What did you say?

904 24 0
                                    

Dimas's Pov

Seketika itu juga detak jantung gue melemah. Gue gak tau apa yang harus gue lakuin.

Gak ada.

Gue bingung.

Jadi disinilah gue.

Diruang Putih, Bau khas rumah sakit menyeruak memasuki Indra peciuman gue, hahaa. Bahasa gueee. Geli deh.

Gue nunggu.

Gue masih nungguin adek gue buat bangun. Hm gacape apa tidur terus?.

"Kak dim?" Ucap adek kembarnya Grace. Dia menperlihatkan wajah datarnya kearah gue.

Persis kayak grace waktu bete.

Ah. Jadi kangen grace.

Ah. Gue baper'an

"Hm"

"Kakak gak keluar?" Ucapnya bingung.

Mungkin anak ini bilang kayak gini karena gabetah gue nungguin Gigi terus kali ya?.

Gue berasa kayak diusir tapi Alus.

"Gak. Nunggu Princess bangun" ucap gue datar.

Gue berjalan mendekat menuju ranjang tempat dimana Grace berbaring. Disana lengkap sekali peralatan medis.

Entahlah Setelah Oprasi pengambilan peluru yang masuk ke dadanya dia masih gap sadarkan diri.

Gue geregetan deh.

Pengen rasanya nyabut semua peralatan medis ini. Gue pengen Gigi bangun secepatnya.

Gue gak tahan setiap denger detak jantung grace yang mulai gak stabil.

Kadang gue kalap sendiri.

Udah sebulan.

Kejadiannya udah sebulan lebih dua hari.

Gue cuma bisa natep dia yang tertidur kaya bayi. Mukanya polos banget.

Pengen cubit deh.

Eh gawat.

"Ehm"

Oh. Risky.

"Paan?" Tanya gue geram.

"Makan nih" ucapnya lalu menyodorkan sebungkus nasi bebek.

Kesukaannya grace.

Nomer dua setelah nasi padang.

"Taroh aja situ" ucapku tak menoleh padanya.

Gue masih ngelihat grace dengan jeli.

Gue cuma. Takut. Bener bener---

Bener bener kehilangan dia.

Rasanya belom sanggup.

"Ayolah mau sampe kapan elo kayak gini? Cmon bro! Live must go on" ucapnya santai.

Gak.

Risky belom tau gimana rasanya kehilangan.

Gimana rasanya takut.

Gimana rasanya takut, sedih, marah, kangen jadi satu. Kayak urap2.

Haaah.

Bener bener berat,

Gue bahkan gak tau masih bisa lanjutin hidup gue apa enggak.

"Apa mau gue suapin?" Ucap adek gue.

Dengan santainya dia mengerling jail.

Oh yaampun adek gue gangguan.

Dengan segera gue menabok pundak adek gue yang duduk disofa. Lalu kembali mendekati ranjang grace.

"Bahasa elo woy! Geli!" Ucap gue padanya. Lalu kembali dengan ekspresi datar.

"Oh ayolah bang. Gue gak mungkin biarin elo kayak gini terus." Dia menghembuskan nafasnya kasar.

"Sini deh" ucapnya lalu menepuk nepuk sofa tersisa disebelahnya.

Dengan ogah ogahan gue berjalan kearahnya.

Gue menaikkan sebelah alis gue Dan mencoba memberikan sinyal 'Ada apaan?' Ke adekk gue yang tengil itu.

Dia mengetikkan sesuatu di hand phone nya

'Kapan move on?'

Dia memberikan handphone nya ke gue dengan wajah datar.

Gue merogoh rogoh handphone gue untuk membalaskan pesan tengil itu untuknya.

'Entahlah.'

Dia mengerutkan keningnya lalu jarinya kembali menari panda keypad nya.

'Elo gak mikirin perasaannya kak Jane?.'

Hah.

Dia bawa bawa Jane.

'Apanya? Gimana? Maksudnya?'

Dia kembali menulis balasannya untukku.

'Kak Jane suka elo. Gak bisa baca Dari matanya?'

Hahah. Oalah anak ini belom tau

Gue mantannya.

Ah enggak harusnya dia tau.

APA PURA PURA BEGO.

'Terus? Gue disuruh mikir perasaannya Jane? Tanpa mikir perasaannya Grace?'

Gue memnaikkan sebelah alis setelah menunjukkan balesan gue padanya.

Lebih tepatnya melepar hape

Dengan segera gue menyambar air mineral yang ada di atas meja samping sofa.

Gue harus nenangin otak gue.

'Gak gitu bang, cuma- gue gak yakin Grace bakalan buka matanya lagi. Liat yang pasti ajalah bang'

Gue melotot.

Gue memberi isyarat adek gue itu untuk keluar Dan dia ngikutin gue.

Setelah akhirnya gue berjalan kesana kemari turun lift belok kanan belok kiri

Akhirnya nemu taman belakang rumah sakit.

Bug!

"Maksud lo apaan bilang Grace gaada harapan lagi?"

---
An :

Wah mereka berantem. Besok mungkin 2 chapter lagi udah final chapter nya mereka. We he he.

Surabaya, 2 Mei 2015.

Oiyaa minta doa buat Unas yaaa yeyy! Cheeers!

Grace's LieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang