Wendigo meraung liar, merasa begitu marah pada Tadashi setelah belasan kali dihujani petir yang begitu dahsyat. Tadashi membuka matanya lemah, melihat makhluk itu mengangkat cakarnya tinggi-tinggi dan bersiap untuk mencabiknya lagi. Ia kembali memejamkan mata. Tubuhnya terlalu lemah untuk memanggil petir, atau bahkan untuk menghindar sedikit saja.
Tiba-tiba, sulur tanaman dan akar keluar dari dalam tanah, melesat cepat melilit lengan makhluk itu, kemudian melemparnya ke belakang. Wendigo meraung liar ketika tubuhnya terpental jauh, berguling di tanah yang keras.
"Hei! Lihatlah!" seru Evelyn itu.
Noah yang masih berusaha mengeluarkan api mendengar teriakan Evelyn. Refleks, pemuda berambut pirang itu menoleh, melihat Akando tertatih-tatih di kejauhan. Pria itu mengangkat tangan dan membuka telapaknya yang bergetar hebat. Tangan lainnya menopang tubuh dengan batang kayu panjang. Sulur tanaman dan akar yang dipanggilnya menjauh dari Wendigo dan kembali masuk ke dalam tanah. Tidak dapat menahan gejolak emosinya, pemuda itu tersenyum dan menitikkan air mata. Kekalutan yang baru saja dirasakannya seketika sirna ketika mengetahui bahwa kematian masih enggan untuk menjemput Akando. Pria tua itu masih ada di sini untuk dirinya.
Api yang melahap pohon sakral perlahan-lahan mengecil karena Noah tidak lagi menembakkan api. Jantung Wendigo kini telah berubah menjadi hitam pekat secara keseluruhan, perlahan-lahan luruh menjadi abu hingga habis tak bersisa. Sang alpha kembali berdiri dan hendak berlari menuju pohon besar yang terbakar itu. Namun, langkahnya menjadi limbung. Kulit kelabu di kakinya perlahan menghitam, menyebar ke seluruh tubuh. Retakan-retakan menjalar dari kaki hingga perut, dada, lalu berhenti di kepalanya. Makhluk itu membeku bagaikan patung, cahaya kehidupan di kedua matanya redup. Tubuhnya yang sudah sepenuhnya menghitam kemudian luruh seperti pasir dan berjatuhan di rumput. Lolongan yang memekikkan telinga perlahan mengecil, bergaung ke seluruh penjuru hutan dan menghilang.
Keheningan kembali meliputi Queens Forest Park. Tanpa berpikir lagi, Evelyn bangun dan berlari menuju Tadashi, meskipun sedikit pincang karena pergelangan kakinya terkilir. Ia bersimpuh dan menggendong tubuh pemuda itu, menepuk-nepuk pipinya pelan. "Hey, hey, Tadashi! Wake up!"
Noah, Kagumi, dan Akando menyusul gadis itu. Ketiganya berkumpul di sekitar Tadashi. Napas Evelyn kian memburu ketika kepanikan yang hebat melanda. Ia mengguncang tubuh Tadashi yang tidak memberikan respons apa pun. "Jangan bercanda! Hei! Bangunlah!" Namun, pemuda yang diajak bicara tidak kunjung menjawab. Kedua matanya masih terpejam.
Akando berlulut, meletakkan telapak tangan di luka Tadashi. Namun, tidak ada daun herbal yang keluar dari sana. Bahkan, Akando tidak merasakan sedikit pun magis di dalam dirinya. Rasanya hampa, seperti ketika dirinya masih sangat muda dan belum mengetahui potensi yang ada dalam dirinya. Ia menatap telapak tangannya, kemudian membelalak.
"Sihir penyembuhanku hilang ... bersamaan dengan jantung Wendigo yang kini telah menjadi abu," lirih pria tua itu. Ia mendongak pada Kagumi. "Ayahmu benar. Kemampuan kami akan hilang setelah Wendigo lenyap."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream Walker [COMPLETED]
Fantasy🏆 The Wattys Winner 2022 (Wild Card) 🏆 Wattpad Ambassadors ID's Pick 2024 🏆 Reading List WIA Indonesia Periode 3 Konon, seorang dream walker hanya terlahir satu di setiap generasi. Selama ini, Tadashi Reyes menyangka kemampuannya yang langka ada...