Hari ini Herdi mengatakan jika bosnya ingin bertemu denganku. Pekerjaan yang lebih cepat dari timeline membuat bossnya cukup puas dengan kinerjaku. Aku bahkan diajak makan di restaurant hotel bintang lima yang sangat terkenal.
Aku rasa aku pantas mendapatkannya, setelah bekerja tak mengenal waktu dan entah berapa banyak tenaga yang aku habiskan. Bahkan jika kuingat bonus yang diberikan oleh Pak Jaya saja sudah membuatku sangat tersenyum lebar.
Tentu saja setengah dari bonus tersebut akan kumasukan ke dalam investasi untuk pendidikan Deva. Anak itu memiliki cita-cita yang tidak murah. Deva ingin menjadi dokter. Membuatku harus menyimpan banyak uang untuk biaya pendidikannya kan?
Deva juga tidak seperti anak kecil lainnya, cita-citanya tidak pernah berubah sejak kecil. Jika dulu aku bisa bercita-cita lebih dari selusin pekerjaan. Beda dengannya, Deva hanya ingin menjadi dokter. Aku sendiri takjub dengan tekadnya yang tak tergoyahkan itu.
Aku mencari sosok Herdi di dalam restaurant ini. Aku melihat lambaian tangannya dan aku mendekat. Herdi bersama laki-laki yang memunggungiku ketika aku menghampiri mereka.
"Hallo." Ucapku ramah pada Herdi dan menjabat tangannya. Lalu beralih pada laki-laki di sebelahnya.
Pernyataan dunia itu tak lebih besar dari daun kelor awalnya aku tidak pernah percaya. Tapi, sekarang aku sangat percaya itu. Nyatanya laki-laki yang duduk di sebelah Herdi adalah Regananta. Laki-laki itu juga sama kagetnya denganku.
"Ini Ibu Inka, Pak. Wakil dari Bandung itu."
Aku mengulurkan tanganku, aku harus tetap professional di hadapan Herdi. Tidak boleh sampai perasaan itu membuatku seperti orang dungu.
"Inka."
Rega diam beberapa saat dan menjabat tanganku. Tak ada senyum atau balasan perkenalan. Tapi tak apa.
"Semua timeline selesai lebih cepat dari jadwal. Mungkin Bu Inka bisa kembali ke Bandung tidak sampai satu bulan." Jelas Herdi.
"Makasih, Pak Herdi. Ini juga semua berkat semua vendor bisa bekerja sama dengan baik. Mudah-mudahan kafe tersebut bisa selesai lebih cepat."
"Iyah, harusnya itu sebelum akhir tahun ini. Karena kafe itu harus jadi sebelum pernikahan Pak Rega."
Aku diam dan mengangguk. Kafe itu adalah hadiah dari Rega untuk Cantika. Laki-laki yang mencintai tunangannya dengan sangat sehingga rela menghamburkan uangnya begitu saja adalah Rega.
"Herdi, bisa kamu tinggalkan kami berdua?"
Herdi tergagap, tetapi ia menuruti perintah Rega dan meninggalkan meja kami. Hanya ada aku dan Rega yang berhadapan. Tatapan Rega tentu saja bisa membunuhku ia bersusah payah.
Aku menghela napas kasar, "Dunia begitu sempit."
"Kamu apa kabar?"
Aku mengangguk tentu saja sedikit tersenyum, "Baik. Sangat baik."
"Anak itu." Ucapan Rega menggantung.
"Anakku."
"Kamu..." Ucapan Rega menggantung.
Aku tersenyum pelan, "Satu-satu aja ditanyanya."
"Aku nggak tau harus dari mana." Ucap Rega pelan, "Yang pasti aku mau minta maaf sama kamu atas semua kejadian di masa lalu." Ucapnya.
Aku hanya mengangguk, "Oke. Aku udah nggak ambil pusing masa lalu." Ucapku pelan, "Bapak Ibu sehat?"
Rega mengangguk, "Sehat. Tapi Bapak beberapa kali masuk rumah sakit. Kolestrol dan darah tingginya suka kambuh."
Aku mengangguk, "Yang penting ditangani dengan cepat."
"Dia umur berapa."
"10 tahun, sudah kelas 5 di sekolah dasar."
"Aku boleh kenal dengan Deva?" ucapnya lesu, "Dia mirip banget sama aku kecil, Ka."
Aku tertawa pelan, memang Deva itu jiplakan Rega banget. Tidak ada yang bisa meragukan Rega adalah ayah Deva jika tau bagaimana wajah kecil Rega.
"Tujuan kamu kenal Deva itu apa, Ga?" tanyaku pelan,"Maksudku, jika kamu hanya ingin tau penasaran sesaat lebih baik kamu urungkan niatmu. Karena aku akan selalu di garda terdepan untuk melindungi perasaan anakku, Ga. Aku pernah merasakan terbuang dan tidak diinginkan, aku nggak akan mau anakku merasakan hal itu. Perasaannya bukan mainan."
Rega tertawa sinis, "Kamu kabur gitu aja tanpa kabar berita, sekarang kamu muncul dengan anakku dan bilang aku bisa menganggap perasaan Deva mainan?"
"Hidupnya sudah tertata dengan baik, Ga. Dia tidak pernah merasakan dibuang dan tak diinginkan. Aku membuat dirinya selalu berharga." Ucapku lembut, "Kamu udah mau menikah, memangnya Cantika tau?" tanyaku pelan.
Rega diam.
Aku tersenyum dan menarik napas panjang, "Aku nggak mau merusak masa depan kamu yang udah kamu susun sama Cantika. Sekarang kamu bisa hidup bahagia seperti 11 tahun yang kamu lalui. Kamu bisa menikah dan memiliki anak dari Cantika. Aku nggak pernah menuntut apapun dari kamu, Rega."
"Kalau aku ingin merebut hak asuh Deva?"
Aku melihat sinis pada Rega, "Jangan pernah berani melakukan itu, Regananta."
"Kamu kabur membawa anakku. Kenapa aku nggak boleh melakukan itu?"
"Kamu pernah menyuruhku membunuhnya kalau kamu lupa." Ucapku tajam pada Rega.
Aku mengehembuskan napas kesal, "Jangan mempersulit diri kamu sendiri. Aku tau segimana cintanya kamu sama Cantika. Mungkin kamu juga udah punya banyak rencanamu dan Cantika, jangan rusak itu. Toh, aku dan Deva juga nggak pernah minta kamu hadir diantara kami. Aku nggak pernah minta kamu bertanggung jawab kok."
"Awalnya aku kira memang kita memiliki orang yang mirip dengan kita selama hidup, dan aku melihatnya di Deva ketika anak itu memberikan ponselku." Ucap Rega, "Nyatanya aku langsung mencintainya sejak pertemuan kita malam itu, Ka."
"Aku nggak tau harus bersikap apa, Ga. Aku nggak bisa larang kamu dan aku nggak bisa biarin kamu sakit hati juga." Tuturku pelan, "Kamu bisa mikirin ini selama beberapa hari. Kamu ingin hadir dihidupnya yang berarti terikat seumur hidup atau kamu bisa pergi begitu saja dan melupakan kami. Selama kamu berpikir jangan pernah mendekat pada Deva dan berbicara apapun pada Deva. Karena aku yang akan menjelaskan pada Deva." Ucapku pelan. "Kamu bisa hidup tanpa kami dan melanjutkan hidupmu dengan Cantika, Rega. Kamu harus ingat ada Cantika dan keluarganya yang bisa saja menolak keberadaan Deva nantinya. Kamu mungkin tidak pernah peduli tentang itu, tapi aku sangat peduli dengan perasaan Deva, aku nggak akan membiarkan siapapun menyakitinya. Termasuk calon istri kamu."
Aku menekan kata-kata calon istri dengan sekuat tenaga. Nyatanya jika memang benar Rega menginginkan Deva, aku harus sering berinteraksi dengan Rega. Aku sendiri akan kesusahan, karena nyatanya sampai saat ini kehadiran Rega masih sangat memperngaruhiku.
Aku kira cinta yang aku punya sudah terkubur ketika waktu bergulir beberapa tahun ini. Nyatanya tidak. Aku masih memiliki perasaan untuknya. Perasaan yang ternyata tidak pernah hilang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hanya Tentang Waktu [END]
RomanceCinta di waktu yang salah. Waktu yang tepat ketika cinta yang salah.