Page 1

360 31 3
                                    

"Apa?!"

"Apa?!"

"Kok kamu nyolot sih?! Kan kamu yang salah!"

"Dih! Salah aku dimana sih?! Yang nyenggol duluan aja situ!"

"Heh! Perempuan itu selalu benar ya!"

"Iya! Tapi aku ga peduli!"

"Aku aduin ke kakak aku tau rasa kamu!" Gertak sang gadis dengan wajah yang dibuat menyeramkan namun tak ada raut seram nya sama sekali.

"Gak takut!"

"Heh--

"DIAM!"

Sebuah teriakan berhasil menghentikan pertengkaran mulut antara laki-laki dan perempuan ini. Mereka menoleh ke samping dan mendapati dua murid berbeda jenis kelamin yang sedang menatap mereka tajam.

"Hallo ayang Melissa! Apa kabar nya yang?" Tanya Yin mengalihkan perhatian. Sedangkan Wanwan, lawan bicaranya tadi hanya menatap tak percaya kearahnya karena sikap dan nada bicara lelaki itu bisa berubah dalam sekejab.

Wanwan bergidik ngeri melihat Yin, ia menendang pelan kaki lelaki itu dan membuat Yin memekik pelan kesakitan. "Kau!" Geram Yin menunjuk Wanwan.

Tanpa babibu Melissa langsung menjewer telinga Yin dan menyeret lelaki itu ke tengah lapangan. "Yin! Kau dihukum karena terlambat dan bertengkar di jam pelajaran!"

"Awh! Sakit Sa, maap ya. Ayang Lissa kan baik hati, jadi untuk kali ini babang Yin lepas dari hukuman dulu ya." Pinta Yin memelas namun tak digubris oleh sang empu.

"Bodoamat!"

Wanwan memperagakan seolah ia sedang muntah karena jijik dengan sikap Yin yang menurutnya sangat menggelikan. "Dia sungguh menggelikan bila bersikap seperti itu."

Xavier menatap tajam adik nya itu. "Wanwan!"

"E-eh iya kak?"

"Ini sudah ke berapa kalinya kamu dihukum? Wanwan, tolong jangan menjadi nakal seperti saat kau masih SMP dulu!" Ceramah Xavier.

Wanwan hanya menggaruk tengkuk nya yang tak gatal. "Maaf kak, ini yang terakhir deh!" Ucap nya memelas.

Xavier menghela nafas sabar, "Baiklah terserahmu saja, sekarang ikut Yin menjalankan hukuman mu!"

"Ah baik kak."

Melissa dan Xavier menatap kedua nya dari pinggir lapangan dengan kedua tangan yang bersedekap dada. "Xav, benarkah Wanwan itu adikmu?" Tanya Melissa tak percaya.

Kening Xavier mengkerut, "Tentu saja, memangnya kenapa?"

Melissa terkekeh, "Tidak ada, namun kalian sangat berbeda. Adik mu sangat ceria dan menyenangkan sedangkan kau? Huh! Sangat mirip dengan tembok berjalan." Sebal Melissa.

Xavier terkekeh kecil mendengar penuturan gadis itu, "Benarkah?" Tanya nya menatap dalam Melissa.

***

Kring... kring... kring...

Hayabusa berjalan kearah tempat dimana sahabatnya itu duduk, kini mereka sedang berada di lapangan indoor dan sahabat lelaki itu sedang duduk tenang di salah satu kursi penonton menyaksikan beberapa murid yang bermain bola disana, jangan lupakan puluhan gadis yang nge-fans sama sahabat nya itu dan terus memperhatikan dari jauh.

"Oy!" Panggil Hayabusa menepuk pundak sahabat nya yabg sedang melamun.

"Ngapain ngelamun? Pusing mikirin hidup?" Tanya Hayabusa sambil menyodorkan sebuah minuman kaleng yang sengaja ia beli di kantin tadi. 2, yang satunya untuk Hayabusa dan satunya untuk lelaki itu.

Gusion, sahabat nya. Mendengus kesal, ia lalu menyambar minuman kaleng yang dibeli oleh Hayabusa. "Tidak, hidupku sudah mapan."

Jawaban dari lelaki itu membuat Hayabusa berdecih, "Cih, mentang-mentang dari keluarga sultan."

"Emang bener."

"Huh! Lihatlah, para gadis yang ada disana. Mereka terus-menerus memperhatikan mu secara terang-terangan. Jimat apa yang kau pakai, Sion?"

"Ingin tahu? Hanya perlu memiliki nama Paxley dan ketampanan, hanya itu." Jawab Gusion santai.

"Mereka akan datang dengan sendirinya, para gadis itu ..." Gusion menatap para gadis yang daritadi menatapnya.

"... gila akan uang dan ketampanan."

"Tidak, mereka lebih menyukai uang. Tapi memang benar, semua perempuan bisa takluk padamu, Sion. Bukan begitu?"

Gusion terkekeh, ia membuang kaleng minumnya yang sudah habis ke tong sampah yang jaraknya lumayan jauh tanpa beranjak namun headshot! Kaleng itu masuk kedalam tong sampah.

"Ada satu gadis yang tidak bisa ku takluk kan. Ah ralat, bukan tidak bisa namun belum bisa." Ucap lelaki itu menerawang jauh membayangkan siapa gadis yang ia maksud.

Hayabusa menatap nya penasaran, "Siapa? Apakah Melissa? Kau menyukai nya?"

Gusion menatap tajam lelaki itu, "Tentu saja tidak bodoh! Di saudara kembar ku! Mana mungkin aku menyukai adik ku sendiri! Lagian, anak itu memiliki benteng yang sangat kuat dan tidak mudah untuk jatuh cinta."

Hayabusa menggaruk tengkuk nya yang tak gatal sambil menyengir, "Bisa jadi kan, nanti kalo dibuat film judulnya 'kembaran ku ternyata adalah jodohku' bwahahahahahahaha!" Tawa Hayabusa menggelegar.

"Nanti aku tonton film nya terus sampe end, moga aja happy end." Lanjut lelaki itu.

Gusion geleng-geleng kepala melihat kelakuan sohib nya itu, "Dasar bocah sedeng!" Gumam nya pelan.

"Eh tapi aku beneran, siapa gadis itu? Boleh aku tahu namanya?" Desak Hayabusa yang terlihat sangat penasaran.

Gusion memicingkan mata curiga kearah Hayabusa, "Kau ... mau menikung ku?"

"Bwahahahahahaha! Hentikan lelucon mu, bro! Aku tidak tertarik dengan gebetan mu! Lagian, aku sudah memiliki ayang Kagura yang selalu di hati." Balas Hayabusa meninju pelan lengan Gusion.

"Dasar bodoh! Bila kau benar melakukan nya. Aku akan memenggal kepala mu dan memberikan nya ke kandang singa!"

***

"Miyaaaaaaa! Sahabat mu yang cantik jelita dan imut ini sudah comeback!" Pekik seorang gadis imut membawa dua cup es krim di kedua tangan nya. 

"Mau es krim? Aku membelikan nya khusus untuk mu." Gadis itu menyodorkan sebuah es krim kepada Miya yang sedang belajar..

Miya menatap es krim yang diberikan oleh Kagura kepadanya. "Terimakasih Kaguraaaaa! Kau tahu saja aku sedang menginginkan es krim namun malas ke kantin."

Kagura mengangguk, sekarang ia dan Miya memakan es krim bersama. "Miya."

Miya menoleh, "Ya? Kenapa?"

"Apa ... kau tidak bosan belajar terus menerus? Aku sebenarnya tidak ada maksud lain nya dan hanya bertanya, jadi kumohon kau jangan tersinggung dengan pertanyaan ku ya?"

Akhir-akhir ini Kagura memang sering melihat sahabat nya itu lebih giat belajar dan sepertinya menambahkan waktu belajar nya, apa gadis itu tidak lelah?

Miya tersenyum, lalu menjawab. "Aku harus membanggakan kedua orang tua ku, Kagura."

Dahi Kagura mengernyit bingung, "Bukankah dari dulu kau sudah membanggakan? Kau selalu mendapat rangking satu dan selalu mendapat juara satu di setiap olimpiade yang kau ikuti, lalu? Apa yang kau maksud lagi?"

Miya terkekeh dan menatap keluar jendela. "Iya, mungkin menurut orang lain aku sudah sangat membanggakan kedua orang tua ku. Namun, kenyataan nya kedua orang tua ku tidak pernah merasa bangga akan pencapaian ku."

The School : MLBB Fanfiction Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang