06. Tebus Murah

2.9K 395 14
                                    

Duakkk!!!

Bughh!!

Vanilla tak henti menendang-nendang meja Jema dengan frutasi. Bahkan meja dosen muda itu sudah berantakan karena ulah Vanilla. Kertas dan alat tulis sudah berceceran di mana-mana. Bahkan, buku yang tadinya tersusun rapi, kini sudah ada lantai dan kolong meja.

Tapi detik kemudian, gadis itu malah tertegun. Dia mengerjapkan matanya beberapa kali sambil menatap sekeliling ruangan.

"Eh, tunggu sebentar. Di ruang dosen ada CCTV gak sih?" Vanilla bermonolog sendiri. Dia khawatir jika saja kelakuan gilanya saat ini terekam oleh kamera pengawas.

Tak mau menimbulkan masalah baru, Vanilla buru-buru merapikan meja milik Jema dengan cepat. Gadis itu begitu gencar memunguti setiap benda yang berserakan di bawahnya. Akan menimbulkan perang dunia ketiga jika Jema mengetahui buku-buku kesayangannya dalam keadaan berantakan seperti ini.

Dengan hati yang mulai was-was, tangan Vanilla mulai menjangkau buku-buku yang tebalnya hampir 5cm itu. Dia sampai masuk ke kolong meja untuk mengambil buku yang entah bagaimana ceritanya bisa terbang ke sana.

"Ngapain kamu?"

Pertanyaan dari Jema sukses membuat Vanilla belingsatan di tempatnya.

Jedug!

"Awwww!"

Vanilla meringis kesakitan saat kepalanya yang berharga berciuman dengan ujung kaki meja. Dia mengusap kepala sambil bangkit dari posisinya. Gadis itu tiba-tiba membeku saat mendapati Jema sudah berdiri di hadapannya dengan tatapan tajam yang begitu mengintimidasi. Tapi, Vanilla tetap memberanikan diri untuk tersenyum sambil menatap dosen berbadan atletis itu.

Meski kikuk, Vanilla tetap nyengir watados. Perlahan, dia mulai meletakkan setiap buku yang dipegangnya di atas meja Jema. Dia usap buku itu sekilas. Setelah mencium tangan Jema, Vanilla langsung berlari ke luar ruangan. "Maafkan saya, Pak Jema!" teriaknya.

Jema tertegun melihat kelakuan aneh Vanilla. Pria itu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, tak habis pikir dengan mahasiswa tak bermoralnya itu.

Jika di kelas, sebenarnya Vanilla tergolong mahasiswi yang dibilang rajin enggak, dibilang nakal juga enggak. Biasa aja gitu. Ada tugas Vanilla kerjakan tepat waktu, meski kadang mepet. Soal kehadiran juga cukup rajin, meski tetap sering mengambil jatah bolos.

Hal itu sebetulnya cukup untuk Jema bisa meluluskan Vanilla di mata kuliahnya dengan predikat B-. Tapi, ketikan Typo Vanilla benar-benar menorehkan dendam pribadi bagi Jema. Sampai sekarang Jema masih di-skors. Setiap kegiatannya masih tertunda hingga tahun depan.

Karena Jema sangat menjunjung tinggi keadilan, sebelum skorsing dia selesai, dia tidak akan pernah meluluskan Vanilla dari mata kuliahnya.

"Enak aja dia mau lulus dengan mudah!" Jema bermonolog sendiri. Dia tak terima jika harus menanggung malapetaka dari ketikan typo itu sendirian. Jika Jema dirugikan karena typo Vanilla, maka Vanilla yang seharusnya lebih banyak menanggung kerugian itu.

Bagaimanapun ceritanya, Vanilla adalah dalang dari semua skrosing yang Jema terima sekarang. Itulah hal yang Jema yakini saat ini.

Lelah memikirkan nasib skorsing-nya sendiri, akhirnya pandangan Jema berakhir pada tas kecil yang tergeletak di atas mejanya. Jema yakin tas kecil berwarna putih itu milik Vanilla. Karena, di dalamnya masih ada sebotol minuman rasa matcha yang sempat Vanilla tawarkan tadi.

Jema ambil tas itu. Untuk pertama kalinya, Jema terlihat tersenyum sumringah. Padahal, dosen berwajah bak balok es itu, hanya tersenyum alakadarnya selama di kampus. Bahkan para mahasiswa ragu jika Jema memiliki hati manusia.

Pria itu duduk di depan mejanya sambil memeriksa setiap isi dari tas kecil itu. Satu persatu, setiap benda itu dia keluarkan dari tempatnya. Di sana ada botol minuman, dompet kecil, kunci motor, kartu parkir, KTM, lipstik, ponsel berserta power bank, dan sebuah rokok elektrik.

Senyuman Jema makin merekah. Dia jejerkan setiap benda itu di atas mejanya. Dia susun benda demi benda itu bagaikan seorang pedagang yang tengah memamerkan dagangannya di etalase toko. Setelah mengambil beberapa foto, Jema langsung mengetikan sesuatu di ponselnya.

Di tempat lain,

Vanilla kebingungan saat menyadari tas kecilnya sudah hilang dari peredaran. Dia raba seluruh tubuhnya untuk memastikan kalau tas itu benar-benar tak ada di sana.

"Anjing, tas gue mana?!"

Seingat Vanilla, beberapa waktu yang lalu tas kecil hasil dari Shopee pay later-nya itu masih melintang di badannya. Tapi, sekarang sudah pergi entah ke mana.

"Mana belum lunas! Arghhh..."

Vanilla mengerang frustasi. Tapi, bukan itu yang Vanilla khawatirkan saat ini. Semua benda berharganya ada di sana, termasuk dari dompet dan kunci motornya.

Tak berpikir panjang, Vanilla kembali menyusuri setiap tempat yang sempat dia singgahi. Mulai dari toilet, lobi kampus, parkiran, sampai kantin kampus yang ada di basement.

Hampir satu jam gadis itu mencari keberadaan tasnya. Tapi, tas kecil berwarna putih itu tak dia temukan. Tinggal satu tempat yang belum Vanilla jamah, yaitu ruangan dosen.

Malas sebetulnya jika harus kembali ruangan itu lagi. Dia ogah untuk bertemu Jema lagi. Ogah bercampur takut sih, kalau boleh jujur. Tapi, apa boleh buat. Vanilla kembali berjalan ke gedung FIB. Langkah kakinya begitu malas dan terkesan sengaja diseret hingga menimbulkan suara tak nyaman di setiap langkah kakinya.

"Vanilla!"

Mendengar namanya disebut, Vanilla langsung menoleh. Tak jauh dari tempat Vanilla berdiri saat ini, Sani berlari dengan napas yang terengah-engah. Gadis berbadan semok itu bahkan berlari sekuat tenaga untuk menyamai langkah kaki Vanilla.

"Kenapa lo?!" sungut Vanilla.

Sani sempat-sampatnya menyeruput kopi terlebih dahulu. Kopi yang ada di tangannya sejak tadi dia teguk dengan penuh kenikmatan. Sampai-sampai jari kelingkingnya ikut terangkat saat mengangkat cup kopi itu.

"Ahhhh...." Sani memegang bahu Vanilla dengan erat. "Waktu lo tinggal 5 menit lagi?!" teriaknya dengan suara menggelegar.

"Apaan sih?" Vanilla sangat tak suka dengan Sani yang bicara tanpa ada introduction terlebih dahulu.

"Waktu lo 5 menit lagi, sebelum tas lo berserta isinya bakal ditebus murah sama si Buroq!"

"Apa sih?!" Vanilla makin tersulut karena dia tak mengerti dengan ucapan Sani yang begitu gak jelas apa maksud dan tujuannya.

Sani buru-buru menyodorkan ponselnya dan menunjukkan room chat kelasnya. "Baca sendiri!"

Sambil mencebikkan bibirnya, Vanilla mulai baca setiap pesan yang ada di sana. "Anjir tamat riwayat gue! San, cepat pesan nisan yang paling bagus buat gue!"

_____________________________________

LINE GRUP
IG19B + Pak Jema

| Jema
Send a picture

| Siti
Itu bukannya
KTM punya Vanilla
@Vanilla

Sani |
Iya anjir,
Itu punya si panili!


| Buroq
Pak Jema, pod nya
Saya tebus murah
deh, sabi kali?

Sani|
Najis begete!
Sokab lo @Buroq


| Acil
Punya siapa tuh?

| Naya
Ngerokok dan bawa rokok
ke kampus kena point kan?

|Siti
@Naya Iya kena point, Nay.
Pak Rektor ngeluarin
aturan baru soal rokok.

| Jema
Dalam 1 jam tidak diambil,
saya lempar ke Direktorat
Kedisiplinan.

_____________________________________

BERSUMBANG 🤧

TYPOLOVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang