"Sometimes its not about waiting. Its now or never will. "
Melisa melihat kearah jam tangannya sambil menggerakkan kaki tidak sabar. Ia terus mengecek ponselnya sambil sesekali meneguk es cappucinonya. Kepalanya menatap kanan kiri, ikut tidak tenang. Matanya terus memperhatikan pintu dan berharap temannya cepat tiba.
Jujur, Melisa tidak suka perasaan seperti ini. Ia tidak suka perasaan menunggu sesuatu. Entah kenapa, hal seperti ini akan membuat hatinya akan terus berdegup kencang—seperti sedang menunggu sesuatu yang besar layaknya pengumuman kelulusan atau pengumuman lainnya. Jantungnya selalu selemah itu dan seberlebihan itu dalam perihal 'menunggu'.
Melisa menghela napas dan mengambil ikat rambut yang ia simpan dalam tas kecilnya. Ia menarik rambut terangnya dalam bentuk cepolan asal dan terus berdoa agak sosok yang ia tunggu itu cepat datang.
...dan ketika sosok wanita berambut panjang pas dibawah bahu melambaikan tangan kearahnya, ia langsung merasakan listrik tersambung diseluruh tubuhnya. Rasa lega menyelimuti tubuhnya dan bebannya terangkat.
"Glenna!!!!" teriak Melisa sambil memeluk wanita yang berambut pendek itu. Glenna adalah wakil direktur tempat Melisa bekerja sekaligus teman baikknya. Saat ia memeluk Glenna, wanita itu pun langsung melingkarkan tangannya di bahu Melisa.
"Gila! Honeymoon lama banget! Gue kira lo pindah tau ke Jepang!" seru Melisa lagi.
Glenna tertawa ramah lalu melingkarkan lengannya di tangan pria berawak tinggi yang mempunyai mata biru yang dalam. Ketika mata Melisa bertemu dengan pria itu, ia langsung membuang muka. Pria itu terkekeh, "What's wrong? Did I do something wrong?"
Melisa menggelengkan kepalanya, "No, not at all. Its just...you know... its too dangerous for me," Melisa berdeham dan tersenyum kecil, "Nanti saya tenggelam dimata anda, Tsutsui-san," canda Melisa.
Glenna mengangguk setuju, "Benerkan! Aku udah bilang, kamu harus pakai kacamata hitam setiap saat!" gerutunya sambil merogoh tas—mencari kacamata hitam—lalu memasangkan kacamata hitam pada suaminya, Tsutsui.
Melisa yang mulai merasa menjadi 'nyamuk', langsung berjalan cepat dengan maksud tidak mau menganggu.
Hari ini, ia memang dimintai tolong oleh Hugo—direktur kantor—untuk menggantikannya menjemput sepasang sejoli ini. Hugo mengatakan bahwa ia mau memesan tempat untuk memberikan pacarnya surprise karena besok adalah hari ulang tahun pacarnya. Melisa yang sudah bekerja sama dengan Glenna dan Hugo selama satu tahun ini tidak punya niat menolak. Lagipula menjemput Glenna dan suaminya bukan hal yang merepotkan. Ia juga cuman perlu duduk di kursi sebelah supir saat dimobil dan menunggu kedatangannya Glenna.
Hanya itu yang mengganggu dirinya, menunggu. Sendirian dengan semua ketidakpastian.
"Gue kaget loh, Mel," celetuk Glenna—yang langsung membangunkan Melisa dari lamunannya—dan Melisa melihat kearah Glenna bingung. "Iya, gue bingung kenapa Hugo bilang lo yang mau jemput gue. Kan, sebenernya kalau Pak Sutedja sendirian juga kita nggak kenapa-kenapa, ya hubby?"
KAMU SEDANG MEMBACA
I Dated a Guy in a Band
Fanfiction"Ih, lihat deh si Melisa. Rambutnya pirang, badannya kurus... gue udah yakin dia bukan orang yang bener!" Itulah image yang menempel pada Melisa sejak ia lulus dari SMA. Semuanya memutuskan untuk memberinya label 'Wanita tidak benar' hanya karena wa...