Prolog

1K 61 11
                                    

Seorang perempuan yang sebagian rambutnya berwarna abu-abu tampak sibuk menelfon sambil sesekali tertawa, raut bahagia sangat nampak di wajahnya. Suasana rumah juga ramai karena beberapa sanak saudara, cucu dan para keponakan sedang bercengkerama akrab dan hangat.

Seminggu lagi putri keduanya akan melepas masa lajang alias menikah. Undangan telah disebar, segala persiapan dan perlengkapan pernikahan juga sudah seratus persen selesai tinggal menunggu hari H saja.

"Naaah... Ini calon pengantinnya." Celetuk ayah begitu Rani masuk rumah, semua orang terlihat antusias dan senang.

"Ateu Rani!" Seru salah satu anak kecil yang tak lain adalah keponakannya, Xavier. Dia berlari kearah sang tante kesayangan disusul dengan si adik kembar Hana dan Hani.

"Halooo kesayangan ateu." Rani langsung memeluk mereka bertiga lalu memberikan sekantong besar makanan ringan pada mereka, tak ayal mereka langsung bersorak gembira.

"Tambah habis tuh gigi kamu kasih coklat sama permen terus dek." Protes mbak Mela kakak iparnya lalu mengecup pipi kanan kiri Rani.

"Hehehe sorry mbak.. Habis gemes banget jadi pengen beliin ini itu." Jawab Rani seadanya dengan perasaan yang begitu campur aduk.

Rani memperhatikan raut bahagia orang tua, kakak, adek, kakak ipar, sepupu serta om dan tante nya dengan tatapan sedih yang sangat berusaha ia sembunyikan. Tak tega rasanya, tapi mau bagaimana lagi.

Dia menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskan nya perlahan. Yaudahlah diomongin aja sekarang semua. Batinnya yakin diiringi emosi yang masih menggebu.

"Ehem." Rani berdehem untuk menghilangkan gugupnya, lalu duduk bersimpuh.

"Bunda, ayah, mas, mbak, adek dan semuanya." Rani sedikit mengeraskan suara supaya semua mendengar.

Dengan satu tarikan nafas, "mbak nggak jadi nikah, pernikahannya batal!" Ucap nya cepat, keras dan jelas. Dia langsung menghembuskan nafas keras setelah mengatakan nya.

Semua membeku mendengar kalimat Rani. Ponsel yang dipegang bunda jatuh dari tangannya, ayah langsung terduduk lemas di kursi. Suara para anak kecil yang dari tadi ramai pun perlahan mengecil karena para orang tua mereka semua diam, suasana jadi mencekam secara tiba-tiba.

"Maksudnya?" Bunda bertanya dengan mimik muka datar dan dingin.

"Y ya batal." Rani sedikit tergagap. "Mbak batalin pernikahannya karena mbak ngerasa udah nggak cocok sama Ardi."

Plak! Satu pukulan mendarat di kepala Rani. Ia sampai terhuyung ke depan akibat kerasnya pukulan bunda, matanya terpejam sebentar menahan sakit. Semua orang sampai ikut tersentak, sepupu dan keponakan yang masih kecil langsung digiring keluar meninggalkan mereka, pertengkaran tidak baik untuk penglihatan dan pikiran anak-anak.

"Bunda apaan sih! Nggak boleh pakek kekerasan bund, banyak anak kecil." Ia mengusap kepalanya yang sakit, Rani memprotes bunda dan itu dianggap sebagai perilaku tidak tahu diri.

"Masih berani protes kamu, masih berani protes." Rani otomatis menghindar ketika bunda memukuli punggungnya dengan keras.

"Udah bund udah, sabar." Danu kakak sulung Rani berusaha menghentikan bundanya sambil memeluk adiknya, sementara Asti si bungsu menenangkan ayah yang tertegun tidak tahu harus berbuat apa menghadapi masalah ini.

"Aduh jantungku yah, aduh aduh.." Asti pun menahan tubuh ibu yang akan ambruk sambil memegangi dada, Rani sebenarnya sedih melihat bunda dan ayah tapi harga diri di atas segalanya. Aku yang mutusin Ardi bukan dia. Nggak boleh sedih, pantang!

Halooo... sebelumnya aku mau minta maaf.... banget karena labil banget perkara cerita ini. Udah pernah publish eh unpublish.. terus publish lagi eh unpublish lagi.. huhu sumpah karena mandek banget otak aku dan ngerasa alurnya nggak jelas sama sekali.. 😖😖😭😭

Ini sekarang aku publish lagi, ada tokoh yang aku buang.. ada karakter yang aku ubah dan poin masalah juga aku ubah.. ya ampun maaf banget ya.. maaf banget 😖😖

Ini aku publish lagi sampai part 10 dulu

Sekali lagi maaf... 😖😖

RaniberumahRanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang