02 : Gadis Yang Sama

505 65 2
                                    

"YUUUUUUU!!!!"

Eira berteriak dibalkon kamarnya memanggil Bayu namun pemuda itu tak menyahut.

Batu kerikil yang sudah gadis itu ambil didepan rumah sengaja ia taruh dipot bunga sana agar gadis itu mudah memanggil sahabatnya.




Pletak.





Tidak hanya sekali, namun berkali-kali sampai akhirnya Bayu keluar menuju balkon kamarnya.

"Apa Eira?! gue baru balik dari mesjid" katanya, masih memakai sarung lengkap dengan pecinya.

"Yu, lo harus tau"

"Apaan?" balas Bayu tak minat.

"Tadi ditaman, gue ketemu cowok gantenggggggg!!!!!" ucap gadis itu menggebu-gebu sudah jingkrak-jingkrak bahagia.

"Widihhh, pantes langit malam ini bintangnya banyak, besok pasti panas nih" kata Bayu menyeletuk asal.

Eira mendelik, tapi masa bodo kembali tersenyum bahagia.

"Namanya Asa, bagus kan Yu?"

"Iya bagus, Asa-lkan kau bahagia"

Kembali, Eira mendelik, "Serius dong Yu, ini setelah sekian lama gue baru nemu pujaan hati"

"Jangan serius-serius Ra, masih kecil"

"BODOAMAT"

"Berisik anjir"

Eira mingkem, baru sadar jika saat ini sudah menunjukkan jam 7 malam.

"Dia pinter lukis tauuuuuu liat nih bagus banget" Eira menunjukkan layar ponselnya.

"Orange banget kayak jeruk"

Oke, kesabaran Eira habis, gadis itu kesal bukan main sedari tadi karena respon pemuda itu.

Eira mengambil batu kerikil, kali ini bukan melamparnya ke jendela melainkan kepada Bayu yang mengaduh.

"Sakit Ra! aduh, edan woy!" Bayu menghindari serangan, mundur perlahan kemudian kembali memasuki kamar, pemuda itu menjulurkan lidah meledek tepat sebelum jendela kamarnya ditutup.

"BAYU SIALAN!!!"






—🧚‍♀—







Aksa mengernyit mencerna email baru yang dikirim oleh ayahnya, pemuda itu menggaruk kepala yang tak gatal kemudian mendesah lelah.

Aksa melirik lemari besar dikamarnya kemudian mengeluarkan kanvas lengkap dengan alat-alat untuk melukis.

Kala lelah, yang ingin Aksa lakukan hanya melukis.

Ia jarang berbicara dan bahkan sulit bersosialisasi sebab sedari kecil sudah tak pernah diperbolehkan kesana kemari.

Teman Aksa tak banyak, hanya dua sepupunya serta Biru dan Julian yang memang dekat dengan keluarganya.

Senyum simpul Aksa sunggingkan kala lukisannya selesai, ia tak tau siapa yang ia lukis kali ini, karena pemuda itu hanya menggerakkan tangannya sesuai apa yang otaknya fikirkan.

Yang jelas, lukisan Aksa kali ini bukanlah senja orange atau muda-mudi berpasangan, melainkan seorang wanita.

Aksa bahkan mengernyit sendiri, berfikir siapa wanita dilukisannya.

Tidak asing namun ia tak mengenalnya.









—🧚‍♀—






17.43

Waktu favorite Eira, karena dengan begitulah ia bisa bertemu pemuda itu.

Semenjak pertemuan pertamanya dengan pemuda itu, ia jadi sering sengaja duduk diam ditaman.

Eira yang biasanya hanya menikmati senja dibalkon kamar, kini malah berjingkrak bahagia sesekali bersenandung sambil berjalan.

Eira menoleh kesana kemari melihat jalanan padat sore ini, gadis itu mengernyit karena tak biasanya seramai ini.

Setelah membeli sate yang akan ia makan nanti malam, gadis itu melipir ketaman yang ia lewati, duduk sejenak menikmati senja.

Dalam hati berdoa agar kembali dipertemukan dengan sitampan pemilik senyum menawan.

Matanya tak sengaja menangkap satu sosok pemuda dibangku seberang sedang menunduk diam fokus pada buku gambar dengan tangan kanan bergerak menari disana.

Eira tersenyum, ia masih ingat dengan jelas wajah tampan pemuda itu serta satu nama yang akhir-akhir ini terlintas dibenaknya.

"Asa"

Tepat saat Eira masih memperhatikan, pemuda itu juga menoleh padanya hingga tak sengaja membuat keduanya saling pandang.

Eira tertegun, agak salting tapi setelahnya gadis itu tersenyum hingga membuat pemuda itu ikut tersenyum menunjukkan lesung pipi menawannya.

Tak ada yang tau detakan cepat seperti pacuan kuda yang Eira rasakan kala meliht senyuman itu.

Ketar-ketir hingga membuatnya gemetar.




Gak usah senyum sumpah, Asaaaa!! lo tuh ganteng bangetttttt





Aksa mengingat lukisan yang ia buat tadi malam kemudian kembali mengingat wajah gadis yang akhir-akhir ini sering ia lihat ditaman.

Sore saat Vio—gadis kecil yang selalu menyuruh Aksa melukis untuk kembali menyulap kanvasnya menjadi sebuah maha karya, Aksa melihatnya.

Melihat Vio berbicara dengan gadis itu.

Gadis yang ia lukis tadi malam, yang ia lihat berbicara dengan Vio, serta yang saat ini tersenyum padanya.

Adalah gadis yang sama.

"Jadi, dia?"







—🧚‍♀—










Tangerang, 27 Juni 2022












Orange √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang