Grace's Lie

Kegundahan Hati.

Risky's POV

"Mau sampe kapan kalian berantem? . Gigi collapse!"

Teriak kak Jane yang masih menenangkan gita.

Rasanya hati gue mencelos.

Gue berlari secepat yang gue bisa.

Gak peduli dengan beberapa suster yang meneriaki gue untuk berjalan biasa.

Gue gak peduli.

Walaupun gue tau kalo ini rumah sakit.

Yang gue tau Cuma Gigi! Gigi! Sama gigi!

Oh sial. Gi, lo berhasil bikin gue kalap.

Gue masih tetep lari menaiki tangga darurat dari pada naik lift yang notabenenya lebih hemat tenaga.

Sampai.

Jantung gue masih tetap memompa darah gue dengan sekencang kencangnya.

Tanpa mempedulikan tulisan 'Caution Wet floor'

Gue tetep lari.

Sampe akhirnya kesial,an lagi lagi menghampiri gue.

Gue nyungsep.

Jidat nyium lantai.

Oh kasiaan otak gue, pasti konslet bentar lagi.

Ting.

Oh gue lupa kasih tau elo pada. Sebenernya gue jatuh di depan pintu lift.

Muncullah Kakjane. Gita, Dan Abang gue,

Oh, pahlawan gue dateng.

Gita dengan tergesa membantu gue untuk bangkit.

Dan berhasil gue berhasil bangkit.

Gita. Masih setia dengan pegang tangan gue.

Mimik mukanya datar, tapi matanya memancarkan sorot kepedihan.

Siapa sih yang nggak bakalan kehilangan sosok Gigi?

Gue masih memperhatikan muka Gita.

Gue tau bentar lagi air mata itu bakalan turun.

Dan benar. Air mata itu turun akhirnya.

Entahlah tangan gue terlalu sensitif. Tangan gue seenaknya main hapus air matanya Gita.

Gue gak bakalan biarin Gita nangis.

Gue, gue. Haah. Jangan bikin gue semakin kalap.

"Jangan nangis. Kalo Gigi tau adeknya nangis nanti Gigi marah"

Gue mengacak rambut Gita pelan.

Dia mengangguk. Tersenyum Samar.

Gue mengecup dahinya singkat.

Dia lalu memelukku dengan erat

Di depan ruangan Gigi sudah ada Om Tylerf. Sama tante Diska.

Tentunya ada Abang gue Dan Kak Jane.

Bahkan gue gak tau kapan Kakjane sama Abang gue pindah posisi.

Mereka kelihatan murung.

Untuk pertama kalinya setelah 5 tahun yang lalu.

Om Tylerf kembali.

"Sabar yaa. Tinggal tunggu apa kata dokter." Ucap tante Adiska.

•••
Gigi's POV