PART 16 | CAFE DAN DANAU

4.3K 443 46
                                    


16. Cafe dan Danau.




"Terus kamu gak ngobrol sama teman-teman kamu, Del?"

Aku mengangguk menjawab pertanyaan dari Ashel. Gadis itu sambil menikmati milkshake strawberry pesanannya, dia mengobrol denganku, berdua, di sudut cafe yang berada tak jauh dari lokasi sekolah kami.

"Nurut sama pacar."

Ashel tertawa. Dia menikmati milkshake-nya lagi kemudian menatapku dengan tatapan yang hangat. "Pinter banget, pacarnya siapa, sih?"

"Pacar orang."

Aku menjawab seperti itu tanpa melihat wajah Ashel. Karena fokusku sekarang teralihkan pada layar laptop yang menayangkan tugas-tugasku.

"Ya pacar aku lah, masa pacar orang."

Aku yang tadinya ingin mengetik sesuatu di laptop kini tak terjadi karena jawaban Ashel yang sedikit ketus. Aku melihatnya. Dia memasang wajah kesal, dengan bibir bawah yang dimajukan dan pandangan yang mengarah ke samping kanan.

Senyum tipis langsung tercipta diwajahku. Aku menggeser laptopku setelah mematikan layarnya, kemudian melipat kedua tanganku di atas meja sambil menatap dalam wajah cantik gadis berambut panjang yang menutupi seragam sekolahnya dengan cardigan berwarna coklat muda.

"Ashel, kamu kan orang juga, jadi gak salah jawabanku."

Wajahnya lekas menoleh begitu mendengar suaraku. Dia menatapku sinis, kemudian melipat kedua tangannya juga.

"Aku bukan orang. Aku ibu peri."

Aku terkekeh. "Yakin ibu peri?"

"Yakin. Aku kan baik, kayak ibu peri. Memang kayak kamu, jahat, ketua organisasi setan."

Aku terkekeh lagi. "Jahat-jahat gini juga keren tau, soalnya seorang ibu peri bisa jatuh hati sama aku, ya, gak?"

"Apa deh." Ashel mengibaskan rambutnya. "Siapa yang mau sama kamu? Ge-er!"

"Ya gak apa-apa sih, kalau kamu gak mau." Aku kembali meraih laptopku. "Mending ngerjain tug--"

"Ih Adel, kamu jangan ngerjain tugas deh, aku jadi dianggurin mulu nanti."

Aku tetap meraih laptopku. Membukanya, kemudian mengetik kembali tugas yang hampir selesai itu. Tidak peduli dengan Ashel yang sepertinya kesal denganku, aku tetap mengerjakan tugas itu.

Hampir lima belas menit ku lewatkan, akhirnya tugas itu selesai. Aku melirik Ashel yang kini asyik dengan ponselnya, namun wajahnya sangat sangat tidak menyenangkan seperti udara sore ini.

"Ashel."

Tidak ada sahutan, untuk panggilan pertamaku.

"Ekhem, Shel?"

Lagi-lagi tak ada sahutan. Aku menghela napasku, kemudian memanggilnya sekali lagi.

"Sayang? Can you focus on me?"

Ashel mengalihkan pandangannya padaku. Namun tangannya masih memegang ponselnya. Bahkan gerak-gerik tubuhnya juga tak berubah. Dia menaikkan alis kanannya ke atas, kemudian secara tiba-tiba gadis itu menepuk meja dengan pelan, namun berhasil membuatku terkejut.

"Jangan buat salting, aku lagi marah sama kamu!" katanya kemudian menutup wajahnya dengan ponselnya.

Aku terkekeh pelan lalu berdecih. "Lebay," kataku kemudian berbicara kembali. "Aku mau selesaikan tugas dulu biar bisa fokus seluruhnya ke kamu, Ashel. Aku gak nganggurin kamu."

Penjelasanku didengar oleh Ashel. Aku sengaja menjelaskan itu tanpa diminta, karena aku tahu, gadis itu harus diberi penjelasan dahulu baru bisa paham dengan apa yang kita rasakan atau kita berikan padanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 17, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SURAT UNTUK ASHEL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang