk ia jadikan sebagai senter. Tapi nihil ia tidak menemukan benda pipih tersebut. Ah shibal!! umpat Naira dalam hati.

" Oma, kenapa Oma tidak menjawab? Oma denger suara Nai kan?"  tanya Naira dengan suara agak lantang.

Tak kunjung menemukan dimana letak saklar lampunya, ia berjalan ketengah ruangan ini sambil meraba sekitarnya.

Arghh

Naira langsung membuka matanya, ia meringis kesakitan. Kakinya kepentok sesuatu.

" Itu mimpi kah?" Naira melihat sekelilingnya. Ia berada dikamar nya. Ia menampar dirinya sendiri untuk membuatnya sadar.

" Ternyata benar itu mimpi, tapi aneh kenapa Oma menangis ya? Akhh ini gara-gara kaki kepentok" Naira menggaruk kepalanya yg tidak gatal. Ia penasaran dengan mimpi tersebut. Ia melihat jam, masih jam tiga pagi. Ia melanjutkan kembali tidurnya. Berharap mimpinya bisa berlanjut.

***

"Huaaa" Naira menguap dan menggeliat meregangkan otot-otot nya yg kaku karna baru bangun tidur.

Ia kecewa karena mimpi itu tidak berlanjut, ia malah mimpi jadi perawat rumah sakit jiwa dan semua pasien nya berubah jadi zombie, matanya yg berubah menjadi putih dan ada juga yg berlumuran darah. Begitupun dengan pasien yg ia bawa dengan kursi roda yg ia dorong, tapi aneh nya pasien itu tidak menggingitnya. Ia malah membawanya lari bersama dengan dirinya. Aneh, harusnya ia meninggalkan pasien itu. Bagaimana jika nanti ia tiba-tiba di gigit olehnya? Memang yah kadang mimpi suka di luar Nurul eh Nalar.

Naira langsung bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah, ia tak seharusnya memikirkan mimpinya yg aneh itu. Hanya buang-buang waktu saja bukan?

Naira menyantap sarapannya dengan damai, Omanya entah kemana. Sedari tadi ia bangun Oma nya sudah tidak ada di rumah, mungkin sedang belanja.

Naira mencuci piring bekas dirinya makan. Setelah itu ia memasukkan bekal yg telah omanya siapkan. Ia salut dengan omanya jam segini udah selesai masak, beres-beres, dan pergi berbelanja. Andai saja ini hari libur ia akan membantu omanya.

Naira bersenandung kecil menelusuri trotoar. Ia berjalan kaki menuju kesekolahnya. Sudah lama rasanya ia tidak merasakan segarnya angin di pagi hari, selama ini rencana nya untuk pergi kesekolah jalan kaki selalu gagal karna berujung dengan Raka yg menjemput dirinya. Tapi sekarang, entahlah laki-laki itu pergi kemana. Semalaman tak ada kabar apapun darinya, Naira yg tidak terlalu menuntut kabar apapun dari Raka karena Naira percaya sepenuhnya pada Raka.

Naira mengerutkan keningnya, ia merasakan ada langkah kaki di belakang dirinya. Semakin Naira mempercepat langkah kakinya, semakin cepat pula langkah kaki yg di belakangnya. Apakah Naira diikuti oleh seseorang? Naira berusaha untuk mempercepat kembali langkah kakinya. Ia penasaran siapa yg mengikutinya, walaupun takut ia memberanikan diri untuk melihat kebelakang. Tidak ada siapapun. Apa mungkin cuma perasaan saja?

ADNNAIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang