chapter 6

4.7K 87 0
                                    

Fasya membuka mata ia melihat langit-langit ruangan bernuansa abu-abu, berbeda dengan kamarnya ia langsung mengingat kejadian semalam.

"Hahh!." Sadar Fasya ia langsung bangun dan menatap semua sudut di ruangan yang rapi semuanya terkesan elegan.

"Ini di mana?." Monolognya.

"Iya, sepertinya hari ini saya tidak akan ke rumah sakit." Seseorang datang sambil menelfon, pria berperawakan tinggi memakai baju kaos putih dan celana hitam selutut tak menyadari kalau Fasya sudah bangun.

"Siapa?." Tanya Fasya takut-takut. Pria itu pun sadar lalu melihat Fasya.

"Kamu sudah bangun, tak ad yg sakit?." Tanya pria itu, raga.

"Iya, tapi..." Fasya berpikir sejenak lalu berdiri dan merapikan rambutnya.

"Maaf dan terimakasih atas kemarin malam, saya pamit." Ucap Fasya langsung berlari kecil keluar namun di tahan oleh raga.

"Mau kemana?." Tanya raga.

"Pulang." Jawab Fasya polos.

"Gue anter." Ucap raga, yah Fasya belum sadar bahwa itu adalah raga dokter yg memeriksanya Minggu lalu.

"Tidak usah pak, makasih." Ucap Fasya lalu keluar, namun raga hanya terlihat santai mengikutinya.

"Di mana kamu ambil luka-luka di tubuh mu?." Pertanyaan raga berhasil membuat Fasya berhenti di ruang tamu apartemen itu.

"Hah? Ini mksdnya em ini Fasya ke bentur." Bohong Fasya, ia tak mungkin mengatakan penyebabnya.

Drtttt....

Ponsel Fasya berdering ia langsung mengeluarkannya dari tas kecilnya, raga mendekat untuk mendengar percakapannya, Fasya hendak berbicara namun raga menyuruhnya diam dengan tangan di dekatkan di bibirnya.

Stttt....

" Haloooo, heh anak sial di mana kamu! Cepat pulang kamu telah membuat ayahmu sendiri rugii! Kali ini dia akan benar-benar membunuhmu!." Dian yg berbicara lalu menutup ponselnya.

"Siapa?." Tanya raga, Fasya melamun lalu di kagetkan oleh raga.

"Siapa?."

"Ah?, Itu.. ibu Fasya." Jawab Fasya, terlihat jelas wajah pucat Fasya yg sepertinya memikirkan perkataan ibunya, tapi kenapa ibunya seperti itu bahkan ayahnya? Akan membunuh anaknya sendiri.

"Saya antar ayo." Raga merasa ad hal yg aneh dan untuk pertama kalinya ia mengurus urusan seseorang seperti ini bahkan itu adalah wanita yaitu Fasya.

"Ngk usah pak, Fasya bisa sendiri." Tolak Fasya iya Fasya Masi agak ragu pada orang asing ini,menurutnya.

"Mau ketemu lagi sama pria semalam?." Pertanyaan itu berhasil membuat Fasya pasrah dan ahirnya mengikuti permintaan orang itu.

"Bapak ini siapa? Kok mau nolongin Fasya?." Tanya Fasya saat mereka berada di perjalanan.

"Raga." Ucapnya singkat dan padat, sebenarnya raga berharap kali ini Fasya mengingatnya namun harapannya pupus karna Fasya yg polos itu hanya mengangguk sepertinya ia benar-benar tak tau.

"Belok kanan?." Tanya raga.

"Iya pak itu yg di depan." Tunjuk ya pada sebuah rumah yg lumayan besar.

Mereka masuk ke pekarangan rumah Aditama Fasya memilih tangannya karna takut, saat mereka turun Aditama juga sepertinya akan ke kantor.

"Hhh ini dia anak sialan!, Dri mana kamu! Gara-gara kamu perusahaan rugi besar Andre tak mau bekerja sama dengan perusahaan! Kamu ini hanya bisa menyusahkan!. Oh atau jangan-jangan kamu jual diri pada laki-laki ini dan meninggalkan Andre yg baik! Hahhh!!." Maki Aditama dengan suara tinggi di depan Fasya, Fasya gemetar dan hanya menunduk.

"Kamu harus di beri pelajaran!." Aditama hendak menampar Fasya namun di tahan oleh raga.

"Anda tidak boleh menyakiti putri anda sendiri!." Raga mencoba tenang.

"Siapa kamu! Jangan urusi urusan saya pergi!" Uucap Aditama menatap raga dengan tatapan marah.

"Sini kamu!." Lagi-lagi Aditama melayangkan tamparannya dengan cepat ke wajah mungil Fasya.

PLAKKKKK......

Fasya menangis tersedu-sedu rasanya sakit sekali ia berharap bisa bertemu ibunya secepatnya.

"Dasar anak tak berguna mati saja kamu!." Ucap Aditama sangat kesal.

"Fasya akan ikut saya jangan pernah mengusiknya lagi!." Ucapan raga berhasil membuat Aditama menatapnya nyalang.

"Siapa kamu!! Ini anak saya, pergi sana!." Aditama menarik paksa Fasya untuk masuk, ia akan memanfaatkan Fasya untuk kepentingan pribadinya. Sejak dulu Aditama ingin mengusirnya namun Dina mengatakan bahwa Fasya akan bisa di manfaatkan nantinya.

"Berhenti!." Raga mendekat dan menarik Fasya.

"Ini saya akan mengambil Fasya." Raga lagi-lagi mengeluarkan cek sebesar 1 M kepada aditama.

Aditama yg melihatnya langsung berbinar dan segera mengambil cek itu, Fasya mematung melihat respon ayahnya. Ayahnya sendiri tega menjual anaknya.

"Dian!." Teriak Aditama, dian langsung keluar.

"Iya?."

"Bawa kemari pakaian anak ini sekarang dia bukan lagi anggota keluarga dan dia bukan anak saya!!!." Ucapan Aditama berhasil membuat Fasya menumpahkan air matanya, ia berlutut di hadapan ayahnya untuk memohon namun Aditama hanya menendangnya hingga ia tersungkur.

"Ayo." Raga membantu Fasya berdiri namun Fasya memberontak dan malah memukul raga.

"Hiks.....jangan..Fasya gk maju pergi!!! Bapak jahat!!! Fasya bukan barang!!!!." Unek-unek Fasya ia keluarkan dengan memukul dada raga yg tak melawan sedikit pun.

Barang-barang Fasya di bawa keluar oleh bibi, terlihat bibi menangis.

"Hiks....bi fasyaaa ngk mau prgi!!.". Tangis Fasya kembali pecah di pelukan bibi.

"Suuttt...sudah, lebih baik begini kamu tidak akan terluka lagi, bibi yakin orang itu orang yg baik." Ucap bibi menangkup wajah kecil Fasya yg sudah memerah.

Raga mengambil barang-barang Fasya dan memasukkannya ke mobil.

"Bibi akan sering menelfonji, pergilah hidup dengan bahagia." Fasya melepas pelukan bibi dan berbalik, raga sudah ad di depan mobilnya menunggu Fasya, lalu mereka prgi di mobil Fasya tak henti-hentinya menangis tanpa suara hingga ia tertidur.

"Halo, urus pembelian rumah di jalan bunga sari." Raga melenfon Dio, kemarin Dio mengusulkan agar membeli rumah yg lumayan bagus dan di sana juga kemungkinannya aman. Ia Akan membelinya untuk Fasya, karna tidak mungkin ia membawanya ke apartemennya jika, di sana Fasya akan aman dan raga juga bisa melihatnya karna dekat dari kantor.

"Tumben? Kesambet apa loh Nerima tawaran gue?."

"Gue jalan ke sana, suruh penjaga kompleks bawa kuncinya ke pagar. Nomor 32?." Ucap raga sesekali ia melihat Fasya yg tertidur pulas.

"Oke-oke sip dah."

Raga kembali fokus menyetir entahlah sejak pertama kali bertemu Fasya tahun lalu wajah kecil itu terus terbayang di pikiran raga hingga ia kembali di pertemukan, raga penasaran dengan gadis itu kenapa gadis itu bisa berpengaruh padanya apa alasannya melakukan semua ini untuk gadis itu.

30 menit ahirnya mereka tiba di rumah yg di beli raga, raga turun untuk membuka pagar dan mengambil kunci yg ad di dekat kotak surat, lalu memarkirkan mobilnya di garasi terlebih dahulu ia membuka pintu dan memasukkan barang² Fasya dan terahir raga menggendong Fasya ala bridal style masuk ke kamar yg ad di lantai 2, ukuran rumahnya tak terlalu besar hanya ad 1 kamar, 1 WC yg ad di dekat dapur, ruang tamu, dapur dan meja makan. Saat naik tangga kita akan langsung melihat kamarnya tak ad dinding yg menghalangi hanya ad tirai berwarna crime.

Raga meletakkan Fasya di atas ranjang yg muat 2 orang itu, ia melepas sepatu dan tas selempang Fasya dan menaruhnya di meja. Raga menatap wajah Fasya berapa tahun Fasya sudah melewati semua ini bahkan bekas lukanya Masi ad yg berbekas jelas.

Annyeong!!!!!

Lagi nicc?

Maaf lama up-nya soalnya sibuk guys, hehhee

Suka gk?

Doctors RulesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang