AR-10

25K 3K 107
                                    

Huh, ayo komen dan vote yah semua, diawal atau diakhir chapter ya semuanya.

200 vote dan 55 komen tanpa spam next.

><

Kaino mengerutkan dahinya, dia merasa heran pada seseorang yang sedari dia datang ke sekolah, selalu terlihat lewat di depan kelas mereka.

"Ruru." Kaino mengelus punggung tangan Aruna yang saat ini sedang menulis catatan fisika.

"Ya? Kenapa baby?" sempat merona sebentar karena panggilan itu, Kaino menggeleng cepat.

"Itu loh, ada cowok yang lewat terus dari jam pelajaran pertama sampai ini mau istirahat dia malah berdiri dipintu kelas." Aruna mengangkat kepalanya, dia menatap Kaino sebentar.

Lalu fokus Aruna beralih pada seseorang yang tengah mengintip dari jendela kelas.

"Eh? Itu kan cowok tadi pagi."

"Kamu kenal?"

"Iya tapi aku gak tau namanya siapa."

Jemian yang sedari tadi mendengarkan percakapan mereka sontak berbalik, dia sempat menyentuh pipi Aruna lalu bersuara.

"Itu Niki, dia mau selesai dari hukumannya karena nusuk anak kelas 1 di belakang sekolah."

Jian tampak khawatir, berarti anak itu jahat kan? Aruna gak boleh deket-deket sama anak itu, berbahaya.

"A-a-aruna..t-tidak boleh..d-d-dekat dengannya.."

Aruna mengelus rambut Jian pelan lalu mengangguk "Iya Jian."

Secara tiba-tiba bel istirahat berdering kuat, dan pertanda kalau anak-anak sudah boleh keluar dari kelas.

Jemian segera berdiri dari duduknya, menanti Jian keluar dari kursinya dengan sabar "Bang, Jemi bantu ya."

Jian menggeleng "G-g-gak p-p-perlu." tolak Jian.

Dia berjalan perlahan, kemudian mendekati meja Aruna, dengan semangat Jian menggenggam tangan kanan Aruna.

"Ck." iri, pasti, Kaino tak mau kalah dan langsung menggenggam tangan kiri Aruna.

Yah biarkan saja.

Mereka ber 4 berjalan bersama keluar dari kelas, dan Niki masih menunggu disana.

"Haiiii Ruruuuuu~" sapaan itu, membuat Aruna terdiam sejenak lalu mendongak menatap laki-laki bermanik abu-abu tadi.

Matanya turun ke arah name tag didada laki-laki itu.

Aaahh, namanya Niki.

Seulas senyum Aruna berikan, dia baru sadar kalau wajah Niki itu manis, dengan kulitnya yang berwarna putih bersih dan rambut ikalnya.

"Hai Niki."

"Aku mau ikut makan siang di kantin bareng kamu, boleh?"

"Oh? Bol—"

"GAK BOLEH!"

Aruna bisa merasakan langkah kaki yang bergerombolan. Dan yah, itu Oliver Dkk.

Liano, Jovan dan Emilio langsung mendorong Niki agar menjauh sementara Garka dan Sagas melotot tak percaya.

Keduanya langsung mendekati Niki dan berdiri didepan Niki guna melindungi cowok itu.

"Lo apa-apaan sih!?" Liano meraung kesal, dia hampir menghantam wajah  Niki jika saja Sagas tidak menahannya.

"Jangan lo pukul saudara gue bangsat!"

"Saudara apaan!? Lo itu anak tunggal Gas!"

"Diem anjing, dia saudara gue!"

Aruna memijit dahinya pelan, ada apa ini, setau nya Sagas memang anak tunggal dan dia tak punya saudara.

"Hei, tenang, mending kita ke kantin dan bicarakan disana saja."

"Gak!" Oliver menolak, dia menarik Aruna dan membawanya pergi dari sana.

Meninggalkan mereka yang masih berdebat.

Sagas sendiri langsung menarik Garka dan Niki, mereka harus mendiskusikan hal ini.

"Hm, aneh."

Liano tersentak kala suara itu datang lagi, dia tersenyum senang tanpa dia sadari.

Semalaman Liano menunggu respon dari Lyn tapi gadis itu tak bersuara sama sekali.

Lyn bangsat kemana aja lo!?

"Istirahat, kenapa? Kangen?"

Hm, gue kangen sama suara lo.

"Anjai baper, dah skip-skip."

Loh? Gue serius ini.

"Diem, aku mau istirahat lagi."

Hehehe okeyy, nanti malam kita ngobrol lagi ya~

"Iya."

Liano sampai melupakan tujuannya, dia terlalu bahagia karena Lyn kembali bersuara lagi.

Itu membuatnya lega.












Bersambung.

Aruna [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang