Suara panci yang bergesekan dengan spatula, terdengar meriah meramaikan dapur di pagi hari. Kicau burung di ranting-ranting pohon pada jalanan komplek yang memang didesain se-asri mungkin, terdengar juga memenuhi suara pagi, menunggu terbitnya sang raja siang yang masih malu-malu bergerak dari ufuk timur.
Alam duduk di gazebo dekat gerbang keluar masuk komplek, tentunya bersama para bapak-bapak komplek yang baru saja selesai jalan-jalan pagi. Hanya jalan-jalan saja tidak joging. Ada enam orang di sana termaksud satpam komplek, seperti biasa, Alam lah yang paling sering menggunakan sarung di antara mereka semua.
Seperti pagi ini, Alam yang baru selesai sholat subuh langsung diusir oleh sang istri agar meninggal rumah karena gadis itu akan memasak. Aisyah hanya tak mau diganggu saat memasak oleh suaminya yang ia ketahui pandai memasak, itulah kenapa ia meminta Alam jalan-jalan saja dulu menghirup udara segar kota, dan saat keluar tadi Alam belum sempat mengganti sarungnya.
Alhasil dia ikut teman-temannya jalan-jalan di sekitar jalanan komplek dan jalan raya terdekat dengan sarung tetap menempel di tubuh.
"Bang Alam kayaknya nyaman banget ya pake sarung begitu? Saya kok pakai sebentar saja sudah pengen cepet-cepet ganti jadi celana," lirih salah satunya yang baru memperhatikan Alam jalan-jalan menggunakan sarung.
"Iya kamu mah ga usah disama-samakan dengan nak Alam, Rin. Nak Alam doyan sarungan, kalok kamu kan doyan pakai celana sobek kamu itu."
Salah seorang pria paruh baya menyahuti langsung ucapan Rino dengan gaya skakmat."Jiah diulti bapak sendiri, hahahahha... kasian...."
"Hahahaha...."
Gelak tawa terdengar dari perkumpulan itu. Lucu sekali mereka dengan hubungan anak dan bapak satu ini. Di saat orang tua akan menyanjung anak-anak mereka, si bapak malah menggunakan skill tiada tanding dan tiada bandingnya. Buktinya Rino mencebik kesal.
"Bapak mah, jangan begitu sama anak sendiri. Gini-gini anak Bapak lho, ya. Air mengalir dari atas ke bawah, kalau yang bawah keruh, coba cek di atas bagaimana, hmmm?"
"Owh jadi mau bilang kamu bar-bar begini karena ulah bapak!? Dasar kamu ini!!!!"
"Hahahaha ampun, Pak, ampun. Kan Rino tadi nggak ada ngomong begitu, yang ngomong malah Bapak sendiri hahahah...."
"Hahahaha...."
Lagi-lagi gelak tawa terdengar dari perkumpulan itu. Alam sendiri hanya terkekeh lucu mendengarnya.
"Eh, tapi aku setuju sih sama pertanyaan Rino tadi," sahut salah satunya lagi sembari menatap Alam, "aku juga sama nih, ga bisa sarungan lama-lama, suka melorot, Bang," aku pria itu menahan tawa karena tadi menertawakan Rino dan pastinya sekarang dia yang akan ditertawakan balik. Namun, beruntung saja semuanya tak menertawakannya seperti Rino tadi.
"Nah itu maksudku, aku bisa pakai tapi suka melorot," sahut Rino memperjelas ucapannya yang belum selesai tetapi sudah diulti bapaknya sendiri.
"Awal-awal memang sering begitu, Bang. Suka melorot, tapi lama kelamaan nanti bisa kok pasti. Dibiasain aja, nanti juga terbiasa sendiri, nyaman sendiri pakai sarung ke mana-mana. Aku sendiri sih karena lagi santai-santai makanya pakai, kalau kerja kan harus pakai celana juga."
"Owh gitu," dengan ekspresi polos sangat Rino dan Ihsan yang tadi bertanya mangut-mangut.
Banyak obrolan yang dibahas mereka, baik dari cerita pekerjaan, cerita kampus, cerita pengalaman jalan-jalan hingga cerita keluarga sekalipun dibahas dalam perkumpulan itu. Biasa, kalau nongkrong begitu pembahasan beraneka ragam, apalagi kalau yang nongkrong berjenis kelamin berlawanan dengan mereka, pastinya ramai seperti di pasar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rindu Untuk Aisyah 2
Teen FictionDua insan yang saling mencinta, yang selalu mengandalkan kekuatan jalur langit untuk saling memiliki, akhirnya disatukan dalam indahnya mahligai pernikahan. Namun, cinta saja tak cukup untuk melengkapi kebahagiaan rumah tangga mereka. Ujian pra ni...