[15]

203 19 5
                                    

Risa temui Seki yang sudah menunggunya di ruang klub film--kemarin malam, ia hubungi wanita itu, meminta mereka bertemu sepulang kerja. Seki sedang membereskan berkas-berkas di atas meja, sementara ia menutup pintu ruang klub sebelum duduk di sofa hijau.

"Apa yang ingin kau bicarakan?" tanya Seki, sebentar menoleh ke arah Risa.

"Aku dan Karin harus keluar dari proyek film pendek ini." Risa meletakkan lembar kontrak miliknya di atas meja pendek. Kini pandangan Seki sepenuhnya berpusat padanya. Sebelah alisnya tertarik.

"Tinggal satu tembakan lagi dan kalian berdua ingin keluar?" ujar Seki, memastikan bahwa ia tak salah dengar. "Aku yakin ini hanya kau saja. Karin pasti masih ingin melakukannya. Jangan seenaknya memutuskan sesuatu. Kau tak memikirkan biaya yang kukeluarkan untuk ini? Kerja keras dan waktu dari timku untuk ini? Juga, usaha Karin untuk ini?"

Risa terkekeh. Tak habis pikir dengan omongan Seki.

"Yumiko, kau tak sadar kalau kau juga seenaknya dan memanfaatkan keadaan?" balasnya. "Kau mengunggah video kami tanpa izin. Kau berusaha mengancamku, meminta uang yang pernah kupinjam untuk penambahan biaya pengobatan ibuku agar segera dikembalikan saat aku berusaha menolak melanjutkan film pendek itu. Kau tahu aku sedang kesusahan dan tak bisa mengembalikannya dalam waktu cepat... Lalu sekarang, kau membawa timmu dan Karin untuk menahanku tetap berperan di film pendek bodohmu itu."

"Hei, jaga ucapanmu!" Seki berseru tak terima.

"Kau tahu, karena film pendekmu itu yang diketahui banyak orang, Karin diuntit salah satu penggemar film pendek itu yang terobsesi padanya."

Wanita bertubuh ramping itu mendadak terdiam, menatap Risa dengan raut muka terkejut dan bertanya-tanya.

"Aku tak mau membahas itu terlalu jauh." Tolak Risa. "Ada hal yang paling aku kesali darimu... Mengapa kau tak memberitahuku alasan Karin cuti kuliah? Selama itu kita bersama-sama sampai wisuda dan aku yakin kau pasti tahu, tapi kau dan Oze-chan tak memberitahuku."

Kali ini Seki mengerjap dalam diam. Ia meninggalkan berkas-berkasnya di meja yang sedikit lagi beres ditumpuk untuk duduk di hadapan Risa. Wanita itu berusaha bersikap tenang, kendati ia merasa gugup karena ketahuan menyimpan rahasia.

"Dengan kondisimu yang terguncang setelah melakukan percobaan bunuh diri, menurutmu aku akan mengatakan tentang Karin padamu?" Seki berujar dengan kesal. Sorot matanya perlahan meredup sebelum ia melanjutkannya dengan lirih. "Aku tak ingin kau dikungkung rasa bersalah karena Karin, lalu mencoba bunuh diri lagi."

"Tapi, aku merasa kau menipuku." Alih-alih mengerti perasaan Seki, ia tak bisa menerima sikap wanita itu. "Seandainya aku tahu kalau Karin pernah diuntit dan diserang, aku tak akan pernah menyetujui proyek ini, meski aku harus meminjam uang kepada lintah darat untuk mengganti uang yang kupinjam padamu... Tapi kau tahu soal tujuh tahun lalu, dan kau mengabaikan kejadian itu dengan membuat banyak orang gila di luar sana terpancing mengganggu Karin."

Seki tak bisa menyahut, bak disadarkan oleh Risa dengan tamparan keras. Ia pun menghela napas berat. Ada perasaan berlawanan menguasai dirinya: rasa bersalah dan tak mau kalah.

"Kalau memang ingin berhenti, kau dan Karin harus menyiapkan masing-masing sepuluh juta yen. Lembar kontrak itu bukan sekadar main-main saja."

Seperti dugaannya, Seki tak akan membiarkannya semudah itu meninggalkan proyek ini. Seki tahu bahwa Risa tak akan sanggup memberikan uang sebanyak itu. Walau begitu, Risa menyahut, "Ya, akan kuganti." sembari mengangkat pinggang dari sofa. Satu-satunya cara untuk membayar uang denda kontraknya adalah dengan menemui rentenir ketimbang menggunakan kredit banknya yang sudah mencapai batas.

LemonadeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang