3. Airin

277 60 4
                                    

"Parah sih, gue sampe baca doa macem-macem waktu itu, doa mau makan, doa mau tidur segala gue baca."

Di sini lah Afridial Tama wibowo terdampar, tengah mendongengkan insiden epiknya selama menjalankan LKP-latihan kepemimpinan-fakultasnya, bermodal argumen receh;ketinggalan kunci, agar bisa berlama-lama di rumah Airin tetangga cantik seberang rumahnya.

Padahal, sebenarnya sang ibu sudah pulang dari arisan setengah jam yang lalu, tentu saja ia tahu itu, sebab sang ibu mengirim pesan bahkan melakukan panggilan yang sengaja Tama abaikan.

"Kaget gue, tiba-tiba si Agus cosplay jadi komodo gitu, untung ilernya nggak beracun." sambungnya sembari mencamil keripik singkong milik Agus yang berhasil ia rampas.

Airin, hanya mengangguk-angguk tak begitu mengindahkan curhatan Tama. Ia tengah sibuk dengan dunianya sendiri di dalam ponselnya. Selain sebagai tetangga cantik, unik nan penuh sensasional itu, ia juga bisa disebut dengan black box-nya Tama, itu karena Airin tahu segalanya tentang Tama, melebihi apa yang Agus dan Juno ketahui.

Tak terkecuali siapa saja teman-teman Tama, barisan gebetanTama dan siapa saja yang menolak pria itu mentah-mentah. Bahkan jam kencing tengah malam Tama pun ia tahu. Itu semua sebab Tama yang tidak bisa menjaga mulut dihadapannya. Ya, semuanya, seluruh privasinya. Namun, berbanding terbalik dengan Tama, sedekat apapun mereka nyatanya tak banyak yang Tama ketahui tentang Airin, dan ia tak menyadari itu.

Tak ada sahutan lain selain deheman dan anggukan dari Airin, membuat Tama sebal dan merebut ponsel Airin begitu saja. "Lo lagi chatting-an ama siapa sih, sampe nggak nyimak gue."

Sang pemilik ponsel pun bangkit segera dari duduknya.
"Ck, apaan sih Tam, balikin, gue masih baca Wattpad." Seru Airin turun dari sofa, berusaha merebut ponselnya kembali.
Walau ia tahu itu percuma, karena tubuh Tama yang terlampau tinggi darinya.

"Nggak bakalan, dengerin ya,gue ngeluarin peraturan baru, selagi lo sama gue, dilarang pegang ponsel." Ucapnya sembari menunjuk wajah Airin dengan ponsel pada genggamannya.

Airin mengerutkan kening, "enak aja lo, biar apa coba. Sini." Hampir saja ia dapat meraih ponselnya, namun dirinya kalah cepat dengan gerakan mundur Tama.

"Ya, biar lo fokusnya ke gue lah." Celetuknya, sembari melipat tangan di depan dada.

Hening sejenak, bukan memproses seruan Tama, gadis itu justru terbahak setelah mencoba menahan tawa. Sedang kerutan pada kening Airin kini berpindah pada Tama. "Ngapa lo? Stres?"

"Gue-" Ucapan Airin terjeda dengan tawanya sendiri, bahkan tubuhnya ambruk ke atas sofa dengan mengipas-kipas wajahnya yang memanas. Gadis itu berdehem, berusaha menghentikan kelakarnya, mata indah itu menilik ke arah Tama yang masih setia berdiri di ujung Sofa dengan tatapan heran.

"Bwahahahahahahaha." Gagal, gadis itu kembali tergelak Semakin membuat Tama dongkol.

"Ketawa deh lo sampe besok, sampe keriput kalo bisa," sungut Tama yang kini memilih mengantongi ponsel Airin, sepertinya pria itu serius dengan permintaan nya. Tapi sekali lagi, siapa Tama yang berhak mengontrol seorang Airin Kanya Vandana.

"Gini lo Tam, gue miris ama lo, segitunya butuh perhatian." Jelas Airin sembari mengubah posisi duduknya menghadap Tama yang duduk bersila di bawahnya.

Pria itu mengangkat satu alisnya. "Gue nggak butuh dikasihani,  gue butuh saran."

"Saran apa lagi sih, gue juga udah sering kasih lo kritik pedes.Terus lo mau yang kayak gimana? Yang lebih pedes? gue nggak bisa, harga cabe lagi naik."

"Mau yang kayak lo."
Melihat Airin memasang wajah serius Tama jadi sedikit menciut. "Gue butuh penyemangat hidup Iriiiiin, hidup gue tuh hampa gitu, gue juga pingin kayak Juno, ada yang bangungin tiap pagi, ngucapin selamat tidur, have a nice dream ke gue, lo tau sendiri gue apes mulu kalo cari cewe kan, gue nih kurang apa sih sebenarnya. Ganteng?" Pria itu bangkit dari duduknya menuju kaca di ujung ruangan.

Kembar SialTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang