"Kamu ngapain jam segini di sini?" tanya Abian dengan nada yang menurutku cukup mengintimidasi.
"Nunggu pasien." jawabku tanpa berniat menjelaskan secara detail. Penampilanku saat ini sangat jauh dari kata anggun. Aku hanya memakai hoodie yang cukup besar dan celana tidur panjang.
"Pasien? Siapa?" ujar Abian sembari memberiku secangkir kopi yang masih cukup hangat.
Aku meneguk habis sekaligus kopi yang diberikan oleh Abian. Aku tidak tahu kalau malam ini merupakan tugas Abian untuk menjadi dokter jaga IGD.
"Cowok itu?" tanya Abian yang kini dengan nada suara lebih tinggi.
Aku menganggukkan kepalaku, "Iya, dia."
"Jam dua subuh? Kamu bawa pasien laki-laki?"
Aku lagi-lagi menganggukkan kepalaku dengan pasrah.
"Kita perlu bicara, Wanda."
"Kan ini sudah bicara."
"Saya enggak butuh anggukan kepalamu. Saya butuh jawaban."
"Bukan cuman dia kok, tapi perempuan yang di bed tiga juga."
"Kamu ngapain?" tanya Abian dengan wajah tegang.
Abian mendekatiku dengan suara berbisik, "Kamu enggak apa-apain mereka kan?"
Aku mencubit lengan tangan Abian, "Enggak lah, saya itu lagi nginep rumah Fani. Terus Fani sama adiknya lapar tengah malam. Dengan berbagai pertimbangan, mereka akhirnya memesan ojek online. Tanpa disangka makanan yang mereka santap itu basi. Pinter banget kan mereka?"
Abian menghela napas lega mendengar penjelasanku.
"Kamu kenapa enggak bilang kalau nginep?"
"Memang kamu mau banget tahu semua kegiatan saya? Kan sebentar lagi ada dokter Dina. Kenapa? Mulai jatuh cinta sama saya ya?"
Abian mencubit kedua pipiku, "Kamu temani saya jaga malam ya hari ini."
"Enggak bisa."
"Kenapa?"
"Mau siap-siap besok sore kan mau bulan madu sama dokter Dion."
Abian menatapku tidak senang, "Memang kamu yakin yang besok pergi sama kamu itu Dion?"
"Iya dong. Enggak sabar banget mau ketemu dokter ganteng. Siapa tahu bisa move on."
"Mana bisa kamu move on dari saya."
"Bisa dong. Adik Fani ganteng juga tuh. Sabi juga."
"Bocah gitu mau kamu embat?"
"Mana ada bocah, beda dua tahun doang. Masih okelah."
"Enggak, biasa aja. Lebih tampan saya."
"Lagi enggak mood debat. Saya titip kedua teman saya ya. Nanti pagi saya jemput mereka. Saya mau pulang dulu, istirahat."
"Kamu pulang naik apa?"
"Saya bawa motor."
"Kamu bawa motor?" tanya Abian seperti sedang memastikan pendengarannya tidak salah menangkap perkataanku.
Aku tersenyum kecil sembari menganggukkan kepalaku, "Iya, bawa motor."
"Kamu bawa motor di komplek aja oleng. Parkir aja masih nabrak. Berani bawa motor keluar? Bawa dua orang lagi?"
"Dok, tahu enggak ada yang bilang kalau lagi kepepet biasanya kita tiba-tiba jadi manusia super. Lagian terpaksa harus boti. Daripada pesan taksi online subuh-subuh, entar yang ada malah dibegal. Kan repot."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Impressive Partner
ChickLit"Abian, saya enggak bisa masak." "Jangan bohong." "Saya enggak bisa cuci piring." "Memang kamu enggak punya tangan?" "Saya pemalas, jorok, dan enggak disiplin." "Belajar." "Kenapa harus saya sih?" "Karena memang harus kamu." Hidup Wanda semakin...