PART 8 | I'M HERE!

3K 479 18
                                    


note: aku mau memasukkan kisah aku ke cerita ini deh, sekalian di cerita ini aku mau ngungkapin gimana pov aku buat orang yang paling aku sayang hahahaha. enjoyy ya!

8. I'M HERE!

Ada berbagai macam rasa sakit yang kini terkumpul di dalam hati Ashel. Dia tidak bisa menangis. Sama sekali tidak menangis. Tapi jelas, hatinya sudah hancur berkeping-keping melihat tubuh seorang yang sangat ia cintai terbujur kaku di depannya. Wajah tampannya yang selalu ia puji itu kini sudah membiru dan dingin. Kedua bola mata coklat yang selalu ia pandangi setiap malamnya kini sudah tak bisa ia pandang karena sang pemilik menutup mata untuk selama-lamanya.

"Maaf sayang, karena kita merahasiakan semuanya ke kamu."

Ashel sama sekali tidak mendengarkan ucapan sang Mama. Yang ia pikirkan, bagaimana caranya ia terbangun dari sebuah mimpi yang buruk ini?

Ashel beruntung memiliki Papa seperti papanya. Tapi sekarang dia harus kehilangan papanya itu.

Ashel juga pernah beruntung memiliki seorang tersayangnya seperti Zee. Tapi dia juga harus kehilangan manusia unik itu.

Lalu, untuk apa sekarang Tuhan masih memberikan kehidupan untuknya?

"Sayang, ayo keluar ya? Para suster mau urus Papa kamu. Kita antar Papa ke rumah barunya, ya?"

Ashel semakin sakit mendengar ucapan dari mamanya. Dia langsung keluar begitu saja tanpa mau memandang mamanya. Dia sesak. Dia sakit. Ingin menangis, tapi dia sama sekali tidak bisa menangis. Ntah mau apa dirinya ini.

Anin menatap kepergian anaknya. Dia menghapus air matanya yang terjatuh kembali kemudian tersenyum kepada suster yang ada diruangan suaminya.

"Urus semuanya ya sus, saya keluar, terimakasih," ucapnya dengan tegar lalu keluar ruangan.

Sementara itu di rumah sakit yang sama, Adel menatap kakaknya dengan tatapan yang cukup tajam. Dia cukup kecewa karena kakaknya itu bisa-bisanya menabrak seorang anak kecil.

"Makanya kalau berkendara itu hati-hati," omel Adel dengan wajah datar.

"Kakak udah hati-hati! Tapi tuh bocah aja yang nyelonong nyebrang enggak liat kanan kiri," bela Jinan yang duduk di sebelah adiknya.

"Lagian aneh. Bocahnya gak terluka parah, lo sampai bawa ke rumah sakit," jengah Adel.

Jinan terkekeh. "Ya mana tau ada luka dalam. Soalnya dia ngeluh sakit-sakit, Del."

Adel memutar bola matanya malas. "Ya jelas. Kakinya tergores. Itu tinggal lo kasih betadine atau obat biru terus kasih uang buat jajannya dia, udah, selesai semua masalah."

Jinan menggerutu. "Ya kan gue kira ada luka serius gitu," katanya dengan cemberut.

Adel menghela napasnya. Dia sudah panik setengah mati tadi, tapi ternyata tabrakan yang dimaksud kakaknya hanyalah tabrakan kecil. Huh. Dasar Jinan. Suka sekali melebay-lebaykan masalah.

Asik dengan rasa kesal pada kakaknya, Adel seketika tersentak ketika pandangannya menatap Ashel yang keadaannya sangat lusuh dan seperti, menangis?

Gadis yang satu sekolah dengannya itu terlihat berjalan menuju ke belakang rumah sakit, entah mau kemana.

"Eh kalau ke belakang, ada ruangan apa ya disini?" tanya Adel tanpa mengalihkan pandangannya pada Ashel yang berjalan cepat itu.

"Hm?" Jinan menoleh, kemudian membulatkan bibirnya. "Oh, taman sih. Di belakang rumah sakit ini ada taman, jadi pasien rumah sakit yang pengen hirup udara segar mah langsung kes-" ucapan Jinan terhenti karena adiknya tiba-tiba beranjak dan pergi.

SURAT UNTUK ASHEL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang