17. HERE WITH ME

139 27 7
                                    

Selepas dari masalah itu semua, mereka berbondong-bondong menuju ke rumah Seza. Tepat di depan pintu rumah ber-cat coklat itu terdengar suara keributan dari dalam.

"Semenjak kamu masuk ke kelas E, nilai kamu turun drastis, jauh dari perkiraan Mama Seza!Kamu juga jadi sering keluar masuk BK, kenapa Sezaa?!" teriak Nadya kepada anaknya.

Dengan tubuh yang masih lemas, Seza menjawab seadanya.

"Ma, sebenernya Seza capek---"

"Kamu capek? Mama lebih capek Seza! Mama tiap hari banting tulang sama Papa kamu, emang kamu ngapain?"

"Permisi Tante." suara Ambar beserta ketukan pintu dari luar itu menghentikan adu mulut Ibu dan anak itu.

Nadya membuka pintunya dengan wajah tak suka."Kalian teman sekelas anak saya?"

"Iya tante,"

"Mending kalian pergi aja. Gara-gara kalian anak saya jadi bodoh!"

Seza berdiri di sebalik tubuh Mamanya sambil memegangi kepalanya yang terasa pening."Ma, mereka nggak salah, semuanya salah Seza."

"Diam kamu! Gara-gara kalian juga anak saya di bully! Di bilang murahan dan yang tidak-tidak sama siswi-siswi, apa kalian pikir saya nggak tau? Saya juga tau kalo anak saya di fitnah ngeracunin teman sekelasnya, terus kalian malah menjauhi anak saya. Sekarang kalian pergi." usir Nadya terdengar begitu marah.

Sebagai Ibu, tentunya Nadya tidak terima jika anaknya diperlakukan demikian di sekolah. Hatinya ikut sakit melihat anaknya menangis ketika pulang sekolah dengan keadaan yang acak-acakkan. Meski dia sering memarahi dan menghukum Seza, menurut Nadya itu adalah bentuk sayangnya kepada sang anak agar sukses di masa depan. Maka dari itu, Seza di tuntut sempurna akan nilai supaya masa depannya cerah.

Walaupun mendidik anaknya dengan keras, tetapi Nadya juga masih punya sisi peduli terhadap anak gadisnya itu.

"Ma, biarin mereka masuk, tolong." pinta Seza sedikit meringis.

Biru yang melihat tubuh Seza yang hampir ambruk itu segera menopangnya dengan sigap. Wajah gadis itu nampak begitu pucat dengan keringat yang membasahi dahinya.

"Seza." panggil Nadya panik saat anaknya hampir menutup mata.

Seza tersenyum sekilas,"Seza nggak papa, Ma. Tolong kasih Seza ruang buat ngobrol sama teman-teman Seza."

"Iya, Tan. Cuma sebentar aja kok." Tara menyahut.

"Baiklah. Tapi hanya sebentar, Seza harus istirahat agar bisa belajar lagi agar nanti nilainya tambah bagus." Seza tersenyum kecut mendengarnya. Lagi-lagi belajar. Ia kira Mamanya benar-benar memperdulikan kesehatannya, tapi nilainya.

Usai Nadya pergi, mereka menatap ke arah Seza dengan rasa bersalah yang menghantui.

"Za---"

"Kalo kalian mau minta maaf, udah gue maafin. Entah itu masalah Laras ataupun lo Tara."

Tara menunduk dalam."Harusnya gue gak usah cemburu, dan nuduh yang enggak----"

"Semua udah terjadi 'kan?"

Ambar duduk di samping Seza, sorot matanya seperti hendak menjelaskan sesuatu yang begitu penting.

"Ada hal penting yang mau gue omongin."

"Omongin aja." ujar Seza begitu santai.

Ambar menatap yang lain, gugup. Tentu saja.

"Arraf, dia ternyata juga pacaran sama Nana. Sebulan sebelum kalian jadian. Nana mainnya rapih banget sampai nggak ada yang tahu kalau dia juga yang membuat masalah-masalah di kelas. Dia dalang dari segalanya. Dia nyuruh Arraf macarin lo karena ingin membalas dendam ke elo." jelas Ambar membuat hati Seza berdenyut nyeri.

CLASS AND MEMORIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang