"Woi, Tam."
Merasa terpanggil, pria itu berjalan ke arah Agus yang tengah mengangkat tangannya, di sudut kantin.
"Udah kelar kuliah lo?" Tama meletakkan tas ranselnya di atas meja, lantas mengistrirahatkan diri pada bangku kosong di samping Agus.
"Masih ada satu mata kuliah lagi, tapi gue males. Maunya pulang, ngadem di rumah."
"Makin gede makin kayak anak kecil lo, rasa-rasanya jiwa lo ketuker ama Cakka," celetuk Agus, kembali fokus pada ponselnya.
"Eh, iya gue baru sadar, tapi apa mungkin bisa kayak gitu ya Gus? Soalnya akhir-akhir ini gue ngerasa adik gue lebih dewasa dari gue."
"Itu karena lo yang nggak mau ngalah sama adek lo," ujar Agus tanpa mengalihkan pandangannya pada benda pipih yang ia genggam.
Merasa penasaran Tama pun ikut melirik isi ponsel Agus, pria itu cekikkikan mendapati Agus yang ternyata sedang men-stalking sosial media seseorang. Merasa jarak antara keduanya menipis, Agus melirik Tama yang asyik mengintip dari ekor matanya. Segera ia mengangkat sikunya tinggi hingga membentur dagu Tama.
"Aduh," adu Tama sembari mengusap-usap dagunya. "Tega lo Gus."
"Makanya jangan suka ngintip lo."
"Itu siapa Gus?" Tak mengindahkan larangan Agus, kini Tama merebut paksa ponsel pada genggaman pria di sampingnya yang mulai memasang wajah murka.
"Balikin nggak?"
"Nggak, gue udah terlanjur penasaran."
Terjadilah aksi saling rebut, di tengah-tengah keheningan kantin yang kebetulan tak seramai biasanya, menarik perhatian segelintir mahasiswa yang tengah mengisi perut.
"Tam, balikin nggak." Nada tegas Agus, menimbulkan hipotesis bahwa keduanya sedang bertengkar.
"Iya, gue balikin kok. Nanti tapi," cengir Tama. Pria dengan kemeja kotak-kotak itu pun melempar tas slempangnya tepat mengenai wajah Tama, yang kini duduk di bangku seberang.
"Heh, heh. Kalian kok main KDRT-an di tempat umum?" Celetuk Juno, yang entah darimana dan sejak kapan berada di antara keduanya.
"Tau nih, lindungi gue Jun. Temen lo nih nggak bisa santai."
"Kenapa Gus?" Kini Juno melempar pandangan ke arah Agus.
"Ini loh Jun, dia lagi stalking FB cewe, malu-malu kucing dia," Tama menyahut seakan tak memberi kesempatan Agus untuk membela diri.
"Siapa yang malu, gue nggak malu. Lo nya aja yang lancang main embat hp orang," sergah Agus yang memilih duduk dan membiarkan Tama berbuat sesuka hati.
"Cieeeeee, jatuh cinta nih ye. Cieee, cieee Agus jatuh cinta, hei dunia akhirnya Agus jatuh cin-" buru-buru pria itu membungkam mulut Juno dengan tisu gulung.
"Berisik lo," protes Agus sembari mencubit kecil pipi serta lengan Juno hingga memerah. "Malu-maluin aja lo," sambungnya yang tak henti mencubiti Juno. Layaknya seorang ibu tengah memarahi anaknya.
"Aduh, aduh, ampun, ampun," eluhnya dengan tangan yang mengelus bekas cubitan Agus, serta membersihkan sisa tisu yang menempel pada bibirnya."Ahay, cinta pandangan pertama lo Gus? Lo liat nih Jun siapa cewenya," Tama menyodorkan ponsel pada Juno yang masih mengadu kesakitan.
"Cieeee, ci-" buru-buru Juno membungkam bibirnya sendiri, setelah Agus melotot ke arahnya. "Nggak jadi, takut gue ntar lo cosplay lagi jadi komodo. Nggak ada pawangnya di sini."
"Wena Ca-ro-line," eja Tama membaca nama yang tertera pada profil. Tanpa mereka ketahui bahwa si empunya nama tengah berada di sana, dengan beberapa temannya yang duduk di dekat jalur ke luar kantin. Sontak, beberapa gadis itu menoleh ke arah tiga pria, lebih tepatnya pada Tama yang mengeja namanya sedikit keras. Hal itu disadari oleh Agus yang notabenenya duduk menghadap langsung jalur keluar kantin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembar Sial
Teen FictionTiga serantai yang bersahabat sejak duduk di bangku SMA, lebih tepatnya sejak ketiganya terlambat dihari yang sama, mendapat point dan hukuman yang sama dari polisi sekolah, bermasalah dalam hal asmara. Dan sama-sama menjadi target cinta monyet, Bam...