BIRRUL WALIDAIN, salah satu etika dalam islam tentang bakti kepada kedua orang tua.
Itu adalah isi ceramah salah satu ulama kondang yang baru saja selesai ku tonton dalam aplikasi youtube.
Kalau bicara tentang berbakti kepada orang tua, aku jadi teringat pada bapak dan ibuk ku yang sudah tiada. Kalau di ingat-ingat lagi, aku ini belum banyak melakukan apa-apa untuk mereka, belum bisa membahagiakan, dan belum puas berbakti pada keduanya. Bahkan kalau boleh aku bicara, setiap kali melihat foto mereka, sesak itu masih saja terasa tapi tak apa, Allah lebih sayang mereka.
"Aira, nduk?! Tolong bantu pakde sebentar nduk."
Suara pakde terdengar dari dalam kamar nya. Buru-buru aku keluar dari kamar untuk menghampirinya. Sekarang beliau lah yang menjadi titik bakti ku setelah bapak tiada, merawat dan mengurusnya, mengikuti segala nasehat baik nya, dan Allah memang maha baik karena sudah memberikan beliau yang juga dengan sepenuh hati mau melindungi, menyayangi dan mengayomi aku dan adik ku sebagaimana anak kandung nya sendiri.
"Ya Allah, pakde?!" Aku panik saat melihat pakde sudah terduduk dengan tangga yang sudah dalam posisi menindih kaki nya, begitu aku sampai di kamar nya.
"Nduk, tolong bantu angkat tangga nya ya?"
Aku mengangguk cepat, ku angkat tangga yang menindih kaki nya. "Pakde habis ngapain sih? Ini pasti jatuh dari tangga kan?" Kataku, sambil memeriksa keadaan nya.
Dia malah terkekeh. "Iya, niat nya mau benerin lampu kamar yang putus, lha kok malah anak tangga nya yang putus, pakde jadi jatuh."
"Ya Allah, ayo pelan-pelan diluruskan dulu kaki nya pakde. Kalau habis jatuh begini ndak boleh langsung bangun, takut nya malah makin parah."
Dia mengangguk, meluruskan kaki nya perlahan.
"Kenapa ndak nunggu Mas Abdul saja sih pakde?"
"Kasihan Mas mu nduk, sudah lelah disawah malah direpotkan pula dirumah." Katanya.
Aku menghela nafas. "Ya kalau nggak kan bisa panggil Aira."
"Sudah ndak apa-apa,"
Ndak apa-apa apanya, yang namanya jatuh itu pasti sakit.
"Sudah bisa bangun pakde? Baring di kasur ya? Aira pijat pelan-pelan kaki nya, biar ndak njarem nanti." Kataku.
"Iya nduk, tolong bantu pakde berdiri ya?"
Aku hanya mengangguk, ku rangkul pakde ku dan membaringkan nya diatas kasur.
"Aira pijat pelan-pelan kaki nya pakai minyak urut ya?"
Dia mengangguk.
"Maaf ya nduk, orang tua satu ini kok ya merepotkan sekali." Katanya, terkekeh pelan.
Aku terenyuh mendengarnya, Ku pijat pelan-pelan kaki pakde ku. "Pakde ini ngomong apa sih? Apanya yang merepotkan? Wong sama anak nya sendiri kok merasa direpotkan to, justru kalau ndak ada pakde Aira yang repot." Kataku, menghibur nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ternyata Kamu [TERBIT]
General Fiction"Karena pada waktunya, tanpa kau rencanakan pun jodoh tak akan pernah tertukar" ••••• Humaira Gadis itu bahkan merasakan nya sendiri, tentang bagaimana hebatnya takdir Allah itu bekerja. Maka benar, Allah adalah sutradara terbaik kehidupan. Skenario...