33. Sekotak macaroon

7 0 0
                                    

Konsentrasi Tama terpecah karena lagu 'karma' milik band cokelat itu mengalun, hanya random playlist  yang sialnya sangat mengenai relung hati. Bukan, bukan berarti ia berencana membalaskan dendam untuk mengobati bengkak hatinya. Tama hanya merasa seperti-bagaimana jika hal itu benar terjadi, apa Airin akan menyesal? ia menggeleng, mungkin tidak, memangnya siapa Tama di mata Airin? maka karma itu tidak akan terjadi.

kedua tangannya bergerak memijat pelipis, kenapa isi otaknya hanya di penuhi dengan calon istri sepupunya itu, kacau. Namun, Tama akui memikirkan Airin begitu menggugah hormon epinefrinnya. Lebih baik segera berhenti sebelum rencana jahat itu benar-benar menguasai dirinya. Hendak kembali pada powerpoint yang tengah ia garap, justru bayangan Bella melintas di benak, apa jadinya jika ia membawa gadis itu di acara pernikahan Airin dan Rayyan? sepertinya itu ide bagus, masa bodoh dengan penolakan mentah dari Bella, yang harus ia pikirkan saat ini adalah bagaimana cara agar ia tak mendapat tendangan maut dari gadis garang tersebut. 

Mengajaknya melalui chat, awalnya memang begitu tapi setelah dipikir-pikir itu hanya membuat Tama geregetan, karena sudah pasti Tama tidak akan segera mendapat kepastian dari gadis dingin itu. Jari-jemari Tama bergerak berirama di atas nakas, Tama ingat, kotak bekal milik Sana ada pada Bella, ia akan menjadikan itu sebagai alasan untuk bertemu. Rasanya, agak tidak enak mengingat Sana membuat bento itu untuknya, tapi justru berakhir pada perut Bella. Sepertinya ia harus menggantinya dengan sesuatu besok untuk menghilangkan rasa sungkan Tama, hanya membayangkannya saja sudah membangkitkan kupu-kupu dalam perut Tama, menambah semangat mengerjakan tugas, kan.

***

"Cieee, udah mulai ada perkembangan lo sama Sana," ujar Juno, yang tiba-tiba datang sembari memukul pelan bahu Tama. Semalam Tama memang mengirim pesan pada pria itu, hanya untuk bertanya tentang hadiah yang mungkin pantas ia berikan pada Sana, mengingat Juno sepertinya cukup dekat dengan gadis itu. 

"Enggak, cuma bentuk terimakasih aja karena kemarin dia kasih gue bento."

"Semua emang berawal dari hadiah-hadih kecil gitu Tam," sahut Juno.

Perhatian Tama terkecoh pada sosok Bella yang berlari kecil ke arah tangga.  "Jun, udah dulu ya, gue ada misi penting." Tama berlari menyusul gadis itu hingga tenggelam dari pandangan Juno yang masih diam keheranan. 

"Mbak, mbak, tunggu." teriak Tama sembari berlari menerjang kerumunan mahasiswa lain.

Beberapa kali memanggil, rupanya gadis itu masih tak menyadari teriakan Tama, ketika langkah Tama menggapai lantai yang sama, Bella berhenti dan memalingkan wajah ke arahnya. Dengan setengah napas, pria itu mengulum senyum, sejenak Tama terdiam memperhatikan lekuk wajah gadis di hadapannya, manik legam yang tajam nan menggoda, hidung runcing dan bibir tipisnya. Hei, Tama apa yang kau pikirkan?

"Kotak bekal lo ada di sepedah, jadi ntar aja kalo gue udah kelar kelas." ucap Bella, seakan mengerti isi pikiran Tama.

Tama mengangguk tanda persetujuan, "kalau gitu nanti kabarin gue ya."

Bella berdeham dengan wajah datarnya, lantas kembali melangkah meninggalkan Tama, masih candu dengan aroma vanila milik Bella yang masih tertinggal. "gini kali ya rasanya pacaran sekampus," ceracau Tama sebelum akhirnya memutar tubuh, baru beberapa langkah menjajaki anak tangga, manik pria itu menangkap sosok Raymon yang tengah meniti tangga tak jauh darinya sembari mengobrol dengan Jin. Seketika atmosfer di sekitar Tama menjadi sedikit beraura suram. Namun, Tama punya solusi unik untuk menanganinya.

"Halo bang." sapa Tama dengan senyum kotak khas miliknya.

"Weh,Tama. Mau pulang lo Tam?" sahut Raymon. 

"Enggak, sih." Tatapan Tama beralih pada sosok Jin yang hanya diam mengamatinya, "Eh, temennya bang Raymon ya, kenalin gue Tama." ujar Tama mengulurkan jabatan tangannya. 

Jin tersenyum sembari menjabat tangan Tama, "visual king di kampus, dengan gelar worldwide handsome."

Sepertinya Tama salah besar dengan estimasinya mengenai pria yang terlihat jutek dan tak tersentuh itu. Namun begitu, ia akui Jin sangatlah keren, "Weh, jadi gue harus panggil bang visual king atau bang worldwide handsome, nih?"

"Panggil aja Jin, gue nggak mau sombong." sahut Jin sembari menarik tangannya. Tama nyengir mendengarnya, bukankah menyebut gelar juga dihitung memegahkan diri, ya? 

"Nggak usah dengerin dia Tam, kita duluan ya biar dia nggak makin ngaco." sahut Raymon dengan nada mengejek. Tama mengangguk, sedikit menggeser tubuh memberi jalan kedua seniornya.

Pria itu bertanya-tanya, kenapa Bella begitu dingin padanya, sementara ia merasa tak jauh berbeda dengan Jin, apa mungkin Jin melakukan trik khusus untuk mendekati gadis vampire itu. Tidak ada salahnya mencoba peruntungan dengan mendekati jin, kan? Siapa tahu dia bisa mendapat ilmu menggaet hati Bella. Semakin bersemangat saja langkah kaki itu menuruni anak tangga, wajahnya berseri bak menemukan sumber mata air di tengah gurun, sungguh melegakan. Entah kemana langkah itu membawanya tanpa arah tujuan, untuk saat ini ia ingin membagikan kebahagiannya, tapi itu sebelum negara api menyerang suasana hatinya. 

langkah kaki Tama terhenti tepat sebelum menginjak jembatan penghubung antara gedung perkuliahan utama dengan lapangan basket, ketika merasa ada yang tidak beres di bawah sana, ia menunduk mengamati sol sepatunya yang telah terdominasi oleh ranjau kucing, "sialan, kenapa nginjek tai alien segala sih gue," dengan langkah pincang ia membawa diri menuju toilet yang beruntungnya tak jauh dari tempatnya berpijak. Bereuphoria berlebih itu tidak baik Tam.

Dirasa cukup membersihkan sol sepatunya ia memutuskan untuk mengistirahatkan diri di gazebo dekat perpustakaan yang terletak di seberang lapangan, berjaga-jaga jika gadis itu hendak kabur darinya. Walau sebenarnya Tama berniat untuk menjemput Bella di depan pintu kelasnya, namun berakhir ia duduk bersandar pada gazebo, sembari memutar-mutar gawainya, hingga sebuah notifikasi membuat jantung Tama melonjak, buru-buru ia beranjak bahkan tak memperhatikan langkahnya dirinya hampir tersungkur karena tersandung kaki gazebo. 

Ia membawa kaki panjangnya ke arah parkiran, lebih tepatnya pada gadis yang tengah berdiri memakai helm bogo ungu di sana. Menepuk bahunya pelan, entah darimana Tama memiliki keberanian itu. Bella menoleh, lantas segera menyodorkan paperbag berukuran sedang ke arahnya. 

"Sama-sama." Tama tersenyum kotak, menunjukkan deretan giginya. "yah, lo bawa sepedah sendiri, ya." selidik Tama dengan wajah kecewa. Sedang gadis di hadapannya hanya menatap bingung.

"Tadinya pengen nebengin lo. Siapa tahu kan bisa mampir. hehe," cengir Tama kelewat percaya diri.

"Nggak usah repot-repot mampir, di rumah lagi nggak ada event open house.

Tama manggut-manggut mengiyakan, "oh iya, gue ada sesuatu buat lo, semoga lo suka, ya." ia merogoh isi tasnya dan mengeluarkan sekotak kue macaroon yang sempat ia beli semalam sebagai bentuk permintaan maaf pada Sana. Bahkan niat baik Tama justru berbelok pada Bella. Walau dalam hati ia merutuki dirinya sendiri, tapi ini kesempatan emas baginya dalam rangka merebut hati Bella.

"Apaan lagi nih?" ucap Bella dengan wajah skeptis.

"Ambil aja, bukanya di rumah tapi, takutnya ntar lompat," jelas Tama sembari menaik turunkan alisnya.

"Gajelas lo." gerutu Bella sembari mengambil alih kotak tersebut dari tangan Tama.

"Iya sama-sama cantik." Tama segera bungkam setelah mendapat tatapan garang Bella. "Gue permisi ya, mau ujan kayaknya." alibi Tama guna melarikan diri, sudah jelas cuaca hari ini sangatlah cerah.

"Kapan-kapan kalo lo udah open house gue mampir ya." teriak Tama sembari melambai-lambaikan tangan ke arah Bella, buru-buru gadis itu menstater sepedahnya, mengabaikan alien di belakang sana.

"Ah elah seneng bet gue hari ini," racau Tama kegirangan, semoga tidak ada yang mengganggu Tama dulu ditengah euphoria berlebihnya.

Kembar SialTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang