latibule: 6. here i stay, wonder if this is my place

74 15 0
                                    

Jam istirahat makan siang. Ryujin maju selangkah, setelah murid lain yang mengantre di depannya menyingkir bersama baki makanan di tangan. Ia meraih miliknya. Netranya bergulir, menyapu sepenjuru kantin untuk mencari tempat yang sekiranya bisa diduduki.

Jika ada; yang sedikit sepi, supaya ia bisa melahap menu makan siangnya dengan tenang, sebab makan bersama orang asing tidak termasuk sebagai satu hal yang disukainya.

Namun, hei! Ini kantin. Di jam istirahat. Siswa satu sekolah berlalu-lalang di ruangan luas tersebut untuk menyegarkan kembali benak mereka yang keruh.

Bahkan, jika Ryujin menemukan meja yang sepi sekali pun, nantinya boleh jadi akan ada orang lain yang turut menempatinya.

Akhirnya, sepatu yang dipakainya mengarah pada meja yang digunakan Chaeryeong bersama teman-temannya. Gadis itu yang duluan memanggil nama Ryujin dan membuat gestur supaya si anak baru mendekat padanya.

Ia menepuk-nepuk bangku di sebelahnya yang sengaja dikosongkan, untuk Ryujin tempati. Lalu, dikatakannya pada teman-temannya yang menatap, "Ini Kim Ryujin, teman baru di kelasku. Dia baru pindah dari Daegu."

Ryujin tersenyum kikuk. Ia mengangguk kecil untuk membalas sapaan teman-teman Chaeryeong yang memperkenalkan diri masing-masing satu per satu.

Tangannya mengambil sepasang sumpit di sisi nampan, yang lantas digunakan untuk mencapit suwiran daging yang ditumis bersama bawang bombay. Ia mengunyahnya pelan-pelan. Tidak berselera. Terlebih dengan pertanyaan-pertanyaan yang siswi lain di meja tersebut, lontarkan kepadanya.

"Kenapa kau pindah?"

"Tinggal di Daegu tidak enak, ya?"

"Ini kali pertama kau datang ke Seoul?"

"Kau tinggal di mana?"

"Sudah pernah berkunjung ke Hongdae, belum?"

Dan bla bla bla bla.

Ryujin menyibukkan mulutnya pada nasi paprika supaya tidak perlu menjawab kalimat-kalimat itu. Ia tahu keadaan seperti ini adalah hal lumrah. Setiap manusia dilahirkan dengan rasa ingin tahu di benak mereka. Hanya berbeda kadar saja. Apalagi terhadap sesuatu yang baru.

Masalahnya, Ryujin 'kan hanya datang dari kota lain, kenapa teman-teman Chaeryeong bertanya seakan dia pindahan dari planet lain?

Lagipula, jika ia menjawab mereka, pasti bakal ada banyak pertanyaan lain yang memberondong. Lalu lainnya lagi. Dan lainnya lagi.

Seperti, kalau Ryujin menjawab alasannya pindah adalah demi tinggal bersama ibunya, kemungkinan besar akan ada yang bertanya; kemana ayahnya? Kenapa mereka tidak tinggal bersama? Kenapa mereka berpisah? Bagaimana perasaannya jadi korban broken home?

Ugh. Belum-belum, Ryujin sudah dongkol sendiri.

"Kenapa tidak dijawab?"

Ryujin menengok pada siswi berponi rata yang mengepang rambutnya itu. Menjawab singkat, "Aku punya hak untuk menjawab ataupun tidak. Dan aku tidak mau."

Rude. Minat anak-anak tersebut praktis merosot ke titik terendah. Mereka melengos bersamaan.

Chaeryeong tentu saja merasa tidak enak hati pada tensi yang mendadak beku itu. Ia tertawa rikuh dalam bentuk suku kata. Ditatapnya Ryujin yang menyuapkan makanan dengan tekun tanpa peduli sedikit pun pada suasana di sekitarnya. Berdeham. "Oh, ya, Ryu. Kau mau ikut ekstrakulikuler apa? Aku dan Heejin berada di klub paduan suara, lho. Mau bergabung bareng kami, tidak?" katanya, memulai ulang pembicaraan.

Heejin yang terbawa-bawa dalam kalimat, tersenyum paksa.

Ryujin meliriknya. "Belum tahu. Aku tidak bisa menyanyi. Tapi, terima kasih untuk tawarannya," balasnya.

keranjang sampah: dibuang s-ayankTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang