chaengderella: 7

72 9 0
                                    

“Maafkan saya, Nona. Tolong, jangan mati dulu. Saya bisa digorok Tuan Muda jika Nona sampai mati sekarang. Huhuhu.”

Adalah apa yang pertama kali tertangkap gendang telinga Chaeyoung ketika kesadaran menciduknya kembali.

Kepalanya pusing bukan kepalang. Begitupula dengan keningnya yang nyut-nyutan. Ditambah bebauan aromaterapi mirip minyak angin nenek-nenek yang barusan diulaskan ke area bawah hidungnya sampai epidermisnya kepanasan. Jujur saja, itu tidak membuat semuanya jadi lebih baik; lantaran lubang hidung Chaeyoung yang sensitif serasa dijejali balsam. Akibatnya, ia bersin-bersin sampai keluar air mata.

Cara siuman yang tidak elit, memang. Namun suara feminin yang mengoceh dari tadi itu menyambutnya dengan kalimat penuh rasa syukur bagi entitas abadi di atas sana.

Chaeyoung yang baru membuka matanya sambil menggosok hidung, dibantu beranjak dari posisi tiduran menjadi duduk. Masih di sisi jalan. Ia juga disodori sebotol air mineral yang masih anyar. Chaeyoung menggumamkan terima kasih setelah menelan tegukan besar. Dan di saat itu, perempuan itu

baru sadar bahwa orang yang membantunya tersebut merupakan sosok yang sama dengan penguntit yang menempeleng kepalanya.

Spontan, ia melumpuhkan penguntit yang ternyata adalah seorang perempuan berambut panjang itu menggunakan kemampuan bela dirinya, hingga si penguntit tengkurap di jalan. Chaeyoung gegas menduduki pinggulnya sekalian mengunci pergerakan. Satu jerit yang terdengar praktis memecah kesunyian.

Si Park mana peduli. Ia melongokkan kepalanya supaya lebih dekat dengan milik si penguntit yang melentik ke belakang. Dengan intonasi yang dibuat rendah sekaligus tajam, supaya terkesan mengintimidasi, ditanyakan, “Siapa kau? Kenapa pula kau menguntitku?”

“Saya Lisa, asisten pribadi Nyonya Jeon Chaewon. Beliau juga yang memerintah saya untuk mencari tahu siapa Anda sebenarnya,” jawab perempuan berpakaian serba hitam itu, sebelum merintih lagi. Memohon ampun dan dilepaskan.

Tidak diindahkan. Chaeyoung justru mencureng. Benaknya bertanya-tanya, kenapa ibu Jungkook sampai sudi repot-repot mengirimkan orang untuk mencari informasi perihal dirinya?

Aneh.

Sangat aneh.

•••

Jungkook masih berada di sepertiga perjalanan menuju rumahnya, ketika ponsel yang ia kantongi di celana mendadak berdering dan menampilkan nama Chaeyoung selaku identitas pemanggil. Ia mengangkatnya tanpa perlu menunggu lama.

Dari apa yang ditelaahnya selama ini, Chaeyoung bukan tipe orang yang bakal menyianyiakan pulsa kesayangannya untuk hal tidak penting, seperti menelepon orang duluan kalau topiknya dirasa sekadar masalah sepele; terlebih dengan taksi mencurigakan yang Jungkook dapati membuntutinya sejak di restoran tadi. Makanya, ia serta-merta menanyakan keadaan si Park tanpa berbasa-basi. Sedan yang dikemudikannya putar balik ke arah semula.

Penggalan kalimat yang diberikan sebagai jawaban ternyata tidak disangka-sangka sama sekali. Otak Jungkook praktis berceceran tatkala mendengarnya. Blank total. Kakinya bahkan otomatis menginjak pedal rem sekaligus sampai badannya nyaris tersungkur; jika tidak ditahan sabuk pengaman.

Isinya, “Aku dikuntit orang suruhan ibumu.”

Sinting, bukan? Sangat, malah! Keningnya berkerut tujuh saat berpikir keras, kenapa Nyonya Jeon yang Terhormat sampai sibuk menyuruh orang untuk mengintili Chaeyoung, yang Jungkook yakini seribu persen, tidak dikenalinya sama sekali?

Seandainya ia tahu, Chaeyoung pun tengah memikirkan hal yang sama saat ini.

Si Jeon melajukan kembali mobilnya ke arah rumah si Park. Ia lantas berjalan cepat di sepanjang gang temaram yang membawanya menuju kontrakan kecil yang pernah ia satroni beberapa kali, sebelumnya.

keranjang sampah: dibuang s-ayankTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang