BAGIAN 9

1.2K 136 6
                                    

KECEWA itu, disebabkan harapan yang terlalu tinggi pada selain-Nya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

KECEWA itu, disebabkan harapan yang terlalu tinggi pada selain-Nya.

Terkadang jika sudah kecewa pada seseorang, kita suka sekali menyudutkan dan menyalahkan nya sampai membabi buta seolah-olah dialah sumber dari segala rasa kecewa yang hinggap di hati kita, padahal jika dirunut-runut lagi sebetulnya yang salah yo kita sendiri. Sudah tau dia hanya manusia biasa, kok ya tetap saja kita harap-harap seolah dia itu dewa.

Astaghfirullah.

Harusnya kamu itu sadar Aira!

Sejak mendengar kalimat yang dikatakan oleh Mas Abdul, entah kenapa hatiku sakit sekali. Tidak, aku tidak menyalahkan nya sebab aku tau bahwa ini murni kesalahan ku, sudah tau kami ini kakak beradik sepupu, kok ya tetap saja ku idamkan sebagai imamku. Edan opo!

Tok..Tok..

Suara pintu kamarku yang di ketuk pelan.

Mungkin itu pakde atau Abizar yang datang untuk memeriksa keadaanku. Ya, sejak pagi tadi seusai sarapan dan mendengar percakapan pakde dan Mas Abdul, aku masih betah berdiam diri di dalam kamar sampai adzan ashar berkumandang. Eits, tapi aku tetap sholat yo, jangan su'udzon kalian!

“Nduk, kamu baik-baik saja to di dalam? Kok ndak keluar-keluar dari pagi.” Kata pakde, dari balik pintu kamar ku yang masih tertutup rapat.

“Iya pakde, Aira baik-baik saja kok.” Jawabku, sedikit berteriak agar pakde ku dengar. Maklum sudah tua, telinganya agak sedikit, hmm ya begitulah yaa.

“Pakde masuk boleh?” Tanya pakde.

Aku melotot mendengarnya. Bukan tidak boleh, tapi masalahnya saat ini kamarku sedang kacau sama seperti hatiku, Ekh? Hmm, ya pokoknya begitu. Kulihat sekeliling tempat tidur, tisu-tisu sisa air mata sudah berserakan dimana mana, lha kalau pakdeku lihat kan bahaya, bisa hancur reputasi kita. Eh? Maksudku reputasi ku saja, kalian tidak.

“Hmm, biar Aira saja yang keluar pakde.” Jawabku.

Oke Fine,

Mendengar jawaban pakde, aku terkikik geli. Jawaban nya itu lho? Kok ya gaya-gaya an banget pek bahasa Londo segala. Bukan apa-apa, aku hanya takut lidahnya keseleo saja.

Ceklek

Ku buka pintu kamarku, tentu saja setelah memakai jilbab bergo andalan ku.

“MaasyaAllah, anak gadis satu ini kok ya betah banget di dalam kamar tu kenapa? Ndak biasanya?” Tanya pakde begitu aku mendudukan diri di sofa panjang depan tv, disamping nya.

Ternyata Kamu [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang