Untuk sesaat, tidak ada satupun orang yang berbicara setelah Melisa mengutarakan bahwa perusahaannya menginginkan Huwila untuk mengadakan konser dua kali di kota yang berbeda. Tidak satupun dari mereka—staf Huwila—yang melihat kearah Melisa dan ini berhasil membuat jantung Melisa berdegup sangat kencang.
"Sebenarnya, jika kita mengikuti pattern schedule dari Huwila, kayaknya agak susah kalau kita sematkan jadwal ke dua kota di Indonesia. Apakah satu kota besar saja tidak cukup?" ucap salah satu representative.
"Betul. Tapi, jika kita melihat market dari Huwila, fans mereka itu sebenarnya sangat banyak dan belum tentu dari mereka semua bisa datang ke Jakarta. Jika kita buka di dua kota, akan ada kemungkinannya untuk penggemar Huwila bisa datang ke pilihan selain di Jakarta. Bagaimana?" Melisa mencoba menjelaskan apa yang dimau oleh Hugo.
"Begini, tur kedua kota itu terlalu ribet dan banyak perhitungan lebih yang harus kami pikirkan." Salah satu manajer Huwila menegaskan. Ia memijit pelipisnya lalu menatap Melisa dengan pandangan judgemental.
"Melisa-ssi? Apakah ada usul lain? Untuk jaga-jaga saja." Peter—salah satu staf konser yang pernah bertemu dengan Melisa di Jakarta—tersenyum seramah mungkin, tentunya berbeda dengan staf-staf lainnya.
Melisa membalas senyuman Peter lalu berdiri, "Sebentar saya akan coba telepon Hugo dulu. Permisi," ucapnya sambil mempersilahkan dirinya keluar dari ruang meeting. Melisa melihat kearah ponselnya dan ia tau, sekarang, pada detik ini, Hugo sedang mempersiapkan pernikahannya dengan Via. Tapi, Melisa tidak bisa memutuskan ini sendirian.
"Glenna... Hugo... anyone just please pick up your phone..." ia berjalan kearah tangga darurat dan mulai merasakan cemas luar biasa. ia membawa kakinya duduk disalah satu anak tangga dan mengatur napasnya perlahan. "Gue mohon... just one miracle for now."
PLAK!
Melisa mengangkat wajahnya dan menajuhkan ponsel yang daritadi ada digenggamannya. Ia menatap kearah bawah tangga dan menemukan sosok yang persis dengan Yuta. Pria itu terlihat baru saja terkena tamparan oleh salah satu wanita yang tidak ia kenali. Matanya memicing dan tangannya semakin gemetar.
Apa-apaan ini? Itu... apa benar itu Yuta? Tapi, kenapa sampai kena tampar?
"Kamu serius pas kamu bilang putus dua bulan yang lalu?" wanita yang ada didepan Yuta tersenyum sinis. Wanita itu melandaskan tangannya di dada Yuta sambil kembali mendekatkan badannya pada pria yang masih menunduk itu. "Kamu serius? Yuta?"
Bener. Dia beneran Yuta.
Tangannya yang gemetar tiba-tiba mengepal dan entah kenapa, Melisa tidak lagi bisa mengendalikan dirinya. Ia membuka mulutnya, "Yuta-ssi?! Disini rupanya?" ucapnya sambil menuruni anak tangga. Melisa membungkukkan lehernya untuk menyapa dua orang yang kini berjalan menjauh.
"Siapa?" tanya wanita itu lagi pada Yuta yang masih diam.
Tapi, Melisa kembali tersenyum, "Oh, saya Melisa. Staf baru dari Indonesia. Tadi saya disuruh Peter-ssi untuk cari Yuta. Mau bahas tentang konser katanya. Urgent."
KAMU SEDANG MEMBACA
I Dated a Guy in a Band
Fanfic"Ih, lihat deh si Melisa. Rambutnya pirang, badannya kurus... gue udah yakin dia bukan orang yang bener!" Itulah image yang menempel pada Melisa sejak ia lulus dari SMA. Semuanya memutuskan untuk memberinya label 'Wanita tidak benar' hanya karena wa...