11. Siluman yang Serakah

118 13 0
                                    


~~~°°°~~~

Udara begitu lengang. Ruang tamu terasa kosong nan hening. Mada terpaku. Di hadapannya, seorang gadis menatap dengan penuh harap.

"Jadi..., bagaimana, pak?" tanya Pitaloka dengan lirih dan berhati-hati.

Sudah setengah jam sejak Pita datang dan memperkenalkan diri. Sekarang sudah pukul tiga menjelang sore. Pria yang tampak berusia 30 tahunan itu, belum menanggapinya sama sekali.

"Namamu tadi siapa?" tanya Mada sekali lagi.

"Pitaloka, pak."

Sepintas ingatan terlintas di benak sang mantan Patih. Mada terbawa pada 663 tahun yang lalu. Ia tidak pernah melupakan nama dan wajah gadis itu. Pitaloka, Puteri Galuh yang bunuh diri karena peperangan yang dimulai olehnya.

"Kapan kau bisa mulai bekerja?"

Pitaloka mendekat tidak percaya. "Apa itu artinya saya diterima, pak?"

Mada mengangguk.

Sontak Pitaloka terlonjak dengan semangat yang berapi-api. "Besok! Saya bisa bekerja mulai besok, pak!! Saya janji, saya akan bekerja dengan segiat dan sekuat tenaga!!"

Mada tersenyum dan mengangguk-angguk. "Mohon kerjasamanya ya..., Pitaloka."

Mulai hari itu, Mada merasa ia harus menjaga gadis tersebut, memastikan masa depannya, dan melihatnya hidup hingga menua. Begitulah satu-satunya cara bagi Mada untuk menebus dosa-dosanya pada Pitaloka di masa lalu.

~~~°°°~~~


"Uwaah, rumah om kece banget! Sumpah!"

Malam ini adalah kali pertama Rifan berkunjung ke rumah baru Mada. Di hadapan meja makan yang bundar nan lebar itu, ia tampak begitu takjub. Rifan jadi merasa harus mengatur ulang tatanan di rumahnya.

Mada yang duduk berhadapan dengannya di seberang meja, hanya melipat kedua tangan dengan penuh kebanggaan.

Mereka tak butuh asisten rumah tangga. Gelas piring di meja dapur, melayang-layang dan mendarat rapi di meja makan dengan sendirinya. Begitu juga dengan kedatangan tisu dan sapu tangan. Yang Mada lakukan hanya mengeluarkan sedikit dari kekuatannya.

"Silakan dinikmati," ucap Mada dengan gaya royal bak bangsawan.

Berbeda jauh dengan ekspresi kecewa Rifan saat ini. Hanya terhidang sepiring acar di sisinya. Sementara di sebelah Mada, terpampang lima piring dengan bermacam menu yang amat nikmat.

"Om," panggil Rifan agak ketus. "Kayaknya Rifan mau masak mie instan aja, deh."

"Masak saja. Pancinya masih di wastafel, belum dicuci," ucap Mada di tengah kesibukannya mengiris steak sapi yang mahal.

Rifan menghela nafas. Ia meletakkan sendok garpu di meja. Berdiri dengan mendorong kursinya cukup keras- agar Mada tahu betapa Rifan sangat membencinya.

Namun pada akhirnya, Rifan tetap mendarat di dalam dapur. Memasak mie instan. Memakannya sendiri. Dan yang tidak boleh dia lupakan, menyusun quotes tentang hidupnya yang menyedihkan.

"Benar apa kata nenek moyang. Jangan percaya pada siluman! Sesungguhnya mereka adalah makhluk yang paling serakah. Tapi itu kata nenek moyang temanku. Kalau nenek moyangku sendiri..., mereka justru melayani siluman."

Dasar siluman!!

~~~°°°~~~

Full Moon (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang