note: Halo, karena ini judulnya surat untuk Ashel, jadi cerita ini memakai pov Adel aja yaaa, paham dong pasti. Enjoyyy, ya semoga aja abis cerita ini tamat, bakal ada pov dari Ashelnya.
9. TELPONAN GRUP.
Hari ini pulang sekolah, Aku sudah melihat teman sekelas Ashel akan pergi ke rumahnya untuk menyalurkan rasa turut berdukacita mereka atas kesedihan yang dialami keluarga Ashel. Tapi menurutku itu bukan teman sekelasnya saja yang pergi. Soalnya tidak mungkin hanya teman sekelas karena itu banyak sekali yang akan pergi ke rumah Ashel.
Aku langsung melirik Mira yang menepuk pundakku dan berdiri di sebelahku.
"Mau ikutan?" tanyanya sambil memakan susu kemasan kesukaannya.
Aku menggeleng. "Rame," jawabku.
Mira mengangguk. "Ashel itu anaknya baik, ramah juga, makanya banyak temennya. Itu tuh bukan sekelasnya aja yang ikutan. Tapi hampir seluruh anak sekolah ini."
Aku sedikit terkejut mendengarnya. Namun karena aku teringat ucapan Mira bahwa Ashel memiliki banyak teman, aku sudah tak kaget lagi karena hal itu.
"Dari mukanya keliatan sih, ramah, terus nyambung ke siapa aja," ucapku kemudian tak sengaja menatap Olla dan Flora yang tergabung dalam barisan murid disana.
"Tuh dua orang ikutan?" Dengan dagu lancipku, aku menunjuk ke arah depan, bermaksud menunjuk kedua temanku yang aneh itu.
"Iya lah. Mereka juga kenal baik sama Ashel," kata Mira yang membuatku sedikit mengangguk.
"Lo? Gak ikutan?"
"Gak."
"Kenapa?"
"Gue tadi malam udah. Dan nanti sore bakal kesana lagi sama Mama gue. Soalnya Mama gue sama Mama Ashel temen deket."
Aku kembali mengangguk. Ya ya ya, hanya aku yang tidak memiliki alasan untuk ikut ke rumah Ashel. Keluargaku sama sekali tak dekat bahkan tak kenal dengan keluarganya Ashel. Aku juga bukan temannya. Kita juga beberapa kali berkomunikasi dengan aneh. Tapi baiklah, karena aku ada rasa kemanusiaan, aku akan mengirimkan pesan untuk Ashel saja nanti.
"Lo mau pulang gak ini? Gue mau nebeng."
Ucapan Mira barusan langsung membuatku menghela napas kasar. Gadis itu selalu saja begini. Minta nebeng. Sudah jarak rumahnya dengan rumahku sangat jauh lagi. Kalau dia mau membayar uang parkir ataupun uang bensin, ya aku mau saja mengiyakan tebengannya. Tapi ini?
"Iya bensin gue isi full ntar."
Wah sepertinya temanku ini memiliki kekuatan bisa mendengar isi hati orang. Syukurlah. Aku jadinya akan sering mengumpat atas tingkah lakunya kepadaku. Biar akunya tidak tertekan batin berteman dengan tiga bosnya iblis.
"Ayo." Jawabku lalu berjalan beriringan bersama Mira menuju parkiran.
o0o
Aku menatap layar ponselku sejak lima menit yang lalu. Aku tidak tahu apapun sosmed yang dimiliki Ashel. Namun tadi, saat aku membuka twitter, aku tak sengaja menemukan base sekolahku, dimana base tersebut mengumumkan berita duka Ashel. Dan disitu, terlihat akun twitter Ashel berkomentar yang isinya ucapan terimakasih darinya.
"Apa chat dari twitter aja?" tanyaku kemudian berpikir kembali.
Seperti yang dikatakan Kak Jinan kemarin, sepertinya aku sedang jatuh cinta. Kalian harus tahu. Aku anaknya sama sekali tidak perduli pada orang yang tak dekat denganku. Tapi Ashel berbeda. Ntah kenapa, aku ingin terus berkomunikasi dengannya walau hanya sekedar tatap-tatapan saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
SURAT UNTUK ASHEL
Teen FictionTerimakasih, Ashel. Atas kamu perempuan paling lucu yang aku kenal, perempuan kuat yang selalu mementingkan orang lain dibanding diri kamu sendiri, perempuan dengan senyuman paling indah itu. Dan Aku, orang kaku yang tidak bisa mengutarakan isi ha...