Terhitung empat hari sudah Tama menjelma menjadi pria sad boy, yang mogok makan, tidur, dan tertawa. Menolak bergabung dengan Juno maupun Agus terkecuali ada imbuhan-gue traktir. Sisi negatifnya, Tama makin menjadi-jadi menganut mindset mandi satu kali sehari, itu pun jika ia harus berangkat ke kampus, jika tidak ia akan mengunci diri di dalam kamar sehari penuh demi bisa menghayati masa menggalaunya.
Positifnya, ia menjadi terlalu rajin, mengerjakan juga mengumpulkan tugas yang bahkan belum mendekati deadline. Berangkat lebih awal dari jam mata kuliah, jika ruang kelas masih terkunci, maka dengan senang hati ia akan meminta kunci ke ruang jurusan, agak lain memang.
Itu semua karena kedatangan sepupunya kemarin lusa, dengan niat mencari model pengganti sementara, untuk iklan produk sampo milik perusahaan bosnya. Sialnya, sang ibu menunjuk Airin, yang membuat Tama lebih murka karena tawaran sang ibu segera disetujui oleh -Rayyan-sepupu tertuanya yang juga paling tampan.
Sejak saat itu, Airin memilih untuk menjauhi Tama bermaksud menghindari sesi bacot juga komplain hiperbolanya. Dengan alibi baterai lowbat yang sebenarnya sengaja gadis itu mode pesawat, atau hape ketinggalan karena sengaja Airin abaikan, itu sebab si manja keras kepala itu menghujani nya dengan panggilan masuk juga chat yang menggunung.
Bahkan Airin yang terbilang sulit keluar rumah itu, terpaksa harus meninggalkan kamar tercintanya hanya demi tidak bertemu Tama. Namun, sialnya untuk hari ini cuaca diluar sedang tak bersahabat.
Tama dengan nekat menerobos lebatnya hujan hanya demi menyampaikan materi yang sudah beberapa hari ia siapkan. Sedang yang di sidang tengah menikmati telur dadarnya, pasrah dengan keadaan.
"Gue nggak suka lo ikut begituan," pekik Tama yang duduk di seberang meja makan.
"Ribet banget idup lo."
Kini Tama berjalan mendekat, menarik kursi di samping Airin, menyahut gelas teh hangat gadis itu, lantas menenggaknya hingga tersisa setengah gelas. "Lo nggak mikir, kalo lo nantinya bakal diliatin banyak orang. Nanti kalo ada yang kesemsem sama lo, terus cari tau identitas lo, nemu foto lo digoogle terus di download buat bisa diliat setiap waktu gimana? Atau sampe di cetak tuh foto lo dan di tempel di tembok kamar, bisa diguna-gunain lo."
Jangan ditanya seperti apa Airin saat ini, ia mulai tak selera makan mendengar rentetan keraguan hati Tama. Bukan setuju dengan pria itu, hanya saja itu spekulasi yang terlalu berlebihan baginya.
"Ha?" Airin menatap ke arah Tama dengan kening mengerut, sialnya ia baru menyadari jarak tipis di antara mereka.
"Gimana kalo lo batalin kontrak, ntar gue ganti sama temen-temen gue buat model si Rayyan."
Airin mendengus, tepat sekali tebakannya, seakan sudah tergambar jelas melingkari kepala pria itu. "Nggak bisa Tam," tukas Airin sembari meraih gelas tehnya.
"Kenapa? Lo nggak berani? Kalo perlu gue yang bilang," celetuk Tama menghentikan gerakan Airin seketika.
Dengan ujung gelas yang hanya seinci dari bibirnya itu, ia bersua. "Kalo gue batalin, gue mesti ganti rugi, dan itu nggak sedikit, nggak mampu gue."
Tama terdiam, masih menatap Airin yang menenggak habis tehnya. Sulit, itulah yang ada dalam benak Tama saat ini, tapi hatinya menggebu di dalam sana. Seakan mendemo Tama agar segera mencari jalan keluar untuk menangani kegelisahan hatinya. Jika seperti ini, peluang jatuh hati pada Rayyan sangat besar kemungkinannya, belum lagi Airin bisa saja bertemu dengan pria yang lebih mapan dan tampan dari Rayyan, yang tentu saja melebihi dirinya, sepanjang sesi pemotretan atau pembuatan iklan. Tama menggeleng keras berusaha membuang barisan 'bisa jadi' yang berusaha mengantre untuk mengacaukan pikiran Tama. "Rin."
"Hm?" Kini gadis itu merubah posisi duduknya, menatap Tama sepenuhnya.
"Gimana kalo kita pacaran?"
"Ha?" Gadis itu hanya mengerjap beberapa kali, "buat?"
"Masih nanya lagi lo, ya biar jadi alasan lo buat nggak deket-deket sama cowo lain."
Airin masih terdiam menatap Tama, satu detik, dua detik, tiga detik, hingga detik ke dua belas. "Berarti kalo gue pacaran sama lo, gue nggak boleh deket-deket bokap gue dong."
"Gue serius Rin, malah ngajak bercanda lo."
"Siapa yang bercanda, gue juga serius Tam."
"Terus?" Tama bersedekap, dengan satu alisnya terangkat.
"Apa?" Tanya Airin dengan kebingungan yang dibuat-buat.
"Ya, terus jawabanya apa?"
"Enggak." Masih dengan menatap Tama, Airin menjawab lantang ajakan kaleng-kaleng pria di hadapannya.
"Kok gitu?" Dengan setengah keberaniannya juga berusaha menahan gemetar tubuhnya. Sebisa mungkin ia memasang wajah tenang.
"Lo sadar nggak sih Tam, lo tuh terlalu gampang ngajak cewe pacaran."
"Lo nya aja yang nggak ngerti, dan nggak pernah peka terkesan nggak peduli sama perasaan gue, gimana jungkir-baliknya gue buat dapetin lo."
"Yang gue ngerti lo itu cowok manja yang punya visi banyak gebetan, biar bisa lo pamerin ke anak lo. Jungkir balik gimana? Lo aja suka pamerin gebetan lo, bukan cuma gue, cewe lain juga nggak bakal mau di bercandain Tam, lo tuh banyak bercandanya, sampe-sampe kadang gue nggak bisa bedain mana lo yang jujur mana lo yang bercanda, bahkan sekarang aja gue nggak yakin lo lagi jujur."
Betul, betul sekali, tak ada yang perlu Tama koreksi di sini. Seakan tertampar kebodohannya sendiri, ia justru menggaet banyak cewe sana-sini demi memancing rasa cemburu Airin yang justru membuatnya semakin ilfeel.
Perlahan namun pasti bendera putih melambai, tanda bahwa ia telah gagal dalam misi mencari tahu perasaan Airin terhadap Tama yang sudah ia susun secara rapi, sudah jelas gadis itu tak ingin menjalin hubungan serius.
Tanpa sadar ia menyalahkan Rayyan, jika bukan karena kedatangan pria itu, mereka tak akan ada dalam keadaan seperti ini. Atau mungkin masih ada sedikit kesempatan untuk membuang segala evidensi Airin terhadap dirinya.Pria itu tak lagi bisa berkata-kata selain permintaan maaf yang hanya dibalas oleh deheman Airin sebagai akhir dari perbincangan keduanya hari ini, atau barangkali untuk yang terakhir kalinya. Jangan lupakan sifat baper kronis seorang Afridial Tama Wibowo, sudah dapat dipastikan setelah ini ia akan menggalau sepanjang malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembar Sial
Teen FictionTiga serantai yang bersahabat sejak duduk di bangku SMA, lebih tepatnya sejak ketiganya terlambat dihari yang sama, mendapat point dan hukuman yang sama dari polisi sekolah, bermasalah dalam hal asmara. Dan sama-sama menjadi target cinta monyet, Bam...