AR-13

19.9K 2.6K 104
                                    

Terserah kalian mau vote gak vote, mau komen gak komen terserah.

Yang penting ini tamat terus aku mau berhenti nulis untuk setengah tahun.

><

Aruna memicing tajam saat melihat Oliver mengunci pintu ruang osis, dia ditarik masuk ke ruang osis tadi, bersama Wardan dan Oliver.

"Jadi, kenapa abang kunci pintu nya?"

Oliver menatap Aruna lekat, kemudian dia mengelus pucuk kepala Aruna gemas "Gak papa sayang, abang cuma mau kita makan siang bertiga." ujarnya santai.

Aruna mendelik sinis. "Bang Wardan, bersuara dong."

"Ck, suara gue mahal."

"Dih, tai."

Wardan menjitak dahi Aruna karena mengumpat barusan, dia berkacak pinggang bak emak-emak komplek.

"Siapa yang ngajarin lo ngumpat?"

"Gak ada."

"Dasar nakal!" Wardan mengapit leher Aruna dan mengusap kuat ubun-ubun Aruna.

Aruna pasrah, dia tak mau melawan.

Oliver sendiri tersenyum gemas, adiknya ini lucu sekali, Oliver jadi makin sayang sama adik bungsunya ini.

"Mau makan siang apa Ruru?" pertanyaan Oliver terdengar, Aruna mendongak menatap Oliver yang ada didepannya.

Makan apa ya, dia lagi pengen nasi kucing, bukan nasi untuk kucing tapi nasi yang memang disebut nasi kucing.

"Mau nasi kucing sama es teh manis panas."

"Oke."

Oliver mengambil ponselnya hendak memesan, tapi sedetik kemudian dia tersadar "Nasi kucing? Emang ada?"

"Ada dong, cari di online dong."

"Iya juga, yaudah lah."

Oliver menurut saja, Wardan sendiri melepas apitannya lalu mengangkat tubuh Aruna dan meletakannya dibahu lebar Wardan.

"Eh! Abang!"

Wardan tak bersuara, dia berjalan keliling ruang osis dengan Aruna dibahunya. "Haha, udah lama gue gak gendongin lo lagi."

Aruna meremat rambut Wardan agak kuat, dia lumayan takut karena ini jaraknya agak tinggi.

"Bang, nanti gue kena lampu!"

"Gak bakal."

"Bang awas itu ada palang—"

Brak!

Kepala Aruna membentur palang pipa yang memang ada di ruangan itu, entah apa tujuannya tapi yang pasti sakit.

"Sakit.." Wardan langsung menurunkan tubuh Aruna dan di dudukan ke sofa, dengan panik Wardan mengelus dahi Aruna yang memerah.

"Maaf, gue gak sengaja!"

Aruna [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang