BAGIAN 26

1.2K 103 3
                                    

POV 'HUMAIRA'

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

POV 'HUMAIRA'

SESAK, itu yang kurasakan. Setelah mendengar dan melihat sendiri bagaimana kondisi Mbak Rita, yang terbaring lemah tak berdaya.

Perempuan sebaik dia, rasanya tidak adil jika harus mengalami ini semua. Setelah ku pikir-pikir, Mbak Rita jauh lebih membutuhkan Mas Abdul disamping nya daripada aku. Meski kami sama-sama menginginkan kehadiran nya, tapi setidaknya aku sehat sedangkan Mbak Rita sekarat.

Akan sangat egois kalau aku mempertahankan Mas Abdul untuk tetap berada disampingku. Sementara, ada perempuan lain yang jauh lebih membutuhkan nya. Bagiku, ini bukan hanya tentang upaya untuk menyembuhkan Mbak Rita tetapi juga memberikan nya keadilan.

Ya, perempuan yang baik bukankah sudah sepantasnya bersanding dengan laki-laki yang baik pula?

Mbak Rita perempuan yang baik, dia pantas bersanding dengan Mas Abdul yang sama baiknya. Sementara aku? Biarlah Allah menyandingkan aku dengan laki-laki lain yang baik menurutnya, nanti.

Drrt.. Drrt..

Ponsel ku berdering, nama Mas Abdul yang terlihat. Ku tolak panggilan nya, saat ini aku masih ingin sendiri.

Drrt.. Drrt..

Ponsel ku kembali berdering, kali ini nama Pakde Rahmat yang tertera. Aku dilema antara mengangkat nya atau tidak? Baiklah, karena ini dari pakde, mau tidak mau aku mengangkat telpon nya.

“Assalamualaikum, Pakde.” Ucapku, begitu panggilan tersambung.

“Waalaikumsalam, nduk. Kamu dimana?” Suara pakde Rahmat terdengar menggebu.

“Aira ada di kantin rumah sakit pakde, ada apa?” Jawabku, tenang.

“Cepat kembali ke ruang ICU nduk, Rita.. R-rita nduk..”

Tut

Panggilan terputus.

Ya Allah, ada apa dengan Mbak Rita?

Secepat kilat aku bangkit dari kursi, lalu berjalan cepat kearah ruang ICU tempat Mbak Rita dirawat. Tidak sampai lima menit aku sampai di depan ruang ICU, ku lihat beberapa dokter dan perawat masuk kedalam ruangan dengan langkah yang terburu-buru.

Mataku mengamati sekitar dengan keadaan hati yang campur aduk. Ku lihat Pakde Rahmat tengah duduk di kursi tunggu sembari menenangkan Pak Broto dan istrinya, lalu Mas Abdul yang tengah berdiri mondar mandir di depan pintu ICU.

Aku menghampiri pakde. “Ada apa Pakde?” Tanya ku, cemas.

Pakde menoleh. “Rita nduk, tadi saat Mas mu bicara padanya, Rita tiba-tiba menggerakan sedikit tangan nya, merespon. Saat ini Rita sedang diperiksa oleh dokter.” Jelas Pakde.

Aku menghela nafas lega, meski belum sepenuhnya lega. Syukurlah, berarti keberadaan Mas Abdul memang sangat berarti untuk Mbak Rita.

Tak lama pintu ruang ICU terbuka, kami semua menghampiri dokter yang kalau dari name tag nya bernama dr. Fahmi.

Ternyata Kamu [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang