Bab 6

114 6 3
                                    

    Pandangan yang bertemu dengan orang yang telah lama tak ia lihat membuat Azwan mematung di samping pintu mobil yang sudah terbuka tapi tidak lebar. Tatapan mereka bagai terkunci untuk tidak saling berpindah arah. Namun, salah satu dari keduanya beruntung tersadar lebih awal dari salah satu cara dari mahluk Allah yang bernama setan menggoda manusia, yakni dengan bertemunya dua mata yang bisa menjadi perantara merambat cepat ke hal-hal tak baik lainnya.

  Gadis yang ada di gazebo itulah yang memutuskan kontak mata mereka terlebih dahulu setelah sadar satu kata 'dosa', ganjaran yang akan didapat dari sang Ilahi jika terus melakukan hal yang termasuk dari salah satu bagian pada pembagian zina tersebut, yakni zina mata.

"Astaghfirullahal'azim...." ucapnya sembari meletakkan tangan di dada.

"Sadar kau, Nak. Itu pasti bukan kak Azwan. Dia kan ada di Kalimantan," ucap sang gadis pada dirinya sendiri tanpa berani menatap sekali lagi. Ia hanya menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dari mulut secara perlahan.

Hal tersebut tak luput dari pandangan Azwan yang tadi sempat membuat pandangan ke arah lain lalu kembali menatap ke arah tempat duduk gadis itu.

Senyum manis pun terbit di bibir Azwan saat melihat kelakuan gadis itu yang tak banyak berubah dari sebelum mereka berjauhan. Meski ragu, dengan satu tarikan napas, Azwan memantapkan langkahnya menuju tempat duduk gadis itu. Sadar atau tidak dia merindukan gadis itu sebagai teman baiknya.

Karena mengalihkan pandangan ke arah lain, tentunya gadis tersebut tak melihat bahkan tak menyadari kedatangan Azwan yang sudah berdiri beberapa langkah di dekatnya.

"Assalamualaikum," ucap Azwan sedikit membesarkan suaranya agar terdengar.

"Eh?"

Kaget tentunya saat melihat sekilas tak siapa pun di dekat mobil, membuatnya sedikit lega. Namun sayang, alam semesta tak berpihak kepadanya hari ini sehingga mereka berada di tempat yang sama sekali tak ada yang terencana.

"Kok eh? Wa'alaikumsalam dong," timpal Azwan sembari menyunggingkan senyum di bibir.

"Owh, iya, Wa'alaikumsalam."

"Boleh ikut duduk di sana?" tanya Azwan sopan meski tahu pasti diperbolehkan.

Itu karena gazebo bukan milik pribadi tapi milik semua penghuni kampus.

"Duduk aja," sahut gadis yang tak lain adalah Diana, sahabat dan gadis yang selalu ada dengan gadis yang Azwan cinta.

  "Apa kabar?"

Seperti disuruh-suruh, keduanya mengucapkan dua kata itu bersamaan. Hal tersebut membuat mereka lagi-lagi saling tatap dan tersenyum.

"Aku baik, Alhamdulillah," jawab Azwan setelah Diana mengalihkan pandangannya.

"Syukurlah," balas Diana dengan suara lirih.

"Kamu sendiri apa kabar, Di?"

Diana menarik napas dalam-dalam, lalu  menghembuskan perlahan sembari tersenyum.

"Seperti jawaban Kakak tadi, Alhamdulillah Allah masih berikan kesehatan sampai sekarang. Meski rada-rada pening sedikit karena ini" menunjuk ke arah map di depannya, lalu melanjutkan kata, "hehehe tapi nggak apa-apa, sih. Ini kan syarat mutlak yang sudah kita semua ketahui sebelum jadi mahasiswa."

Azwan ikut terkekeh mendengarnya. Ia tak perlu membuka map tersebut untuk tahu isinya karena di bagian depan saja sudah ada tulisan besar sebagai penanda map tersebut agar tak tertukar, 'skripsi'.

"Masya Allah, perasaan dulu pas kak Azwan tinggal masih semester dua, sekarang kakak balik udah garap skripsi aja."

"Hehe, iya, Kak. Waktu kan terus berputar, jadi semuanya harus berganti. Semester, kegiatan, ah pokoknya semua."

Rindu Untuk Aisyah 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang