Part 18

224 35 12
                                    

Bleph!

Rangga membenarkan letak tas ransel nya setelah menutup pintu mobil. Matanya menyipit ketika ada mobil lain yang parkir di dekat kantornya tapi Rangga memutuskan untuk tidak peduli.

"Nah itu orangnya mas." Suara Bagus langsung terdengar begitu Rangga masuk, ia bingung karena Bagus berdiri sopan diikuti dengan Ardi, ya Ardi! Kenapa ia ada disini?

"Ardi?" Mulut Rangga tanpa bisa dicegah langsung mengutarakan apa yang ada di kepala.

"Iya, apa kabar?" Ardi mengulurkan tangan dan disambut dengan senyum ramah oleh Rangga.

"Bisa minta waktu buat ngobrol sebentar?" Tanpa basa-basi Ardi meminta.

Rangga menggulirkan pergelangan tangan sebentar, "oke masih ada waktu, kita ke atas aja." Rangga setuju.

"Gus, tolong buatin kopi dua ya." Pinta Rangga yang langsung diiyakan oleh Bagus. Ardi mengambil beberapa paper bag besar lalu mengikuti Rangga ke lantai dua. Nada bicara serta sikap Rangga tidak berubah tapi dalam hati ia bertanya-tanya kenapa Ardi menemuinya? Ah ya lupa, bagaimanapun Rangga adalah suami Rani saat ini. Tapi bukannya sudah selesai urusan mereka? Kenapa masih harus menemui Rangga?

"Emmm, ada apa ya Ar?" Rangga langsung bertanya begitu mereka duduk, ia sampai tidak memberi kesempatan Ardi untuk sekedar menyamankan posisi duduk dan menarik nafas.

"Ada yang aku mau bicarakan sama kamu." Jawab Ardi sedikit kikuk.

"Bukannya masalah kamu sama istri ku udah selesai?" Belum sampai Ardi menyelesaikan kalimat, Rangga sudah menyahut lagi membuat Ardi kurang nyaman dibuatnya. Entah mengapa Rangga kesal melihat Ardi, apalagi mengingat dua hari yang lalu Rani terlihat kesakitan sampai tidak kuat berjalan gara-gara laki-laki di depannya ini.

Ardi menghela nafas panjang, ia sudah siap menjawab namun harus dijeda karena Bagus menyajikan kopi. "Menurut Rani sudah selesai tapi menurutku masih ada yang kurang." Jawab Ardi begitu Bagus pergi, ia mengangkat telapak tangan untuk menyuruh Rangga diam dulu karena suami Rani itu sudah siap menyahut lagi.

"Sebelumnya," Ardi lanjut berbicara, "terimakasih sudah menjaga Rani dengan menjadi suaminya. Aku terlalu pengecut sampai harus meninggalkan perempuan berharga kayak dia." Ungkap Ardi dengan helaan nafas berat. Rangga mengangguk cepat dan entah mengapa makin tidak sabar menunggu penjelasan selanjutnya.

"Kalau boleh jujur, dia emang jutek, ketus, suka cemberut dan cepet marah tapi ya itu daya tariknya." Ungkap Ardi lagi sambil tersenyum.

"Dia masih bikin kamu senyum sampai sekarang?" Tanya Rangga sinis.

"Iya dan seterusnya bakal kayak gitu, karena dia emang nggak ninggalin kenangan pahit sedikitpun."

"Tapi sebaliknya kamu ngasih dia kenangan pahit dan nyakitin." Tukas Rangga pelan namun menusuk, Ardi langsung tertunduk dan setuju dengan perkataan Rangga.

"Iya, aku emang salah."

"Terus? Kesini mau ngapain?" Rasa tidak sabar itu berubah menjadi kesal, ia terus teringat dengan pandangan kosong Rani yang terduduk memeluk lutut di balik pintu.

"Ini," Ardi mendorong dua paper bag mendekat ke Rangga. "Aku pengen minta maaf secara langsung tapi Rani nggak kasih ijin, jadi tolong kasih ini ke ayah sama bunda sebagai tanda permintaan maaf ku." Ungkap Ardi pada Rangga.

"Tapi jangan bilang kalau itu dari aku, kasih alasan apa aja yang penting niat ku minta maaf." Jelas Ardi yang membuat kening Rangga berkerut.

"Kenapa nggak kamu aja yang kasih langsung ke ayah bunda, sembunyi-sembunyi?"

RaniberumahRanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang