Putri Rinai dan Pangeran Awan

0 0 0
                                    


👑👑👑
Alkisah, tersebutlah seorang putri yang cantik jelita dari kerajaan Tirta Asri. Putri Rinai namanya. Berkulit putih dan bersih bak susu murni. Rambut sepinggang yang lurus dan hitam legam. Mata lentik dan indah yang membuat siapapun tunduk atas perintahnya.

Putri Rinai juga dikenal karena kebaikan dan hatinya yang lembut. Di kerajaan Tirta Asri, dia dipuja oleh seluruh warganya. Raja Kartowiryo dan Ratu Maharani pun sangat menyayangi dan memanjakannya.

Meski Putri Rinai dikenal baik, tapi ada satu sifatnya yang juga dikenal banyak orang. Yaitu sombong. Sifat ini berlaku untuk para lelaki yang mencoba melamarnya. Entah sudah berapa puluh kali Sang Raja menolak lamaran yang datang silih berganti.

Menginjak usianya yang sudah 25 tahun, raja dan permaisuri mulai khawatir.

Malam itu, baru saja mereka menolak lamaran dari seorang pangeran kerajaan tetangga.

"Kamu mau yang bagaimana, anakku?" tanya Sang Raja sabar.

Beruntung kerajaan yang dipimpinnya adalah kerajaan yang besar. Penolakan lamaran itu tidak berbuntut panjang pada peperangan.

"Aku belum mau menikah, Ayahanda." Putri Rinai yang sedang bermain dengan kelincinya merajuk. Seperti biasanya. Putri cantik itu selalu merajuk ketika orang tuanya membahas tentang pernikahan untuknya.

"Umurmu semakin bertambah, Cah Ayu. Ayahanda dan ibu ingin melihat kamu bahagia." Sang ibu yang juga ikut berunding, menimpali. Wanita sabar itu mengelus rambut indah putri semata wayangnya.

"Bersama Ayahanda dan Ibu, aku sudah bahagia. Banyak hal yang bisa kulakukan untuk kerajaan ini, yang membuatku bahagia," ujarnya membela diri.

Raja dan Permaisuri menghela napas. Mereka sudah tahu jika itu adalah jawaban yang akan diberikan oleh putrinya.

Pernah suatu ketika mereka mengundang seorang peramal. Untuk memastikan bagaimana masa depan sang putri.

"Susah, Gusti. Hanya Dewa yang tahu siapa jodohnya sang putri. Tapi yang saya terawang, sang putri akan berjodoh dengan orang istimewa setelah menghadapi sebuah kesulitan." Peramal itu menjelaskan secara gamblang tentang penglihatannya.

Waktu terus berjalan. Lamaran pun masih sering datang. Namun, semakin tahun, lamaran yang datang pun semakin berkurang.

"Putrinya sudah tua," bisik pangeran dari kerajaan sebelah.

"Putrinya sombong," ujar pangeran yang lain.

Ya, seluruh pangeran di pelosok negeri sudah tahu kebiasaan dan perangai Putri Rinai. Mereka yang berniat melamar pun perlahan mundur. Meski masih saja ada yang mencoba peruntungannya.

Sekarang putri sudah berusia tiga puluh tahun. Usia yang sudah matang untuk menikah. Tak terlihat risau sedikitpun di wajah sang putri karena belum menikah. Dia selalu sibuk ikut membantu sang ayah mengurus kerajaan. Tak jarang dia bahkan ikut ke medan perang, menghadapi pemberontak. Waktunya banyak tersita untuk rakyatnya.

"Aku takut lebih mencintai rakyat dan kerajaan ini daripada mencintai suamiku kelak, Ayah," ucapnya suatu hari. Saat itu Putri Rinai baru saja pulang dari peperangan bersama para prajurit pilihan. Tangannya merah, terkena darah para penjahat. Beberapa luka di tubuhnya, dibersihkan sendiri.

Akhir-akhir ini memang banyak pemberontak yang mencoba menyerang dan membebaskan diri dari kerajaan Tirta Asri. Bukan tanpa alasan. Raja yang sudah semakin sepuh serta bantuan dan pengaruh dari beberapa pangeran yang pernah ditolak Putri Rinai, menjadi alasan terbesarnya. Merasa bersalah, Putri Rinai berjuang demi ketentraman kerajaan, seperti dulu.

Hingga sampailah pada saat yang sangat sulit. Berbagai masalah datang silih berganti. Kemarau panjang menjadi akar permasalahannya. Jika kemarau pada tahun sebelumnya hanya berlangsung dalam hitungan bulan, maka kemarau tahun ini berlangsung hingga nyaris dua tahun lamanya.

Magic WordsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang