-1.01

45 8 3
                                    



//flashback..



Lee Juyeon. Pangeran vampir yang selalu dijaga ketat oleh seluruh penghuni istana. Semuanya dilakukan dalam pengawasan. Membuat Juyeon tak memiliki teman sejak kecil. Tapi Juyeon tak peduli dengan hal itu. Disisi lain, dirinya juga menikmati kesendirian ini.

Hingga di usianya yang ke sepuluh. Dalam kurun waktu seminggu, ia akan mengadakan pesta ulang tahunnya yang ke sebelas.

Ayah Juyeon, terus menanyakan hadiah yang Juyeon inginkan. Namun Juyeon tak tau ia menginginkan apa. Ia merasa semua sudah ia dapatkan sehari-hari. Jadi.. ia tak memerlukan apapun lagi hanya untuk ulang tahunnya.

Seminggu sebelum ulang tahunnya. Juyeon sedang membaca buku di taman kerajaan seperti biasanya. Hingga kesibukannya teralihkan oleh suara gaduh dari sungai yang tak jauh dari tempat ia membaca. Karena itu, Juyeon penasaran dan mulai berlari mendekati arah sungai.

Dilihatnya makhluk yang lebih kecil dari dirinya basah kuyup oleh air sungai. Ia tampak berdumel sendiri di pinggir sungai sembari memeras jubah serta topinya. Sepertinya ia adalah penyihir. Terlihat dari tato pada bahu kanannya.

'Apa dia anak dari salah satu pelayan disini?'

Ya.. meskipun ini adalah kerajaan vampir, tapi pelayan disini mencakup berbagai makhluk. Karena ada beberapa hal yang tak sepenuhnya bisa dilakukan oleh vampir. Jadi, untuk pelayan.. mengangkat makhluk lain tak sepenuhnya merugikan. Toh.. kerajaan lain juga seperti itu.

Juyeon mendekati penyihir yang masih berkutat dengan dirinya yang basah kuyup.

"H–"

Belum sempat Juyeon menyelesaikan satu katanya, penyihir itu malah berseru, "haahhh.. ibu tak mengatakan tamannya seluas ini..! Bagaimana bisa ada sungai sepanjang ini hanya untuk sebuah taman pribadi?! Sudah tersasar, kejebur pula.."

Tiba-tiba saja, tongkat sihir penyihir itu terlempar ke belakangnya. Penyihir yang panik itupun segera berbalik untuk mengambilnya. Namun tubuhnya malah tertubruk tubuh Juyeon yang lebih besar darinya.

"Ah.. maaf, aku tak melihat.." ujar penyihir itu yang langsung menunduk tanpa melihat wajah Juyeon yang di tubruknya.

"Kau tak apa?" Tanya Juyeon nampak khawatir. Penyihir itu benar-benar kecil. Sebelum menunduk, Juyeon bahkan sempat melihat penyihir itu terhuyung setelah menabrak tubuh besar Juyeon.

Mendengar suara Juyeon, penyihir itu menengadah mencoba melihat wajah yang ditubruknya. Wajahnya nampak lebih panik setelah mengetahui bahwa ia telah menabrak sang pemilik istana. Penyihir itu makin bersujud di depan Juyeon.

"Ahh.. saya minta maaf yang sebesar-besarnya tuan! Saya menyesal, sungguh.. kumohon ampuni saya.. Jangan pecat ibu saya!!" Seru si penyihir masih dalam posisi bersujudnya.

"Ahh.. tidak.. aku takkan memecat ibumu.." ujar Juyeon berusaha menenangkan sang penyihir. Lututnya ia tekuk, berjongkok dihadapan si penyihir guna memperdekat jarak mereka.

"Anda juga takkan membunuh saya kan?!"

Juyeon terkekeh mendengarnya. Membunuh? Hanya karna alasan sesepele ini? Dikira Juyeon tipikal makhluk kejam seperti itu?! Lagipula Juyeon masih kecil. Tak mungkin melakukannya, "tidak.. Tak mungkin aku melakukannya.."

Penyihir itu mengintip dari balik sujudnya, matanya menatap Juyeon penuh keraguan, "benarkah? Anda takkan melakukannya?" Tanya penyihir itu pelan.

Juyeon terkekeh mendengarnya, bocah ini lucu juga. Menggemaskan, pikirnya, "tidak.. Jadi kau bisa bangun. Lagipula.. salahku juga malah berdiri dibelakangmu tanpa berucap sepatah katapun. Membuatmu terkejut dan menubrukku.." ujar Juyeon dan kemudian memegang kedua lengan penyihir itu supaya ia bangkit.

-4 || •°•THE BOYZ•°•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang