Selamat Membaca
***
Aruna yang sudah rapi dengan seragam sekolahnya datang kerumah Arjuna. Arjuna yang sedang mengelap dan memanaskan mobil di halaman depan hanya melirik sekilas pada Aruna."Hemm, Abang Juna." Sapa Aruna lirih pada Arjuna.
Dia sengaja datang kerumah Arjuna pagi-pagi sebelum berangkat sekolah hanya untuk meminta maaf pada laki-laki itu terkait pertengkaran mereka semalam. Setelah merenung semalaman, Aruna sadar jika sikapnya salah dan keterlaluan. Dia juga bersikap kirang ajar semalam pada Arjuna.
"Hemmm..." Jawab Arjuna dengan sangat acuh. Pura-pura tidak peduli dengan kedatangan Aruna. Aruna yang melihat reaksi Arjuna merasa cemas, tenyata Arjuna benar-benar marah padanya.
Saking cemasnya, Aruna sampai tidak sadar kalau sejak tadi tangannya sibuk meremas rok sekolah yang dia kenakan hingga kusut dimana-mana.
"Bang Juna marah ya sama Runa. Runa minta maaf ya." Ucap Aruna dengan lirih.
Arjuna hanya menghela nafasnya dengan pelan.
Tidak memperdulikan Aruna, dia justru pura-pura sibuk dengan kegiatan mengelap mobilnya.
"Runa ngaku salah. Semalam tidak sopan sama Bang Juna. Maaf ya," ucap Aruna lagi.
"Hemmm..." jawab Aruna dengan cueknya. Sedikit jual mahal, dia masih terlalu kesal dengan sikap Aruna semalam. Ingin melihat seberapa jauh Aruna akan berusaha menggapai maafnya.
"Jangan marah lagi ya, Runa janji tidak melawan lagi. Akan jadi adik yang patuh." Bujuk Aruna. Arjuna langsung menoleh pada Aruna, matanya menyipit kesal. Aruna langusung merasa khawatir, apa ada yang salah dari ucapan.
"Siapa yang mau punya adik Runa?"
Mendengar ucapan Arjuna, Aruna langsung murung. Apa semarah itu Arjuna padanya. Hingga tidak mau mengakuinya sebagai adik lagi.
"Yasudah kalau Abang Juna masih marah sama Runa. Runa mau pergi kesekolah dulu. Marahnya jangan lama-lama ya." Pamit Runa pada akhirnya.
Kemudian Aruna berjalan menjauh, dari Arjuna untuk pergi kesekolah. Meninggalkan Arjuna yang masih menatapnya dengan lekat.
Arjuna merasa kesal dengan hubungan yang terjalin di antara mereka. Kata abang dan adik, benar-benar membuat Arjuna muak. Dia tidak ingin hubungan seperti itu. Dia tidak ingin punya adik perempuan. Dia sudah punya Rinjani. Tidak ingin adik perempuan lain. Tapi tidak ada seorang pun yang faham maksudnya. Tidak ada yang mengerti dirinya. Tidak ada yang peka terhadap perasaannya.
***
Aruna berjalan dengan lesu di sepanjang koridor sekolah menuju kelasnya. Dia terus saja kepikiran dengan marahnya Arjuna. Aruna tidak suka dengan siatuasi tersebut, apalagi sikap Arjuna yang terkesan dingin. Lebih baik mengomel marah-marah, ketimbang sikapnya cuek seperti tadi pagi. Aruna benar-benar kesal."Run... Runa..." Aruna menoleh dengan malas saat mendengar seseorang memanggilnya. Saat di toleh ternyata Santi, teman sebangkunya dikelas.
"Kenapa San?" tanya Aruna pelan.
"Mikirin apa sih Run, tak panggil dari gerabang depan kok tidak dengar." Keluh Santi. Gadis itu sudah memanggil Aruna sejak ada di depan gerbang sekolah. Namun, sepertinya Aruna yang melamun sama sekali tidak mendengarnya.
Mendengar pertanyaan Santi, Aruna hanya menggeleng pelan.
"Kamu kenapa?" tanya Santi lagi. Saat melihat Aruna yang tidak bersemangat seperti biasanya.
"Tidak papa." Hanya itu yang Aruna katakan. Dia malas bercerita sama Santi. Toh, temannya itu juga tidak bisa memberi solusi apapun.
Sampai di depan kelas, Aruna melihat Arif yang sudah menunggunya.