Bab 1

293 21 14
                                    

   Bangun tidur dengan kondisi masih dititipkan nyawa dan kesehatan adalah nikmat luar biasa yang mampu membuat setiap insan bersyukur kepada sang Khalik.

Apalagi jika bangun tidur langsung disambut dengan pemandangan super indah dari pahatan sang maha kaya akan karya.

Kulit putih, wajah cantik, hidung mancung dengan bulu mata yang lentik masih terpejam, tak lupa alis rapi tanpa sulaman, semua itu bisa dinikmati setiap hari oleh pria yang sangat serasi dengannya.

Cantik dan tampan, sungguh pasangan yang hampir sempurna. Ya, hampir sempurna karena tak mungkin ada yang sempurna di muka bumi ini, sebab kesempurnaan hanya milik-Nya semata.

   Alarm yang diatur tepat jam tiga malam sudah berdering beberapa saat lalu, tetapi yang mengatur malah masih terlelap, hanya pasangannya yang terbangun.

Alifian Zaidan Alamsyah, pria berusia 29 tahun itu sudah bangun dan membersihkan dirinya. Ia sengaja mematikan alarm agar wanita yang sangat dicintainya bisa menikmati malam lebih lama dibalutan akan mimpi.

Usai mandi, barulah dia duduk di sisi ranjang, tepatnya di samping wanita yang ia nikahi tiga tahun lalu.

"Ay, bangun yok, udah hapir jam setengah empat, kita sholat sunah tahajjud dulu, nanti lanjut tidur."

Singkatan dari kata Aisyah sayang sesuai yang mereka sepakati di awal-awal pernikahan.

"Ayo, Ay...."

Lembut sekali nada suara pria itu membangunkan sang istri. Wanita yang ia anggap bagai bidadari dunia selain ibunya.

  "Hmmm..."

Aisyah berdehem kecil karena merasakan tidurnya terganggu oleh sentuh-sentuh kecil di pipinya yang semakin gembul.

"Ay, ayo."

Bulu mata lentik itu bergerak turun naik, mulai coba beradaptasi dengan cahaya penerang yang menyapa netranya.

"Mas," sapanya lirih khas bangun tidur.

"Hmm? Ayo bangun, sholat tahajud berjama'ah," ajak Alam berusaha menjadi imam yang baik untuk makmumnya.

Mendengar ajakan itu, Aisyah tersenyum lalu bangkit. Ia melirik jam di nakas.

"Astaghfirullahal'azim, kok lewat jauh banget, Mas? Perasaan semalem Ais udah setting alarmnya jam tiga tepat." Aisyah menatap dengan terkejut pada jam, lalu beralih pada pria tampan di depannya.

"Mas yang rubah alarmnya atau ndak?" tanyanya sopan tanpa maksud menuduh sedikitpun.

Alam hanya membalas dengan senyum manis tanpa dosa.

"Aahh, Mas..., kok dirubah...."

"Bukan dirubah, hanya saja dimatikan saat bunyi tepat waktu," balas Alam sekenanya.

"Lho, kok begitu? Kenapa, Mas?"

Alam mencubit pipi gembul istrinya karena gemas.

"Karena kamu semalam begadang buat laporan, jadi mas kasih tambahan tidur!"

Aisyah sedikit meringis dibuatnya dengan tangan menyentuh pipinya yang baru saja dicubit gemas sang suami.

"Udah gih, saya bersih-bersih diri dulu. Ntar keburu subuh. Kita belum tahajjudan."

"Hmmm, baiklah."

"Mau di gendong ke toilet?"

"Ih, modus!"

"Hahahaha sama Istri sendiri ga salahnya dong. Ayo, mas juga mau wudhu lagi. Udah batal wudhu mas karena bangunin istri mas yang cantik ini."

"Hehehe salah sendiri cubit-cubit, batal wudhu jangan ngomel sama istri, ya."

Rindu Untuk Aisyah 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang