22 : 2 Years

3.5K 263 2
                                    

Dua tahun.

Waktu sudah berlalu selama dua tahun semenjak pertemuan terakhirku dengan Abian. Tak lama setelah pertemuan kami, aku kembali ke Singapura bersama Wildan. Enam bulan pertama, Abian sering kali mengirimiku pesan tentang kabarnya. Walau tentu saja pesan tersebut hanya kubaca. Namun setelah enam bulan semenjak kepergianku, Abian tidak lagi mengirimiku pesan.

Selama dua tahun terakhir, aku memutuskan untuk menyelesaikan pekerjaanku di Singapura dan kembali bekerja di Indonesia sebagai pengacara. Walaupun aku telat memulainya, untung saja kolega-kolegaku banyak membantu. asus-kasus yang kuhadapi sebenarnya cukup beragam, hanya saja entah kenapa aku selalu ditugaskan untuk menangani kasus perceraian. Tentu saja dibanding kasus-kasus lain, perkara perceraian adalah hal yang paling membuat hatiku sakit. Ketika melihat anak-anak yang ditinggalkan menangis melihat perpisahan orang tua, ketika sepasang kekasih yang awalnya saling mencintai malah saling melontarkan kata makian, perebutan hak asuh, kisruh masalah harta, hingga kekerasan dalam rumah tangga. Pekerjaan ini sungguh berbeda dengan pekerjaanku terdahulu, tetapi aku tidak menyesali jalan yang sudah aku ambil.

Aku sempat menjalin hubungan dengan Aldi, rekan kerjaku. Sayangnya, hubungan kami hanya bertahan selama enam bulan. Aku dan Aldi memutuskan untuk berpisah setelah kami berdiskusi panjang terkait rencana ke depan dari hubungan kami. Awalnya, aku cukup optimis bahwa aku bisa memulai hubungan baru. Namun akhirnya aku sadar bahwa selama ini hubunganku dengan Aldi tidak ada bedanya dengan rekan kerja biasa. Kami hanya saling memanfaatkan satu sama lain untuk menemani kekosongan waktu yang kami miliki. Ketika ada waktu luang, kami makan bersama. Ketika kami sama-sama sibuk, tidak ada satu pun dari kami yang berniat untuk saling mengabari. Aldi sepertinya masih terperangkap dengan cinta lamanya, sedangkan aku masih tidak bisa memulai hubungan baru.

Mungkin saja kalau ayahku masih hidup, ia akan memberikan ceramah panjang karena sampai saat ini aku belum juga memiliki pendamping. Ayahku mungkin tak menyangka bahwa dokter yang sangat dikaguminya itu tidak menepati janjinya dengan baik. Beberapa kali aku memikirkan skenario kalau saja dua tahun yang lalu aku memaafkan Abian. 

Abian pasti sudah menikah lagi bukan?

Dia tidak menghubungiku pun tidak berusaha mencari kesempatan untuk bertemu denganku. Umurnya pun sudah menginjak hampir tiga puluh empat tahun. Tidak mungkin kalau ia masih melajang. 

"Wanda, kamu gapapa temani aku ke pesta pernikahan temanku?" tanya Aldi.

Walaupun sudah putus, kami sepakat untuk menjadi sahabat. Sepertinya perasaan nyaman yang kami rasakan, kami salah tafsirkan menjadi hubungan yang romantis.

"Gapapa, lagi pula aku senggang malam ini. Aku gak mau kamu malu datang ke sana tanpa pasangan." jawabku dengan sedikit candaan.

Aldi melirikku, "Kamu cantik dengan pakaian hari ini. Jadi terlihat lebih muda. Pakaianmu di kantor selalu berwarna gelap."

Aku terkekeh mendengar ucapan Aldi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku terkekeh mendengar ucapan Aldi. Tiba-tiba aku teringat umurku yang  akan menuju ke angka dua puluh tujuh. Mungkin aku terlalu berlebihan dengan penampilanku hari ini?

"Pakaianku atau aku yang cantik?" ujarku meledek Aldi.

"Dua-duanya cantik, tapi pakaianmu lebih cantik." jawab Aldi dengan nada bercanda.

"Jangan sampai kamu nyesel udah putusin aku." ucapku.

"Kayaknya bakal nyesel sih." ujarnya sembari tersenyum.

Aku memasuki mobil Aldi setelah dia membukakan pintu untukku. Salah satu sikap Aldi yang aku sukai itu dia sangat gentle, dia memperlakukan perempuan dengan baik.

"Tapi penampilanku gak berlebihan kan? Atau aku terlihat enggak sesuai dengan umur ya?" ujarku setelah berkutat dengan pikiranku.

"Kamu itu memang seharusnya memakai pakaian dengan warna-warna cerah, jadi kelihatan lebih cantik." puji Aldi.

Aku tersenyum, "Pakaian warna gelap kan juga bagus."

"Iya bagus, tetapi kesannya terlalu dewasa untuk wajah imut kamu."

"Aldi, mending fokus nyetir. Kalau kamu muji aku terus, entar aku terbang."

Aldi terkekeh mendengar ucapanku.

Setelah sampai di aula, Aldi memintaku untuk mencicipi makanan karena ia mendengar perutku sudah meronta sejak perjalanan kami menuju ke hotel tempat diselenggarakan pernikahan temannya Aldi.

Sementara Aldi berbincang dengan teman-temannya, aku berjalan menyusuri tempat makanan berada. Sembari mataku melihat-lihat apakah ada makanan yang menarik perhatianku.

Mataku tak sengaja menemukan pria yang entah sejak kapan mulai aku rindukan. 

Entah kenapa semakin dewasa, Abian terlihat semakin tampan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Entah kenapa semakin dewasa, Abian terlihat semakin tampan. Dilihat dari samping, dari kejauhan pun tetap tampan.

Aku mencubit tanganku berusaha menyadarkan aku bahwa aku dan Abian sudah tidak memiliki hubungan apapun. Menegurnya pun sudah percuma. 

Meskipun otakku berkata demikian, mataku tetap tidak mengikuti perintah otakku. Mataku terus menatap Abian yang beberapa kali berpindah tempat menyapa beberapa orang. Kali ini, ia terlihat sedang mengobrol dengan perempuan cantik. Sepertinya obrolan mereka tampak sangat menyenangkan sebab aku melihat Abian beberapa kali tersenyum ketika mengobrol dengan perempuan tersebut.

Aku memang mendengar banyak hal tentang Abian dari berita, tentu saja seorang direktur rumah sakit dan dokter yang kompeten tidak luput dari perhatian media. Apalagi memiliki wajah yang rupawan seperti itu, siapa saja pasti akan terkesima, termasuk aku kala itu. Dalam dua tahun, ia berhasil menjadikan rumah sakitnya sebagai salah satu rumah sakit internasional terdepan untuk pasien-pasien dengan penyakit jantung.

Setelah puas mengamati Abian, mataku pada akhirnya tertuju pada makanan yang membuat perutku kembali mengeluarkan bunyi. 

Pada akhirnya aku fokus menikmati hidangan demi hidangan yang tersedia di pernikahan mewah ini. Aku berusaha mengalihkan fokusku dengan mengunyah makanan enak. Aku tersenyum getir melihat diriku yang masih berusaha mengamati Abian bahkan setelah bertahun-tahun berusaha mengubur perasaanku.

Aku dan Abian tidak mungkin berhasil. Aku berusaha meyakinkan hatiku dengan pernyataan tersebut.

My Impressive PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang