47 | The Red Eyes [Part 2]

420 130 27
                                    

Permukaan air yang awalnya tenang mulai beriak, membentuk gelombang yang sedikit demi sedikit membesar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Permukaan air yang awalnya tenang mulai beriak, membentuk gelombang yang sedikit demi sedikit membesar. Sebuah tangan teracung ke atas, membelah permukaan, kemudian bertumpu pada air yang kini bersifat seperti benda padat. Sosok itu mengangkat seluruh tubuh keluar dari dalam air, kemudian berpijak di atasnya. Pandangannya mengedar. Sejauh mata memandang, hanya terlihat lautan tanpa ujung dan bulan purnama besar yang memantulkan cahayanya ke permukaan air, sisanya adalah kehampaan.

Pandangannya sedikit berkunang-kunang, kedua matanya bercahaya jingga, sesekali ia berkedip untuk bisa melihat lebih jelas. Sambil memijat keningnya yang terasa pusing, ia berjalan gontai mengikuti instingnya. Entahlah, seperti ada seseorang yang menyuruhnya untuk pergi ke satu arah.

Sosok itu berjalan dan terus berjalan. Ketika kepalanya terasa semakin pening, ia mendengar suara seseorang, bergaung menusuk indra pendengarannya. "Apa kau tahu ada kotak pandora yang tersembunyi dalam benakmu?"

Tadashi mengedarkan pandangan ke sekeliling, tetapi tidak ada siapa pun di sana. Dirinya tahu itu suara dari si pemuda berambut perak, kembarannya yang begitu identik, setidaknya begitulah pikir Tadashi. Merasa tidak boleh buang waktu, ia mengabaikan suara itu dan terus berjalan. Tiba-tiba, air di hadapannya beriak, seperti ada sesuatu yang akan naik ke permukaan. Tadashi berhenti, bersikap waspada jika saja si pemuda berambut perak itu muncul. Namun, rupanya yang muncul dari dalam air hanyalah sebuah peti kayu usang berbentuk persegi yang lebarnya tidak melebihi tiga puluh sentimeter.

Tadashi memiringkan sedikit kepalanya ke kiri seraya menatap lekat benda itu. Pemuda itu mendongak ketika asap tebal berwarna hitam menyelimuti peti. Rasa penasaran meliputinya. Ia merasa ... seperti ada bagian dirinya yang hilang ketika melihatnya.

"Bukalah, Tadashi! Aku tahu kau menginginkannya." Suara bisikan kembali terdengar. Tadashi mengedip. Alih-alih menuruti apa kata suara itu, Tadashi mundur satu langkah. Instingnya mengatakan ia tidak seharusnya membuka kotak itu.

"Apa kau tidak penasaran dengan isinya?" Suara itu kembali merayunya, kemudian tertawa. Tadashi berdecak, menutup salah satu telinganya. Berisik sekali, pikirnya.

Pada akhirnya, Tadashi berjongkok di depan peti tersebut, mengamati dan meraba-raba benda itu untuk mencari tahu cara membukanya. Ia mencoba mengangkat tutupnya, tetapi peti tersebut tidak mau terbuka. Kabut di sekitarnya semakin tebal dan menghalangi jarak pandang, membuat Tadashi menyerah untuk membukanya. Pemuda itu berdiri, meyakini diri sendiri bahwa ia datang ke sini untuk sang kakek. Ia tidak punya waktu untuk meladeni semua omong kosong yang dibuat si rambut perak.

Kemudian Tadashi melangkah menjauhi peti misterius tersebut. Beberapa langkah terlampaui. Namun, kumpulan kabut hitam yang sama terlihat kembali di depannya. Ia mencoba mengabaikannya dan terus melangkah mencari Dakota. Tidak peduli seberapa jauh atau cepat ia berlari, Tadashi merasa tidak pergi menjauh dari peti kayu tersebut. Malahan, ia merasa seperti berjalan berputar kembali ke arah peti tersebut.

Dream Walker [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang