Part 4

259 33 10
                                    

Hoaaaaaaahmmmm... Rani menguap lebar sebelum duduk untuk melakukan peregangan ringan, dilihatnya langit sudah sangat cerah karena jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Salah satu enaknya jadi pengusaha, bisa bangun siang setiap hari lalu...

Tring tring tring... beberapa pesan masuk ke ponselnya, masih muka bantal Rani tersenyum melihat pesan dari penghuni kost yang mengirimkan bukti transfer pembayaran bulan ini. Yah itu saja enaknya, selain itu Rani harus terus memutar otak supaya usahanya tidak rugi, tetap bisa menggaji karyawan toko dengan semestinya, tidak menunggak biaya asuransi kesehatan, listrik, air, baik toko maupun kostan serta biaya operasional tidak boleh minus. Juga tetap bisa membayar cicilan, dari empat rukonya itu tinggal satu yang belum lunas dan juga cicilan yang tinggal dua kali bayar untuk keperluan membangun rumah kost dua tahun lalu.

Suara gaduh di lantai bawah membuat Rani segera membuang pikiran tentang tanggungan, segera ia cepol rambut, cuci muka lalu keluar kamar untuk menemui keponakan kesayangannya yaitu Xavier, Hana dan Hani. Hari Sabtu rumah orang tuanya selalu ramai karena semua termasuk ketiga cucunya berkumpul dan sudah menjadi tradisi ketika weekend mereka berkumpul.

"Nah ini tuan putrinya baru bangun." Sindir bunda begitu melihat anak keduanya muncul masih dengan piyama sedangkan ibu, bi Mirah dan Asti sudah heboh di dapur.

"Selamat pagi..." Sapa Rani tidak peduli dengan sindiran bunda, ia menyodorkan pipinya untuk meminta morning kiss pada bunda lalu pada ayah dan kakak laki-lakinya.

"Mbak Mela...." Rani menyodorkan pipinya untuk meminta kecupan selamat pagi.

"Good morning adek cantik." Sapa Mela dengan piring kecil berisi nasi dan lauk untuk menyuapi si kembar.

"Ututututu sayangnya ateu.." Rani meraih Hana dari kursi makannya lalu menciuminya dengan gemas membuat Hana tertawa keras karena kegelian, setelah Hana Rani ganti mengambil Hani dan melakukan hal yang sama.

"Xavier......" Rani berjongkok sambil merentangkan tangan dan si sulungnya Danu itu berlari ke arah Rani.

"Eugh...!" Rani sampai terduduk saat menangkap si gembul Xavier.

"Selamat pagi..." Rani menciumi seluruh wajah Xavier dengan gemas.

"Selamat pagi ateeu..." Balas Xavier lalu ia bercerita tentang mimpinya yang bersepeda dengan teman-temannya padahal dia belum bisa bersepeda.

"Xavier mau sepeda?"

"Mau ateu.." ia langsung melompat sambil bertepuk-tepuk penuh harap.

"Kita juga mau ateu..." Hana Hani sampai melorot dari gendongan sang ayah.

"Boleh... mau sekarang?" Rani ikut tak sabar ingin mengajak mereka beli sepeda.

"Eh eh eh, udah nggak usah dek... nggak boleh ya.. mama nggak ngijinin." Mela tegas menolak.

"Yaaaah mama..." raut wajah Xavier langsung berubah kecewa.

"Udah dek nggak usah, nanti makin manja makin banyak mau nya." Rani ikut kecewa dengan penolakan kakak iparnya.

"Nanti ada waktunya, dengerin kata mama. Udah ayo sini mamam dulu." Danu menggandeng Xavier sedangkan  Mela menggandeng si kembar untuk kembali ke kursi makan mereka. Yah, bagaimanapun orang tua mereka lebih tahu apa yang terbaik untuk anaknya.

"Buat adek aja uangnya mbak," sahut Asti bercanda. "Morning kiss buat adek mana?" Protes Asti yang dari tadi menunggu giliran tapi tidak kunjung dapat.

"Oh iya... good morning adek mbak yang paling pinter." Satu kecupan mendarat di pipi Asti lalu Rani memberi kecupan juga buat bi Mirah asisten rumah tangga di rumah orang tuanya yang sudah puluhan tahun bekerja di sana. Beliau bahkan lebih paham apa yang harus dilakukan ketika Rani sedih daripada bunda.

RaniberumahRanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang