Setelah melewati kegiatan panjang sedari upacara pembukaan orientasi studi, serta harus berjuang keras melawan rasa kantuk, lapar dan dahaga, ditambah materi pengenalan kampus yang menghabiskan seluruh jam makan siang.
Kini, para mahasiswa baru, tampak berpencar memadati halaman auditorium kampus untuk melepas penat, gundah dan gulana selama tiga hari berturut-turut itu, juga kesempatan bagi mereka yang terpisah oleh kelompok ospek untuk kembali berkumpul.
Begitu pula dengan ketiga serantai yang kini berteduh di bawah pohon mangga, bersanding dengan barisan semut pada batang pohon.
Mengipas-kipas wajah kusut penuh beban, dengan topi fakultas mereka. Tama, merogoh saku tasnya, meraih botol mineral kosong dari dalam sana.
"Gue haus, kalian nggak pengen cari minum?" Celetuk Tama yang tengah melempar botol ke sembarang arah, lantas melepas almamater serta melonggarkan dasinya.
"Gue laper," rengek Juno dengan tangan mengusap area perut yang terbalut kemeja putih, pria itu lebih dulu melepas almamater dan menyampirkannya pada bahu.
Jangan ditanya seperti apa penampilan para mahasiswa lain yang tak kalah kacau dari ketiganya saat ini, topi di pasang berbalik arah, kemeja digulung tak beraturan, dan almamater yang bertengger di lekukan lengan, bahkan di atas kepala.
Walau masih banyak yang beratribut rapi, para perempuan khususnya, yang tampak sayang jika harus melepasnya sebelum diabadikan pada ponsel. Alhasil, di ujung kanan dan kiri penuh para mahasiswi ber-selfie-ria, seakan tak kehabisan gaya dan terlatih. Mencari-cari kesempatan untuk bisa mengabadikan momen dengan kating rupawan incaran mereka.
"Cari makan dimana?"
Pertanyaan yang dilontarkan Agus membuat kedua karibnya menatap heran. "Ngapain ngeliatin gue?" Sarkas Agus.
"Tumben lo nyari makan," Juno terkekeh sekilas mendengar jawaban Tama, pria itu mengedarkan pandangan ke segala arah, berusaha menemukan bazar yang ia bahas bersama Jey teman satu kelompoknya di tengah materi tadi. "Mana ya?" Gumamnya, menarik perhatian Tama. Pria itu mengikuti arah pandang Juno.
"Nyari apaan Jun?"
"Bazar."
Tama, mengernyit,
"Lo mau cari makan di bazar? Nggak di jalan pulang aja?""Gue udah nggak bisa tahan lapar. Lo mau gue kenapa-napa waktu nyetir, kalo gue pingsan di tengah jalan terus kecelakaan, lo mau kayak gitu," jelasnya hiperbola. Sedang Tama merotasi bola mata malas, tangannya terulur guna memukul mulut Juno dengan ujung topinya.
Dari arah belakang, segerombolan pria tengah berjalan mendekat, samar-samar ketiganya mendengar pembahasan serupa, dengan imbuhan menggiurkan bagi Juno yang segera angkat kaki mengekori segerombolan itu.
"Giliran cewe aja lo gerak cepat," pekik Agus, yang mulai mengayun langkah.
"Heh, tungguin," teriak Tama, yang berusaha mengejar langkah Agus, tetapi pria itu justru mengambil jalur kanan, membuat Tama bingung di persimpangan, menatap kedua karibnya bergantian, "nah, lo. Ini gimana sih?"
"Excusme."
Tama menengok ke arah gadis bule di sampingnya. Mampus gue
Sejenak ia melirik ke arah Juno dan Agus yang bahkan sudah begitu jauh."Ya?"
"Does the toilet here use tissue?"
Tama terdiam, mencoba memahami maksud kalimat yang gadis itu lontarkan, wajahnya tampak terdiam, sedang otaknya masih dalam tahap memproses apa yang dikatakan sibule, antara pertanyaan atau ungkapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembar Sial
Novela JuvenilTiga serantai yang bersahabat sejak duduk di bangku SMA, lebih tepatnya sejak ketiganya terlambat dihari yang sama, mendapat point dan hukuman yang sama dari polisi sekolah, bermasalah dalam hal asmara. Dan sama-sama menjadi target cinta monyet, Bam...