10. Open Member

2.8K 398 22
                                    

Semester baru sudah dimulai.

Ya... Seperti semester baru pada umumnya. Kampus mulai ramai lagi, para mahasiswa juga mulai berbondong-bondong untuk merealisasikan rencana studi mereka selama enam bulan ke depan. Sebetulnya, Vanilla cukup jengah dengan suasan kampus. Sebagai Mahasiswa tingkat akhir, harusnya Vanilla gak perlu untuk ikut berbondong-bondong lagi. Tapi akibat salah satu matkul yang belum terselesaikan, Vanilla harus kembali duduk di dalam kelas untuk mengulang mata kuliah Drama & Teater. Tiada lain tiada bukan kelas Jema, satu-satunya kelas yang menjadi mimpi buruk bagi Vanilla.

Tapi, jika berbicara tentang semester baru, bagi Vanilla ada dua tipe mahasiswa di awal semester. Pertama, Mahasiswa ambis yang sudah merencanakan segela sesuatunya untuk menghadapi semester baru, contoh kecilnya seperti Siti. Dilihat dari kondisi bindernya, sudah banyak sekali pembatas buku yang menempel di setiap lembar binder mahasiswa kesayangan Jema itu. Tipe kedua yaitu Mahasiswa apatis yang kuliah buat setor muka doang, sing penting gak ngulang matkul, contoh besarnya adalah Sani. Jangankan binder, dalam tas kecil yang Sani tenteng, isinya hanya lipstik dan powerbank. Bahkan, Sani tak jarang nyolong balpoin orang dengan dalih pinjam sebentar.

Jika bertanya Vanilla berada di tipe mana? Gadis itu tidak masuk ke dalam dua tipe itu. Untuk semester ini, Vanilla punya strategi baru untuk lulus di matkul Drama & Theater. Jadi tak heran, totebag Vanilla sudah dipenuhi oleh selembaran kertas yang dia buat. Entah selembaran apa, tapi di sana tercetak dengan jelas wajah Jema.

Hari ini, Vanilla sengaja datang lebih pagi ke kampus. Gadis dengan rambut yang dicepol asal itu sudah tunggang langgang di depan Gedung B Universitas Bina Bakti atau lebih kerap disebut UBB. Mata bulat Vanilla mendelik bagaikan seekor elang yang tengah mengincar mangsanya. Sebenarnya, dia tengah mencegat setiap orang yang melewatinya.

"Eh tunggu! Lo Michell kan?" tanya Vanilla pada gadis berambut pendek yang baru saja melewatinya.

Gadis bernama Michell itu mengangguk. "Iya kak," sahutnya.

Vanilla tersenyum. "Lo kenal Jema gak? Eh, Pak Jema maksudnya?" tanyanya.

"Hari ini, gue ada kelas dia sih. Kenapa Kak?" sahut Michell.

"Okay! Okay! Kenalin dulu. Gue Vanilla. Kayaknya kita beda satu tingkat deh. Hari ini, gue juga ada kelas Pak Jema. Tapi, gue mau nawarin sesuatu dulu." Vanilla membuka tasnya dan mengambil selembar kertas dari dalam sana. "Gue lagi Open Member," sambungnya.

Michell pandangi selembar kertas dari Vanilla. Kertas itu mungkin bisa disebut sebuah brosur pendaftaran club. Entah club apa. Tapi, foto Jema jelas-jelas terpangpang di sana. Tulisan JEM(ANJING) juga tercetak jelas dalam brosur itu.

"Jemanjing?" tanya Michell bingung.

"Lo tau Jemalicious kan? Nah, Jemanjing ini kebalikan dari Jemalicious."

Michell mengerenyit. Dia antara canggung dan bingung mendengar ucapan Vanilla. Di seantero kampus UBB, Jemalicious memang sudah terkenal sebagai club pemuja Jema. Bahkan, membernya sudah merambah lintas Fakultas. Jika Jemanjing kebalikan dari Jemalicious, itu artinya club yang kini tengah Vanilla tawarkan adalah club anti Jema. Michell makin mengernyitkan wajahnya. Dia bukan termasuk pemuja Jema, tapi dia juga bukan haters Jema.

"Kalau lo tertarik gabung, bisa isi formulir ini. Kalau ada pertanyaan, bisa kontak nomor yang tertera di formulir itu," jelas Vanilla dengan sedikit nada paksaan.

Michell antara mengangguk dan menggeleng secara bersamaan. Tapi, dia tetap menerima brosur itu dengan senyuman canggung.

"Untuk benefit dari club ini, gue jelasin setelah gabung!" Vanilla mengakhiri sesi promosinya dan memaksa Michell untuk mengambil brosur.

Setelah satu brosurnya berhasil mendarat di tangan mahasiswa lain, Vanilla tersenyum sumringah. Dia kembali memandangi area Gedung B UBB untuk mencari mangsa baru untuk dia ajak masuk ke club-nya itu.

Sesekali, Vanilla memeriksa ponselnya, memastikan jika saja ada orang yang sudah mengontaknya untuk gabung ke Jemanjing. Karena Michell bukanlah orang pertama. Vanilla sudah menyebarkan brosur pendaftaran club jemanjing ke beberapa mahasiswa.

Belum sempat dia memeriksa benda pipih di tangannya, Vanilla lebih dulu dikejutkan oleh kedatangan Sani.

"Percuma bege! Lo gak bisa menandingi Jemalicious buatan gue!" cibir Sani.

"Kita lihat aja nanti! Bye!" Vanilla langsung meninggalkan Sani. Di berjalan cepat ke dalam gedung.

"Lo mau ke mana Panili?!" Sani berteriak dari kejauhan.

"Terjun ke medan perang!" sahut Vanilla.

Medan perang yang Vanilla maksud adalah kelas Drama & Theater. Kelas yang lagi-lagi diajarkan Jema itu akan dilaksanakan sekitar 15 menit lagi. Vanilla segera melesat ke lantai 4, di mana kelas Jema berada.

Sambil menunggu kelas dimulai, Vanilla kembali menyebarkan brosur buatannya, berharap ada tambahan mahasiswa yang tertarik untuk gabung.

"Lho, Kak Vanilla. Lo ngulang matkul?" tanya Chacha yang baru saja masuk ke kelas. Gadis mungil itu memang mengenal Vanilla dari Sani. Sebagai Sekretaris Umum dari Jemalicious, Chacha juga sedikit-banyaknya mengetahui peperangan antara Vanilla dan Jema. Bahkan, Chacha sempat berspekulasi bahwa Vanilla benar-benar punya hubungan pribadi dengan Jema. Makanya, Chacha cukup heran saat melihat Vanilla ada di kelas Jema lagi.

"Kagak lulus gue semester lalu. Makanya ngulang lagi," tutur Vanilla asal.

"Widih, semangat ya kak! Untung dosennya ganteng ya. Ngulang ratusan kali pun gak terlalu rugi," timpal Chacha.

Gak terlalu rugi mata lu sipit, batin Vanilla bergumam.

"Lagian, ada angkatan Kakak yang ikut kelas Pak Jema juga kok," ucap Chacha lagi.

"Iya sih! Tapi, kan mereka bukan ngulang. Emang belum ngambil aja," sahut Vanilla.

"Setidaknya, Kakak bukan satu-satunya angkatan 19 di kelas ini."

Obrolan kecil antara Vanilla dan Chacha akhirnya berakhir saat kelas dimulai. Keduanya langsung duduk di kursi masing-masing dan bersiap untuk kelas pertama mereka.

"Selamat Pagi," sapa Jema. Dosen muda itu baru saja masuk ke kelas. Seperti biasa, Jema tak pernah membawa apa-apa. Karena, semua isi buku sudah ada di dalam kepalanya.

"Pagi Je!" balas Vanilla tanpa sopan santun. Bahkan gadis itu menyapa tanpa embel-embel Pak atau Bapak. Vanilla sudah terlanjur memiliki kesan jelek bagi Jema, jadi Vanilla pikir lebih dia jelek aja sekalian, biar gak tanggung-tanggung.

Jema tertegun saat melihat Vanilla duduk di dalam kelasnya. Entah kiamat apa yang kali ini Vanilla bawa untuk Jema. Dia berdeham kecil sambil berjalan ke depan kelas.

"Okay, kita mulai saja kelas hari ini. Karena sekarang adalah pertemuan pertama kita untuk kelas Drama & Theater, ada beberapa kontrak kelas yang harus kalian patuhi selama berada di kelas saya," jelas Jema.

Semua mahasiswa di sana sibuk menyimak ucapan Jema, berlainan dengan Vanilla yang malah sibuk dengan ponselnya. Tak jarang juga bibirnya bergerak mencang-mencong, menirukan ucapan Jema tanpa suara.

"Pertama, telat lebih dari 10 menit, kalian tetap boleh masuk, tapi tidak dianggap sebagai kehadiran. Kedua, bobot nilai UTS 50% dan UAS 50%. Ketiga, jika ada izin atau keperluan dengan saya mengenai mata kuliah ini, hubungi melalui email. Saya tidak menerima pesan pribadi apalagi pesan berisi ketikan Typo!"

Mendengar kata Typo, Vanilla langsung menatap Jema. Ternyata, Jema juga tengah menatapnya. Terlihat sangat jelas, kalau ucapan Jema itu tertuju langsung untuk Vanilla.

Vanilla menelan ludahnya dengan kasar. Tapi, Jema tetap kokoh dengan aturan dan kontrak kelasnya di depan sana.

"Terakhir, jangan harap saya akan meluluskan mahasiswa yang tidak memiliki sopan santun, apalagi mahasiswa yang berani menunjukkan jari tengahnya!"


BERSUMBANG 😭

TYPOLOVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang