2

27.1K 1.5K 9
                                        

Desember, 2010.

Suara langkah kaki membuatku harus terdiam sejenak di dapur. Pasalnya aku yakin hanya diriku sendirilah yang masih berkeliaran di jam 2 subuh ini. Semua penghuni rumah ini sudah terlelap. Aku tidak bisa melihat dengan jelas karena aku sendiri tidak menyalakan lampu apapun di ruangan itu. Aku hanya berencana mengambil gula untuk membuat teh.

Bayangan laki-laki berjalan tanpa arah membuatku harus menyipitkan mata untuk melihat siapa laki-laki tersebut.

Regananta. Hatiku berseru namanya.

Anak dari majikan Bapak dan Ibukku. Laki-laki yang aku doakan setiap malamku. Aku tau, aku lancang ketika menyebut namanya dalam doaku, tapi tidak ada larangankan? Anak dari seorang supir dan asisten rumah tangga berdoa dengan menyebut nama anak majikannya. Anggap saja ini harapan besar yang aku inginkan.

Aku melihat Rega berjalan tidak tentu arah, ia bahkan beberapa kali menabrak sofa dan kursi di meja makan ketika ingin naik ke atas tangga.

Hatiku gundah ketika melihatnya jalan selalu saja menabrak, tapi menolongnya juga bukan ide yang baik kan?

Pikiran itu segera terjawab ketika aku dengan cepat membantunya berdiri, ketika Rega jatuh tepat sebelum ia naik.

Bau alkohol langsung merasuki indra penciumanku membuatku harus sedikit menahan napas.

"Rega?" ucapku menepuk pipinya.

Rega hanya tertawa kecil, "Cantika. Kamu disini?"

"Bukan! Aku Inka, ayo berdiri. Aku bantu." Ucapku sambil mengerahkan seluruh tenagaku memapah Rega yang begitu berat. Aku heran, postur tubuh Rega itu tidak gendut tetapi kenapa sangat berat.

Untungnya Rega bisa diajak bekerja sama meskipun mabuk, ia tetap bisa berjalan sampai ke kamarnya.

Aku merebahkan tubuh Rega di atas kasurnya lalu menghela napas kasar. Aku hanya memapahnya tetapi seluruh tenagaku terkuras habis.

"Cantika!" ucap Rega sambil memegang tanganku dan menahan langkahku yang sudah ingin pergi.

"Bukan! Aku bukan Cantika."

Cantika itu kekasih Rega. Aku mengenalnya karena sempat satu kelas di kelas 11 dengan Cantika. Meskipun aku hanya anak seorang supir, Nyonya Ratna memberikanku satu fasilitas yaitu bersekolah di tempat dimana anaknya juga bersekolah. Tentu saja Nyonya Ratna yang membayar semuanya. Dengan gaji bapak dan ibuku tentu saja aku tidak akan pernah bisa bersekolah disana.

"Kenapa kamu tega sih tinggalin aku?" Kicauan Rega kembali terdengar, "Kenapa kamu harus kuliah di luar?" tanyanya lagi.

Sekarang ini kami memang sudah kelas 12, sebentar lagi kami akan masuk ke perguruan tinggi. Aku sendiri sudah mencari-cari beasiswa di fakultas-fakultas perguruan tinggi negeri. Tentu saja aku tidak bisa mengandalkan dan mengambil kesempatan pada keluarga ini lagi kan?

Aku pernah mendengar berita jika Cantika akan pergi ke Paris untuk mengambil jurusan fashion disana. Mungkin itu yang membuat Rega seperti ini. Padahal baginya, Rega bisa saja mengusulkan pada Nyonya Ratna untuk membiayainya kuliah di Paris juga.

"Kamu tanyakan pada pacarmu nanti saat sudah kembali sadar." Ucapku pelan pada Rega.

Meskipun aku menyukai Rega, hmmm. Sepertinya aku sudah masuk ke dalam fase mencintai Rega karena aku bahkan tidak sakit hati ketika Rega memiliki pacar. Karena bagiku ketika aku mencintai seseorang, aku akan ikut bahagia ketika dirinya bahagia jugakan? Emang bodoh, tapi aku mencoba menerapkan itu. Lagipula nama Rega hanya sebatas di dalam doa bukan untuk kenyataan. Laki-laki ini tidak bisa aku raih tentunya.

Hanya Tentang Waktu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang