10. BEUTIFUL DAY

355 82 8
                                    

Sore itu turun hujan, Seza masih bergelung di dalam selimut. Dia mengecek ponselnya, waktu sudsh menunjukkan pukul 5 sore, Seza menghela napasnya pasrah.

Dapat di pastikan dirinya tidak bisa ikut berkumpul di rumah Rega yang mengadakan sebuah party. Sebenarnya dia bosen di rumah, tetapi saat meminta izin buat keluar, sang Mama tidak mengizinkannya.

Dia berkata.

"Buat apa keluyuran nggak jelas? Mending di rumah belajar! Kayak kakak kamu yang masuk kelas unggulan! Semester sekarang nilai kamu banyak yang merah! Pasti gara-gara kamu bergaul di kelas buangan itu!"

Setiap nilainya turun, pasti Nadia--Mamanya membawa-bawa lingkungan kelasnya, mengatai kelasnya buangan lah, kelas sampah lah. Memang menyebalkan!

Apalagi Papanya juga menuntutnya seperti Ezra, sang kakak yang kini duduk di bangku SMA kelas 2 jurusan IPA. Kakak Seza terbilang berprestasi, menjuarai berbagai olimpiade, masuk sekolah favorit jalur beasiswa, aktif dalam organisasi, dan lain sebagainya. Sangat berbeda jauh dengan dirinya.

Padahal, Seza berharap sekali bisa keluar rumah, menghabiskan malam minggunya dengan kehangatan teman-teman, kebersamaan, juga candaan mereka.

Decitan engsel, membuyarkan lamunannya. Ezra muncul di sebalik pintu membuat Seza berdecak.

"Ngapain sih masuk ke kamar gue? Mau pamer lagi?" Seza memandang tak suka Kakaknya.

Ezra tersenyum tipis."Za, kapan kita akur kayak kakak adik pada umumnya?"

"Itu sih mau lo, gue mah ogah." Seza menarik selimutnya hingga menutupi wajahnya.

"Kalo gue ada salah, gue minta maaf."

"Salah lo banyak, sana pergi. Jangan ganggu gue," sungut Seza.

Ezra masih duduk di tepian kasur adiknya, dia tak menyerah begitu saja.

"Sekolah lo gimana?" suara Ezra melembut membuat Seza memicingkan curiga.

"Peduli lo? Tumben nanyain sekolah gue, kenapa?"

"Jawab, aja Za."

"Ya nggak gimana-gimana,"

"Kelas E masih di pergunjingkan ya?" tanya Ezra.

"Menurut lo?" ketus Seza tanpa menatap Ezra.

Ezra menghela panjang."Gue tidur di sini ya?"

"Nggak! Enak aja. Kamar ini hanya milik gue seorang."

"Gue mau cerita banyak sama lo."

"Cerita aja sama mama, lo kan anak kesayangannya." Seza menyahut dengan nada sinis.

"Kapan kita akur?"

Seza terdiam."Kayaknya nggak bakal bisa, Kak. Mending lo pergi dari kamar gue sana."

"Mau jalan-jalan nggak? Gue traktir deh,"

Mata Seza langsung berbinar, langsung beranjak dari rebahannya."Asal kemana aja ya, gue bosen nih. Ayo cepett."

"Iya-iya." Ezra mengulum senyum. Semoga saja dengan cara ini.

Setelah menaiki motor Kakaknya, Seza berucap."Kak, anterin gue ke rumah temen gue aja gimana?"

"Emang masih ada acaranya?"

"Lo tau? Makanya cepet."

"Bawel amat lo dek,"

Seza merasa geli di panggil 'dek' oleh kakaknya sendiri.

Motor Ezra berhenti di rumah besar nan klasik milik Rega--teman sekelas adiknya itu. Di dalam sana sepertinya sangat ramai.

"Ayo, gue anterin masuk." Seza mengangguk, di gandengnya tangan Ezra untuk melewatu pagar rumah ini.

"Lho, Kok bu ketu baru dateng?" Bumi bertanya.

"Maaf ya terlambat,"

"Kebetulan lo dateng pas acaranya mau di mulai, Za---eh dia siapa Za?" Ibra menatap cowok yang di gandeng Seza dengan tatapan yang sulit di artikan.

"Mereka semua temen-temen kamu ya?" bisik Ezra bertanya.

"Berisik, lo mau pulang atau nunggu?" tanya Seza.

"Nunggu di luar aja,"

"Yakin nih?"

"Woy Bro! Mending lo gabung sama kita aja,"

Gadis tiba-tiba menghampiri Seza,"Kak Ezra? Kenalin gue Gadis, junior lo di pencak silat."

Gadis berjabat tangan dengan Ezra, Mauren juga tiba-tiba berada di samping Seza.

"Kakak lo, Za? Buset ganteng banget, salam kenal Kak. Gue Mauren, teman sebangkunya Seza." Mauren memperkenalkan diri dengan sopan.

Ezra tersenyum kecil, pandangannya beralih pada Ibra yang sedari tadi mencuri-curi pandang ke arah adiknya.

"Kalo suka, ungkapin." bisiknya pada telinga Ibra membuat cowok itu menunduk malu.

"Shit, nggak Kakak nggak adiknya sama aja bikin gue salting. Ah gila," gumam Ibra nyaris tak terdengar.

Ezra mengikuti langkah Rega sang tuan rumah, sedangkan Seza sudah bergabung dengan Tara dan yang lainnya.

"Kayaknya bakalan seru deh, ada Kak Ezra soalnya." celetuk Gadis sambil senyum-senyum sendiri.

Seza berdecih."Seru apanya? Orangnya kaku gitu, nyebelin lagi."

"Enak ya, Za lo punya Kakak, cowok lagi." iri Tara.

"Gak enak, coba aja lo cobain jadi gue sehari, pasti nggak kuat." balas Seza seakan muak.

Tara mengernyit."Emang seberat itu?"

"Guys, kita foto yuk. Buat kenang-kenangan." Bulan menaikkan tongsisnya agar semuanya terbawa.

Mereka mulai bergaya, Bulan berhadil menjepretnya.

"Bagus banget, nanti gue kirim ke grup kelas ya."

"Jangan lupa tag kalo mau di post di IG," sahut Bumi.

"Iya-iya, tenang aja."

Mauren menggigit jagung bakarnya, lalu merenung. Bersamaan dengan para cowok yang ikut bergabung di sini.

"Guys, kalian sering mikir gini nggak sih. Lima sampai sepuluh tahun ke depan, kita masih bisa sama-sama lagi nggak ya? Kita masih bisa bertemu setiap hari nggak ya?" tanya Mauren tiba-tiba membuat semuanya terdiam. Ezra hanya menyimak saja.

"Iya juga ya, pasti kita bakal sibuk dengan dunia kita masing-masing. Berjuang sampe sukses, ngelupain semuanya." timpal Bumi.

"Ya jangan di lupain, ah jadi sedih. Kita bakal pisah, beberapa bulan lagi." Gadis mendramatis suasana.

"Bakalan rindu suasana kelas nantinya, nanti kalo udah dewasa. Jangan pada lupa sama kita-kita ya?" Bulan ikut berbicara.

"Gak akan, kita bakal bersama terus."

Detik berikutnya mereka berpelukan, menyalurkan segala rasa kasih sayang tak pernah tersampaikan masing-masing.

Ezra mengabadikan momen ini dengan ponselnya, sesekali tersenyum tipis mengingat percakapan mereka barusan. Dirinya jadi merindukan masa smp-nya, meski tak se solid teman smp adiknya ini. Sangat berbeda sekali dengan jamannya dulu.

"Nerima atau enggak, kita bakal pisah. Waktu yang akan misahin." kata Ibra.

"Semoga di masa depan, cita-cita apa yang kita impikan terwujud."

"Amiin."

Di bawah bintang yang bertebaran, di temani langit malam dengan cahaya bulan sabit yang menyinari, mereka berjanji jika akan terus bersama selamanya.

Entah janji itu akan di tepati atau tidak, hanya waktu yang bisa menjawabnya.

***

GIMANA PART INI?

JANGAN LUPA KOMEN DI SETIAP PARAGRAFNYA, VOTE JUGA JANGAN LUPA.

SEE U

CLASS AND MEMORIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang