"Aku punya tangan jadi kamu nggak perlu sok perhatian bukain pintu mobil buat aku." Senyum Rani seketika hilang begitu mobil melaju menjauhi lokasi, suasana pun berubah menjadi tidak nyaman seketika, tadi begitu cerah sekarang begitu mendung dan suram.
"Aku cuma melakukan apa yang harus aku lakukan." Jawab Rangga datar, tadi Rani begitu ringan menggerakkan bibirnya untuk tersenyum tapi kini senyum itu lenyap.
Rani mendengus sambil membuang muka. "Apa kamu juga kayak gini ke ke semua temen perempuan?"
"Nggak," jawab Rangga cepat. "Aku kayak gini cuma ke ibu, Rinjani dan... Nindi, kamu karena kamu calon istri ku." Lanjut Rangga, ia mulai melajukan mobil.
"Aku nggak butuh," tukas Rani. "Aku nggak butuh diperlakukan kayak ibu atau Rinjani, nggak usah berperilaku seolah kamu pasangan yang baik." Lanjutnya cepat, tegas dan jelas. Rangga hanya bisa menelan ludah sambil meremas kemudi. Sebenarnya Rangga sendiri juga tidak mau tapi ia berusaha, karena bagaimanapun ini kenyataan yang harus dihadapi dan terima. Tapi ternyata Rani tidak berpikir demikian.
Sepanjang perjalanan mereka hanya diam, Rangga fokus mengemudi sementara Rani terus melihat keluar jendela sama sekali tidak mau menoleh pada calon suaminya.
"Aduh."
Hap
Rani sedikit kehilangan keseimbangan saat turun dari mobil karena hak sepatunya yang cukup tinggi, tapi Rangga langsung sigap menggamit pinggangnya agar tidak sampai jatuh.
"Kamu nggak apa-apa?" Rangga khawatir sungguhan.
"Nggak apa-apa, makasih." Gila, Rani malu sekali! Ia melepaskan dirinya dari rengkuhan Rangga lalu berdiri tegak dan berjalan biasa seolah tidak terjadi apapun.
"Kamu beneran nggak apa-apa?" Rangga khawatir karena cara berjalan Rani terlihat tidak nyaman. Kaki Rani memang sangat ngilu tapi ia tidak ingin menunjukkan itu pada Rangga apalagi ditolong olehnya.
"Nggak apa-apa, berisik banget sih." Sahutan Rani membuat Rangga memilih untuk diam saja. Mereka berdua melakukan fitting di dua tempat langsung dengan cepat tanpa ada yang buka suara sama sekali selain pada saat berada di butik. Sepanjang kegiatan kaki Rani semakin ngilu tapi ia tetap bersikukuh mengatakan tidak apa-apa.
"Kaki kamu beneran nggak apa-apa?" Rangga sejak tadi memperhatikan jalan Rani yang tampak tidak nyaman dan semakin lama malah terlihat tertatih.
"Aak!" Rani yang berjalan cepat karena menghindari Rangga malah terjatuh terjatuh lagi. Ya ampun, sial banget sih! Mau tidak mau Rani menerima uluran tangan Rangga, dengan tertatih ia berjalan sambil berpegangan erat pada lengan calon suaminya.
Rangga menyuruh Rani duduk dalam mobil sementara kakinya tetap terulur keluar, Rangga kemudian melepas sepatu Rani perlahan.
"Ssssshh..." Rani mendesis ketika Rangga menyentuh pergelangan kakinya.
"Sakit?" Rani bisa melihat Rangga khawatir, tidak dibuat-buat. Ia mengangguk sebagai jawaban.
"Aaak!" Rani memekik lagi dan semakin keras ketika Rangga mengurut kaki Rani dengan tekanan lebih kuat lalu menariknya sedikit.
"Sakit banget." Rani merengek lirih, kepalanya sampai mendongak ke atas saking sakitnya. Rangga mengurut lagi dengan perlahan, tangan Rani berpegangan pada sandaran kursi dengan erat. Perlahan rasa sakit dan ngilu nya berkurang, Rangga menggerakkan kaki Rani memutar perlahan.
"Masih sakit? Apa udah mendingan?" Rangga memastikan meskipun ia yakin kalau kaki Rani sudah lebih baik.
Rani menggerak-gerakkan kakinya yang tadi terasa kaku dan ngilu sekarang sudah lemas, "udah, udah nggak apa-apa kok." Ia segera menarik kakinya ke atas menjauh dari Rangga.
KAMU SEDANG MEMBACA
RaniberumahRangga
General Fiction*Ini hanya cerita klasik tentang benci jadi cinta.* Rani diputus secara sepihak oleh tunangannya dengan alasan tidak masuk akal tepat seminggu sebelum acara pernikahan mereka digelar. Namun demi melindungi ego dan harga dirinya yang tersakiti, Ran...