7. HURT

300 79 2
                                    

"Gue minta maaf." ujar Riska menunduk takut.

"Apa perlu kita bawa masalah ini ke BK?" Ibra memberi usulan.

Mereka masih terdiam, tidak ada yang bersuara. Saking syoknya dengan permasalahan ini. Riska, gadis yang mereka anggap baik-baik, ternyata tidak sebaik yang mereka kira.

"Maaf lo nggak bakalan bikin kita percaya sama lo lagi, rasa percaya kita udah hilang karena kelakuan lo sendiri." kata Mauren pada Riska.

Riska tak menjawab.

"Maaf lo nggak cukup, lo tetap harus ganti uang kas yang lo pake. Sementara ini, yang jadi bendahara Gadis aja." Tara melirik Gadis yang sedang memakan pocky.

"Enggak mau lah! Gue sibuk eskul, yang lain aja." tolak Gadis mentah-mentah. Ia keberatan kalau harus berurusan dengan uang, takut hilang dan dirinya tidak bisa mengganti uang tersebut.

"Bulan aja gimana?" usul Seza.

Bulan langsung menggeleng."Takut ah, gue juga udah jadi sekretaris kelas, masa double?"

"Iya juga ya,"

"Ada yang mau nyalon sendiri gitu? Biar kelas kita ada yang megang uang kas ini." kata Seza seakan pasrah.

"Gue aja," Biru membalas membuat mereka menoleh ke arahnya.

"Gak salah lo, bro?"

"Daripada di kelas nggak ada kerjaan."

"Yaudah, fiks ya Biru yang gantiin posisinya Riska." ujar Seza.

Riska menatap teman sekelasnya yang kini tertawa terbahak, seakan melupakan masalah ini, juga melupakan ...dirinya. Mereka seolah mengganggap dirinya tak ada.

"Yess, gue harus gimana?" Riska meminta saran kepada Yessi--si kutu buku yang kini tengah membaca buku komik.

Gadis itu mendongak."Gue nggak tau. Salah lo sendiri, masa nggak bisa cari jalan keluarnya sendiri?"

"Gue bingung, gue takut. Gue takut mereka nggak mau temenan lagi sama gue, lo mau kan temenan sama gue?" tanya Riska penuh harap.

"Gue nggak ada waktu untuk itu. Masalah ini jadiin pelajaran buat lo, kalo mau apa-apa dipikir dulu akibatnya, bego." desisnya lalu melanjutkan aktivitas membacanya.

"Bulan-Bulan, sebenarnya ada masalah apa sih?" tanya Imna kepada Bulan, jujur gadis itu sangat penasaran dengan situasi ini.

"Lo tugasnya diem aja oke?" Bulan memegangi kepalanya yang terasa pening, sepertinya sakit kepalanya kambuh.

"Bulan kenapa?" panik Imna.

"Lo diem deh makanya."

"Oke."

***

Kali ini, tugas bahasa Indonesia itu adalah berkelompok. Merangkum sebuah novel apa saja, dan di kumpulkan dalam kurun waktu dua minggu.

Kelompoknya di atur sendiri, Pak Nathan selaku  guru pengampuh itu memberi kebebasan anak muridnya.

"Pak Nathan," panggil Tara.

"Kenapa sayang?" sahut Pak Nathan membuat suasana kelas yang tadinya hening mendadak heboh.

"Waktunya bisa di perpanjang nggak, Pak? Masa cuma dua minggu buat ngerangkum novel? Di perpustakaan sekolah kita kan novelnya tebal-tebal, nggak ada tuh novel yang tipis." kata Tara sambil menyembunyikan pipinya yang memerah.

"Buset, Tara di panggil sayang sama orang seganteng Pak Nathan nggak baper." Mauren menatap Tara heran.

Seza tertawa kecil."Lo nggak tau aja, di dalam diri dia yang santai, ada jiwa yang terbantai."

CLASS AND MEMORIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang