AR-03

47.5K 5.2K 180
                                    

Ayo semua dibiasakan vote diawal atau diakhir chapter, kalau jimplang ntar aku unpub.

200 vote dan 70 komen gas up lagi🏃

><

"Ruru,"

"Ya baby?"

Lagi dan lagi pipi Kaino memerah mendengar panggilan itu, dia menggigit bibir bawahnya pelan kemudian mencubit pipi chubby Aruna pelan.

"Jangan panggil Ino dengan sebutan Baby, Ino malu Ruru." pintanya dengan suara pelan dan tak lupa pipi merah jambunya.

Aruna terkekeh, Kaino sangat manis, dia begitu mudah merona dan sangat pemalu, Aruna sangat gemas jadinya.

"Iya-iya Kaino maaf ya."

"Um, Ruru mau makan siang dimana?"

"Taman belakang aja deh, males di kantin, banyak hama."

Kaino memiringkan sedikit kepalanya, mendengar kata Hama dia jadi ingat pada cairan pestisida.

"Ino punya semprotan pestisida di rumah, Ruru butuh?"

"Hahaha ya ampun, gemes banget sih lo Ino."

"Hehehe, Ino gemes? Ruru suka?"

"Suka dong, lo gemesin, lucu, kesayangan gue."

Kaino tertawa pelan, benarkah? Berarti Kaino ini milik Aruna dong, bagus-bagus, Kaino senang menjadi milik gadis yang sangat dia kagumi itu.

Bel istirahat berbunyi, Aruna segera berdiri dan menarik tangan Kaino, setelah guru keluar mereka juga ikut keluar.

"Kita harus cepet, sebelum mereka datang."

Aruna tampak tergesa, ya tentu saja dia tergesa-gesa karena dia gak mau para setan-setan ganteng itu datang ke kelasnya.

Seingatnya, setiap istirahat Wardan, Oliver, Liano, Jovan, Emilio, Garka dan Sagas akan datang ke kelas Aruna untuk mengajaknya makan siang bersama.

Tapi kali ini dan seterusnya tak akan begitu, Aruna akan makan siang bersama Kaino saja.

Keduanya berjalan cepat di koridor, tak jarang Aruna harus berhenti karena membalas sapaan anak-anak kelas lain.

Sedikitnya Aluna merutuki sifat ramah milik Aruna ini, membuatnya kerepotan sendiri.

"Ruru, tangan Ino..sakit.." Aruna tersadar, dia menoleh kebelakang.

Tinggi Kaino yang hanya sebatas mata Aruna, membuat Aruna harus menunduk sedikit, gadis itu melepas pegangannya dipergelangan tangan Kaino.

Melihat bekas kemerahan dipergelengan kurus laki-laki manis itu.

"Astaga, maaf ya Ino, Ruru gak sengaja." Aruna langsung mengelus pergelangan yangan Kaini dan menciumnya lembut.

Kaino yang diperlakukan seperti itu sontak memerah kembali, kakinya lemas bagai jeli dan bibirnya ingin sekali berteriak.

Tapi Kaino tak bisa melakukannya, dia tak mau membuat Aruna kesal karena teriakannya.

"S-sudah Ruru, tangan Ino sudah tak sakit lagi."

Aruna mengangguk, dia melepas pegangan tangannya lalu berjalan lagi, Kaino sedikit merasa kehilangan saat Aruna tak memegang tangannya.

"Ruru."

"Ya?"

"Ino..pegang tangan Ruru boleh?"

Aruna mengangguk saja, Kaino langsung menggapai tangan kanan Aruna dan mereka berdua berjalan bersama menuju kantin.

....

Oliver mengernyit pelan saat tak menemukan keberadaan adiknya di kelas.

"Loh? Dimana Ruru?" tanya Wardan penasaran, cowok berwajah tampan dan berkulit agak kecoklatan itu sedih karena adik tersayangnya tak kelihatan.

Wardan mendesah pelan, kemana adik cantiknya pergi ya.

"Dia di kantin." suara Sagas yang begitu dingin terdengar, Sagas terlihat aneh beberapa hari ini.

Dia yang awalnya begitu ceria dan penuh tawa kini malah sangat pendiam dan dingin, bahkan raut wajahnya begitu ketat dan kaku.

"Gas, lo kenapa sih?" Sagas abai. Dia berjalan cepat meninggalkan teman-temannya, dia mau menemui Aruna di kantin.

Liano dan Jovan masih terlihat lesu, pasalnya sahabat mereka itu tak mau berdekatan dengan mereka, bahkan menolak kehadiran mereka.

"Gue salah apa sih." gumam Liano, dia  frustrasi sendiri.

"Ntah lah, nanti tanya sama Ruru aja." sahut Jovan.

Mereka kemudian berjalan menuju kantin, 2 orang yang sedari tadi diam juga tetap diam tak bersuara.

Emilio dan Garka, dua orang itu hanya diam mengamati keadaan saja, mereka tak terlalu memikirkan perubahan Aruna.

Karena apapun pribadi Aruna, dia tetap Aruna yang mereka sayang.

Sesampainya mereka di kantin, mereka melihat Aruna ada disana bersama seorang lelaki pendek berkulit putih dan berambut hitam lebat.

Keduanya tertawa bersama, membuat Sagas mendecih pelan, merasa panas melihat hal itu.

Dengan cepat Sagas berjalan mendekati Aruna, dan menggapai tangan gadis itu lembut dan hati-hati.

"Eh? Apaan sih!?" Aruna hendak menarik tangannya, namun Sagas menahannya agar tak bisa lepas.

Tatapan mata Sagas begitu intens, membuat Aruna heran dan pastinya tidak nyaman.

"Apaan sih bang Sagas, lepasin tangan gue."

Kernyitan muncul didahi Sagas, dia menarik Aruna untuk keluar dari kantin, ada hal yang harus Sagas bicarakan pada gadis ini.

"Eh? Ruru mau kemana?" lirihan Kaino tak terdengar, mau dibawa kemana gadis pujaannya?

"Sagas bangsat, mau ngapain sih dia!?" umpatan Garka terdengar.

Ya, mereka tak mengikuti keduanya karena Sagas memperingati mereka agar jangan ada yang ngikutin mereka.

Karena ini urusan antara Sagas dan Aruna, dan pastinya tak akan ada yang paham pada permasalahan mereka.

Jadi mereka tak mau ikut campur untuk urusan keduanya, yang penting Aruna gak diapa-apain sama Sagas nantinya.

Kalau sempat dia melukai Aruna, maka Oliver akan membunuhnya saat itu juga.

























Bersambung.



Aruna [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang