AR-09

28.3K 3.3K 109
                                    

Jangan lupa tinggalkan bukti keberadaan kalian, dengan cara vote ataupun komen.

Misalkan nih ya, 1 orang aja komen tentang isi chapter, dan kalau 70 orang komen 1 kali, itu udah bisa penuh.

Tapi jangan komen next atau cuma komen yang gak ada hubungan sama jalan cerita.

200 vote dan 70 komen, kayanya cerita Aruna otw unpub juga karena pembacanya pada gak mau kerja sama.

><

Lyn itu adalah perempuan, usianya 20 tahun, itu yang Liano tau setelah memaksa gadis itu bersuara.

Gimana cara pengucapan nama Lo.

"Lyn, kau baca saja dengan kata Lin."

Ohh, gue kira Lian.

"Gak, tolol emang kau."

Perasaan lo ngumpatin gue mulu sejak datang di kepala gue.

"Ck, banyak tanya, mending sekarang kau mikir gimana caranya Aruna mau dideketin, supaya bisa jauhin dia dari Niki."

Benar juga, Liano saat ini ada di kamar rumahnya, dia memandang langit-langit kamar.

Pikirannya berkelana, dia sudah bicara pada Jovan serta Emilio, keduanya berkata jika mereka pun mendapatkan mimpi yang sama.

Dan mereka juga berusaha melindungi Aruna dari Niki, mereka tak yakin mimpi itu benar-benar nyata atau tidak.

Tapi apa salahnya mereka jaga-jaga dalam diam, karena Aruna benar-benar menolak kehadiran mereka.

Aruna tak mau bicara barang sedetikpun bareng mareka, Aruna benar-benar menjauh sekarang.

Oh iya Lyn, terus Aruna sekarang lagi rencana in apa?

"Kau kira aku cenayang?"

Tapi katanya lo penulis jalan hidup disini.

"Iya tau, tapi aku gak tau isi pikiran Aruna, aku hanya bisa masuk ke pikiranmu."

Hm begitu ya.

"Iya."

Gue pengen ngeliat muka lo deh, gue penasaran.

"Nanti kau jatuh cinta."

Lo kali yang jatuh hati sama gue, seorang penulis jalan hidup yang jatuh cinta pada tulisannya sendiri, hahahaha.

Tak ada jawaban, Liano mulai menelusuri seisi kamarnya menanti suara gadis itu lagi.

"Lyn? Kok lo diam aja." celetuk Liano, kernyit terlihat didahinya saat ini.

Ada apa dengan suara gadis itu, kenapa tak terdengar lagi.

"Lyn, lo bisa denger gue kan?"

Panik, Liano berusaha memanggil gadis itu lagi.

Lyn bangsat jangan buat gue panik dong! Jawab!

Lyn! Aelah, gue bercanda, jangan diem gini, gue masih butuh arahan lo.

Sumpah Lyn, lo gak asik!

Liano beranjak dari tidurnya, dia mulai memukul kepalanya pelan, mencoba apakah dengan cara itu Lyn bisa menjawab pertanyaannya.

Sementara dilain dunia, gadis dengan kacamata dan layar ponsel yang menyala memperlihatkan beberapa tulisan.

Tetesan darah mengalir dihidung gadis tersebut.

"Bangsat..kebanyakan mikir jadi gini." gadis itu langsung menyumbat hidungnya dengan tisu.

.....

Pagi ini Aruna merasa bahagia sekali, entahlah seperti ada sesuatu yang menarik akan terjadi.

Oh, dan sekarang baik Jovan, Liano dan Emilio sudah menjauh dari Aruna, itu bagus karena itulah tujuan Aruna.

Kalau Sagas dan Garka, mereka sudah berubah, nampaknya mereka berbeda seperti Sagas Garka di novel.

Langkah kaki Aruna begitu ringan di koridor sekolah, sesekali dia akan menyapa dengan ramah dan bersenandung pelan.

Rencana nya hari ini Aruna mau ajak Kaino, Oliver, Jian dan Jemian pergi ke pasar rakyat yang diadakan dekat sekolah mereka.

Tapi itu masih rencana, iya kalau mereka mau ikut sih.

Saat Aruna berjalan hampir sampai di kelasnya, matanya menangkap sesuatu, dia melihat seseorang yang memiliki manik mata berwarna abu-abu.

"Loh? Itu kan cowok yang Ruru suka." sepertinya Aruna sedang dalam keberuntungan, dia berjalan cepat kearah remaja tinggi yang menutup telinganya dengan headphone.

Tapi tunggu, kenapa Aruna harus mendekati laki-laki itu? Apa keuntungannya?

"Ah, buat apa gue deketin dia, itu kan yang suka Aruna, bukan gue." benar juga, Aluna kan suka nya dedek gemoy yang imut.

Merubah rencana, Aruna berjalan cepat melewati remaja bermanik abu-abu itu.

Tak menatap atau melirik, namun Aruna tak sadar jika remaja tadi meliriknya dengan tatapan begitu dalam dan penuh kerinduan.

"Aruna." bisiknya tipis, sangat tipis bahkan hampir menyamai sebuah gumaman saja.

Remaja itu, Niki Ganendra, berbalik guna menatap punggung sempit Aruna yang menjauh.

Dengan senyum miring penuh teka-teki yang sulit ditebak.

Hanya dia saja yang tau apa isi otaknya sendiri.

Semoga bukan hal-hal buruk.




















Bersambung.

Aruna [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang